[04] Jago Manjat

Kadang aku merasa semesta seolah mendekatkan kita, tapi dengan cara yang salah.

***

"Bunda, Hera berangkat dulu ya." Hera menyalimi punggung tangan Bundanya.

"Hati-hati. Oh, iya motor kamu udah bisa dipakai lagi. Inget, gak usah ngebut waktunya masih lama."

"Pasti." Hera mengedipkan mata.

Hera memakai sepatu dan kaus kakinya di pekarangan rumah. Merasa ada yang aneh dengan perutnya ia kembali masuk dengan langkah setengah berlari.

Felia-bunda Hera bingung melihat anaknya itu terburu-buru. "Kenapa, Her? Ada yang ketinggalan?"

Hera tak menjawab, ia langsung masuk ke dalam kamar. Benar dugaannya, ia sedang datang bulan. Untung saja masih di rumah, sesegera mungkin ia mencari pembalut di dalam lemari.

"Untung aja masih punya stok satu pack." Hera bernapas lega, setelah itu ia masuk ke kamar mandi. Selang beberapa menit ia keluar sambil membawa tasnya.

"Oh, iya, bawa minyak kayu putih juga barangkali nanti gue dilepen," ujar Hera lalu memasukkan minyak kayu putih itu ke dalam tasnya.

"Ada yang ketinggalan?" tanya Felia sambil membereskan piring-piring kotor.

"Nggak kok, Bund, hehe. Hera kedatangan tamu."

Felia ber-oh ria. "Yaudah cepat berangkat, nanti telat."

"Hera berangkat dulu ya, Bund," pamit Hera dan menyalimi tangan Bundanya lagi.

"Tadi, kan, udah salim?"

"Gapapa, enak dua kali. Assalamualaikum," ujarnya disertai kekehan.

"Waalaikumsalam."

***

"Heyyo, whatsapp sist!" Arel mendorong bahu Hera dari belakang, membuat gadis itu sedikit terjungkal.

"AREL! Pagi-pagi udah ngerusuh aja!"

"HERA! pagi-pagi udah emosi aja!" ucap Arel meniru intonasi Hera.

Mereka berjalan beriringan menuju kelas, namun kerumunan murid-murid SMK Berlian di depan mading membuat Arel dan Hera ingin melihatnya.

Di sana tertera bahwa akan ada perayaan untuk menyambut hari kemerdekaan. Beragam lomba telah tercantum di kertas putih berukuran folio itu. Lombanya dilaksanakan mulai minggu depan. SMK Berlian tidak akan pernah melewatkan untuk memeriahkan sekolah karena hari besar ini.

"Wah asik nih," seru Arel melihat macam-macam lomba di sana. "Ada bakiak, balap karung, tarik tambang, voli, futsal, sepak bola terong, sama estafet karet. Lumayan banyak ya."

Hera membaca itu tanpa minat, ia malas terlalu malas jika disuruh ikut berpatisipasi.

"Lo mau ikut apa, Her?"

"Gatau ah, males gue."

"Dasar lo! Jiwa-jiwa mager."

"Biarin!"

Perdebatan mereka berakhir karena bel masuk sudah berbunyi. Langsung saja Hera maupun Arel berlari menuju kelas mereka. Karena tahu, jam pelajaran pertama mereka adalah Pak Anwar, guru matematika yang tidak menerima toleransi bagi muridnya untuk telat.

***

Hera baru saja keluar dari toilet setelah mengoleskan minyak kayu putih pada perutnya. Menstruasi hari pertama begitu menyiksa. Sambil berjalan menuju kelasnya, Hera masih sibuk membenahi sabuknya, ia agak longgarkan agar tak terlalu sesak.

Matanya melebar setelah melihat sosok Dega yang baru saja lewat di depannya. Cowok itu berjalan santai sambil menenteng tas yang kelihatannya tak ada isinya. Baju lelaki itu juga dikeluarkan.

Hera menggelengkan kepalanya, benar-benar contok kakak kelas yang gak patut ditiru.

"Eh, Dega! Mau bolos ya lo?!" tegur Hera membuat sang pemilik nama menoleh.

Tak menghiraukan Hera, Dega hendak memulai aksinya. Tembok belakang sekolah sudah menjadi tempat pelariannya. Dega sudah melempar tasnya ke luar, ia harus bergerak cepat. Teman-temannya pasti sudah menunggunya di luar. Dega sudah mengambil ancang-ancang untuk menaiki tembok, namun tarikan pada ujung bajunya membuat Dega menoleh.

"Eh, ngapain sih lo Cil?"

"Turun gak turun! Mau kabur kan lo?!" tuding Hera menunjuk wajah Dega.

"Mau kabur kek, bolos kek, bukan urusan lo!" tegas Dega hendak memanjak tembok itu lagi.

"Gak! Lo turun! Gak boleh bolos! Turun Dega turun!" Hera terus menerus menarik ujung baju Dega yang dikeluarkan itu.

Tarikan Hera yang begitu kuat membuat Dega kehilangan keseimbangannya, membuatnya jatuh terduduk.

"Lo kok cari masalah sih, hah?!" pekik Dega lalu menyudutkan Hera. Gadis itu berjalan mundur dan terus mundur sampai punggungnya menabrak tembok.

"Ya ... gak gitu." Hera mengangguk tengkuknya yang tak gatal. Ditatap sedekat ini ia merasa gugup. "Kan, enak aja di lo, lo bisa bolos pelajaran sementara gue harus di sini sampek pulang!"

"Terus?"

"Ya ... gue pengen aja gitu pulang cepet."

"Pengen ikut bolos?"

"Pulang bukan bolos! Beda arti tau," sanggah Hera cepat.

Dega menyentil dahi Hera. "Itu namanya bolos Bocil! Kalo lo pulang sekolah belum pada jamnya."

"Bocil bocil, gue ini dewasa ya!"

Dega sudah malas menanggapi Hera. Ia memulai aksinya lagi yaitu memanjat, namun sebuah seruan membuatnya menoleh.

"Hei, kalian mau kabur ya?!" Dari kejauhan seorang petugas keamanan melihat Dega yang hendak memanjat tembok. Pria paruh baya itu bahkan sudah menunjukkan wajah garangnya.

"Ah, gara-gara lo sih!"

Dega menjambaki rambutnya frustrasi. Aksinya terhambat karena cewek sebahu ini. Tak punya pilihan, Dega berjongkok.

"Cepet naik ke punggung gue!"

"Buat apa?!"

"Cepet naik atau lo bakal dilaporin sama Pak Adi atas tindakan mencoba kabur dari sekolah."

Hera menggigiti kuku jarinya, ia mulai merasa takut. Pak Adi semakin mendekat.

"Cepet naik Bocil!"

"Gue gak bisa manjat."

"Makanya lo naik dulu ke punggung gue! Entar gue bantu manjat."

"Gue takut jatoh, Dega! Ngerti dikit kek!"

"BOCIL CEPET NAIK AH ELAH!" geram Dega yang kehabisan kesabaran. Pak Adi semakin mendekat dan mendekat.

Meski ragu, Hera menuruti Dega. Ia mulai naik ke punggung Dega sebagai tumpuan. Sedangkan Dega gadis itu menahan tubuh gadis itu mati-matian, ternyata bobot 43 kg itu berat juga ditambah Hera sekarang menggunakan sepatu pantofel berjinjit. Lengkap sudah penderitaan Dega karena Hera.

Setelah selesai membantu Hera berada di atas tembok, kini giliran Dega yang meloncat. Hanya satu gerakan saja cowok itu berada di samping Hera. Cowok itu sangat jago soal panjat-memanjat. Entahlah, mungkin sejak kecil ia sering manjat pohon atau mengikuti lomba panjat pinang.

Dega turun terlebih dahulu ke bawah dan Hera masih duduk di atas tembok.

"Cepet loncat atuh, Neng!" Dega berkacak pinggang.

"Gue takut Dega!"

"Lo tinggal loncat, kan ada gue di bawah. Gue bisa nangkep lo kok," ujar Dega disertai seringai.

"EH, KAMU! TURUN KAMU! MAU KABUR YA?!" pekik Pak Adi yang tinggal lima langkah dari Hera.

Hera memandang Pak Adi dan Dega bergantian.

Masa bodoh, gue harus lolos dari Pak Adi.

Dengan sisa keberanian yang Hera punya, ia akan meloncat mengikuti perkataan Dega. Hera meloncat dengan mata terpejam.

"Hap!"

Dega menangkap tubuh Hera dari bawah. Saat membuka matanya, Hera langsung terlonjat kaget dan membebaskan diri.

"Modus ya lo?"

"Serah lo dah."

Hera berjalan mendahului Dega padahal tak tahu akan ke mana tujuannya. Sial! Semua gara-gara Dega. Coba saja dia tadi tak mengikuti Dega dan menahan cowok itu kabur, dia pasti tidak akan kepergok dan terjebak dalam situasi yang rumit ini.

Ini pertama kali baginya kabur dari sekolah. Hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh setiap siswa, tapi Hera melakukannya. Entah apa yang nanti akan ia dapatkan, setelah mencemarkan nama jurusannya. Kimia Analis.

Hera tak bisa berpikir jernih sekarang ia berjalan ke sembarang arah.

"Lo mau ke mana?" tanya Dega yang sudah menyalakan pemantik dan siap membakar ujung batang rokok.

Hera menoleh. "Gak tau."

Dega mengembuskan napasnya membuat kepulan asap rokok yang memenuhi ruang mereka. "Ikut gue aja gimana?"

"Lo mau nyulik gue ya?!" Hera merasa parno dan mulai berpikiran negatif.

"Gak sudi gue nyulik Bocil. Kalo gak mau ikut gak papa, gue gak maksa." Dega mengangkat bahunya tak acuh dan mulai berbalik berjalan meninggalkan Hera, tak lupa menenteng tas ranselnya.

Hera celingukan. Ia tak mau seperti orang hilang. Seharusnya Dega yang harus bertanggungjawab, gara-gara dia juga Hera seperti ini.

"Eh, tunggu!"

Dega berhenti.

Hera berjalan cepat menuju Dega dan kini berada di sampinya.

"Gue ikut lo aja," putus Hera kemudian.

"Yaudah ikut aja," jawab Dega cuek. Ia melanjutkan jalannya lagi dengan Hera yang mengikuti dari belakang.

"Btw, lo kok mau minyak kayu putih sih?" tanya Dega di sela-sela keheningan yang melanda.

"Suka-suka gue lah!" Hera menjawab.

"Gue cuma nanya Cil, kok lo ngegas banget si? Sensi banget."

"Ya."

"Dasar Bocil!"

"Ya."

"Ya."

Dan,

"Ya."

***

Di kromosomnya Dega ada gen monkey makanya jago manjat😊

See youuuu

Rekomenin cerita ini ke temen-temennya sabi kali ya ....... biar rame ehehe:)

Lovelin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top