[11] Someone You Loved

Kupikir rumah, ternyata cuma singgah
Kupikir tujuan, ternyata pelabuhan
Siapa? Mantan

***

Hera masih malu perkara permen yang tadi. Ya, Hera pikir Dega mau yang aneh-aneh. Bukan salah Hera sepenuhnya, siapa suruh nge-translate merk permen jadi bahasa Indo.

Ponselnya udah Hera ambil di lab, tentu saja diantar Dega sehabis dari bengkel.

Mau cek grup, kayaknya rame banget dari tadi. Benar aja, mereka pada ribut siapa yang bakalan ikut lomba yang ngewakilin setiap kelas. Hera sih ogah, mending nonton aja dari pada capek-capek.

Arsel :
POKOKNYA KITA GAK BOLEH KALAH!
CEPETAN, CATET SIAPA AJA YANG MAU JADI PERWAKILAN.
GUYSSSS.....
BAKIAK : (3)
BALAP KARUNG : (1)
TARIK TAMBANG : (10)
VOLI : (6)
FUTSAL : (6)
SEPAK BOLA TERONG : (1)
ESTAFET KARET : (3)

Hera menggelengkan kepalanya pelan. Arsel kalau udah mode spam plus capslock emang nyebelin banget. Dia bukan ketua kelas sebenernya, dia anggota osis yang jadi panitia untuk acara lomba yang akan diadakan besok.

Iya, besok. Mendadak banget nentuin orang siapa-siapanya yang ikut lomba.

Pesan Arsel di grup ada yang membalas, hanya beberapa. Hera nggak ikut-ikutan, lagi malas buat nimbrung. Gadis itu beralih menuju media sosial miliknya. Siapa tahu juga biasnya ada yang abis posting.

Scrooll-scrool lama banget, sampai bosen sendiri. Terus gantian lihat insta story, si Dega abis buat snap. Cepet-cepet Hera buka. Gak takut ketahuan, soalnya Hera lebih suka pakai second account. Account utamanya ia sampai lupa kapan terakhir kali aktif. Kayak enak aja, bisa stalkingin sana-sini tanpa ada yang tahu.

Dinner with ex, begitu caption yang Dega tulis dengan gambar nasi goreng yang ada di sebuah warung.

"Alay, banget!" Hera lanjut ke snap berikutnya. Di sana terlihat gambar gadis yang sedang makan tapi wajahnya diblur, persis narasumber amang-amang penjual bakso boraks.

Dega emang cowok alay kalau kata Hera. Postingannya juga kayak jamet-jamet gitu. Apalagi rambutnya, poninya itu panjang dan dimiringkan sampai dahinya ketutup.

Tunggu-tunggu, kok Hera jadi mikirin Dega?

Arsel
Ternyata gak banyak yang respon chat gue.
Entah pada kemana para petuah anak checlizt one.

Bodo amat. Hera mau tidur cepat saja hari inu, ia menarik selimutnya sampai ke atas kepala.

***

Dega lagi sendirian di rumah. Entahlah, semua keluarganya sedang keluar. Mamanya sempat mengiriminya pesan untuk cari makan saja di luar karena tidak masak. Alhasil di sinilah Dega berada, di warung nasi goreng yang berada di perempatan depan kompleksnya.

"Mang, nasi goreng satu sama es teh manis satu, makan sini ya, Mang," ujar Dega pada Mamang penjual nasi goreng.

"Saya juga samain, Mang," ucap seorang gadis yang baru saja tiba.

Suara yang gak asing. Dega menoleh dan mendapati Gladys, mantannya dua tahun yang lalu. Namanya juga cowok, lihat yang bodynya goals dikit aja udah melongo lupa dunia. Ya, gimana gak tercenung, Gladys udah pakai pakaian tertutup, tapi tipisnya baju Gladys dan parahnya lagi bajunya berwarna putih jadi tambah jelas, atau istilah lainnya menerawang.

"Woy, Ga! Lihatin apa lo?! Mesum banget otak lo ya." Seakan tahu otaknya Dega suka travelling, Gladys menoyor Dega, agar kesdarannya kembali.

Dega malah cengengesan, ia mengajak Gladys buat cari tempat duduk.

"Lo pamer SS?" Pertanyaan Dega sukses membuat kening Gladys berkerut.

"Itu." Tunjuk Dega ke tempat yang tidak seharusnya.

"Kurang ajar lo ya!" Gladys memukul bahu Dega. Keras. Keras banget malah.

"Yeuw, main pukul aja lo?! " Dega tak terima.

"Lo sih." Gladys sebal seketika. "Emang sih, rata-rata cowok pasti pikirannya suka aneh-aneh. Gue sampek heran."

"Naluriah, Bi." Dega mengeluarkan rokoknya dan menyalakan pemantik untuk merokok. Biasa, kebiasaan Dega. Udah prinsip kayaknya, selain games rokok juga nomor wahid.

"Apaan, Bi, Bi, gue buka Bebi lo ya."

Dega tertawa mendengar itu. "Babi maksudnya. Ya elah."

Baby atau pelesetannya jadi Bebi, itu panggilan kesayangan Dega buat Gladys waktu masih pacaran. Waktu pacaran mereka gak lama, cuma sekitar lima bulan. Alasan putus juga klise, mereka sama-sama bosan. Dan, Gladys juga mengaku bahwa dia sudah pacaran sama cowok lain. Sementara Dega masih jomblo sampai sekarang, ya ... udah dua tahunan.

"Kirain masih suka sama gue," kata Gladys memiringkan kepalanya melihat Dega.

"Ngarep bener gue suka sama lo, udah jadi mantan juga." Dega juga bisa masa bodoh sama mantan. Mantan, kan, cuma kenangan atau bisa diibaratkan barang bekas yang seharusnya dibuang, bukan malah disimpan.

Dega bukannya tidak mau mengingat masa lalu, tapi ia terlalu malas untuk mengingat. Toh, di sana masih ada masa depan, yang menunggunya, bukan? Ngapain capek-capek stagnan di masa lalu, kalau orang di masa lalu aja udah gak menganggap itu penting.

Kadang ia heran saja dengan orang-orang yang memilih mundur karena masa lalunya orang yang dia sayang balik lagi. Come on baby, hidup gak cuma tentang orang itu-itu aja. Masih banyak orang di luar sana yang lebih tulus. Life is still going on.

"Bagus deh, soalnya gue mau nikah minggu depan."

"Hah?! Lo isi?" Refleks mulut Dega yang minta digampar sungguhan.

Beneran ditabok sama Gladys, tapi di bagian pipi. "Ngawur banget! Ngomong sama lo gak ada yang lurus deh, capek gue."

"Soalnya lo kayak gini orangnya. Coba kalau gue ngajak ngomong bocil, gak bakal kayak gini. Intinya gue ngajak orang ngomong dari cara pikirnya." Dega menyesap rokoknya lagi. Kepulan asap itu lumayan mengarah ke wajah Gladys, tapi gadis itu terlihat fine-fine saja. Mungkin sudah terbiasa.

"Lo pikir gue otak delapan belas coret apa?!"

"Haha, ngakuin, kan?" tanya Dega menggoda.

Nasi goreng yang dipesan akhirnya disajikan. "Update dulu lah ya biar kece." Dega memfoto nasi goreng miliknya dan milik Gladys biar kelihatan ada pasangannya gitu, biar gak dikira jones juga.

"Dinner with ex, oke, post."

"Alay banget, sih, Ga, mau caper ke siapa sih lo?"

Kali ini ponselnya Dega mengarah ke Gladys, dengan banyaknya filter, cowok itu memilih filter blur wajah. Supaya nanti yang lihat storynya pada kepo.

"Udah, yuk, makan." Dega menyuap satu sendok penuh ke mulutnya. Gladys hanya melihat itu dengan tatapan tidak percaya.

"Kenapa coba gue bisa sama lo, Ga?" tanya Gladya dengan nada menyesal.

"Karena gue ganteng."

"Bener juga sih." Gladys juga tidak menampik hal itu. Dega ganteng, cuma akhlaknya aja minus pake banget. Otaknya lumayan sih di pelajaran matematika, buat Dega yang ambil jurusan teknik elektro. Ya, dulu semasa pacaran, Dega sering membantu Gladys mengerjakan tugasnya.

"Pertanyaan gue belum lo jawab," tegur Dega saat Gladys akan memasukkan sesuap nasi goreng ke mulutnya.

"Yang mana?"

"Yang lo isi."

Gladys menginjak kaki Dega. Beneran kesal loh ini, Dega dari tadi itu mancing. Mancing emosi.

"Gila, ya nggak lah!" sungut Gladys.

"Good." Dega manggut-manggut sambil memakan kerupuk. "Terus ngapain lo mau nikah? Lulus SMA aja belum. Nanggung kali, tinggal beberapa bulan lagi."

Dega dan Gladys berada di tahun yang sama, tapi beda sekolah. Jika Dega itu SMK jurusan teknik elektro, sementara Gladys anak SMA jurusan IPS.

"Bakal ada advantage tersendiri dari perusahaan cowok gue kerja kalau dia udah ada pasangan. Gue juga bakal pindah ke luar negeri, terus ngelanjutin pendidikan gue di sana. Lo tau sendiri, pacar gue bukan orang Indo asli."

"Inikah yang dinamakan married with benefit?" Dega tertawa lumayan kencang, mengundang perhatian beberapa orang yang pesan nasi goreng.

"Nggak! Tapi, iya juga sih."

"Silly."

"Kalo lo?"

"Kalo gue apa?" Dega menoleh, nasi gorengnya tinggal tiga suap lagi karena sedari tadi, cowok itu menyuap dengan sendok yang penuh. Sedangkan Gladys belum memakan sesuap pun. Asik mengobrol sama Dega, sampai lupa nasi gorengnya yang kayaknya udah dingin. Dega enjoy aja, makan sambil ngomong dia fine aja.

"Lo belum jawab pertanyaan gue."

"Yang mana deh?" tanya Dega lagi yang pandangannya menatap nasi gorengnya lagi. Tiga suap itu ternyata ia habiskan sampai kandas dalam sekali waktu. Iya, bukan Dega namanya kalau selera makannya gak kayak kuli.

"Lo mau caper ke siapa pakek post foto-foto tadi?" Penasaran beneran Gladys. Siapa sih sosok yang mau dibuat sama cemburu sama Dega.

"Ada lah."

"Cieee, mainan baru?" Gladys tau, Dega jomblo selama dua tahunan setelah putus darinya. Gak seperti kebanyakan orang-orang yang lost contact atau blokir-blokiran pasca putus, Gladys dan Dega sama-sama menjaga hubungan mereka dengan baik meski dengan label pertemanan. Meskipun Dega jomblo, gak berarti kalau Dega gak main sana-sini, ya, kan?

"No, she is not my toy, but my amour." Dega mengucapkan itu dan entah mengapa Gladys merasakan ucapan itu dari hati seorang Aldega Pranata.

"Sok inggris lo, padahal tugas bahasa inggris lo suka gue yang kerjain."

"Kerja sama yang bagus, bukan? Gue kerjain pr matematika lo, lo kerjain pr bahasa inggris lo." Dega tersenyum miring. "Dating with profit."

"Serah lo, Ga, masa lalu itu, mah. Gak usah dibahas," protes Gladys dan Dega tertawa.

"Kenapa sih? Kepo ya?" tebak Dega kemudian.

"Ya ... bisa dibilang gitu."

"This is secret, no one knows," bisik Dega di telinga Gladys.

"Gue kepo Dega!"

"Nanti aja."

"Nanti apa?"

"Lo bakal tau nanti," balas Dega lalu berdiri membayar nasi goreng miliknya dan milik Gladys. "Gue udah bayarin punya lo, gue cabut dulu, bye."

Gladys masih di tempat, ia memulai suapan pertama nasi gorengnya. Sudah dingin tapi tak apa karena dia sudah sangat lapar. Cewek itu masih penasaran, siapa gadis yang sedang Dega sukai.

***

Dating with benefit kayaknya harus dicoba. Hahaha.

Ya nggak bestie???

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan

See u... next chap!

Lovelin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top