[03] Dega Itu Sesuatu

Serius nanya, apa semua cowok itu otaknya sama semua? Sama-sama mesum, contohnya.

***

Warnet. Di disinilah Hera dan Arel berada. Untuk mengerjakan tugas sekolah mereka, warung internet menjadi tujuan utama. Mereka saling membagi tugas satu sama lain.

"Loh Hera, Arel, nugas di sini juga?" tanya Ikke yang baru saja masuk bersama Cici. Keduanya adalah teman sekelas Arel dan Hera.

"Ho.oh, kalian juga?"

Ikke mengganguk dan duduk di sebelah Arel, sementara Cici duduk di sebelah Hera.

"Gandain aja nanti gandain," ujar Cici yang melihat Hera mulai men-copy gambar-gambar yang ia dapatkan dari internet ke microsoft word.

"Ih, enak aja! Kerjain sendiri lah. Ini kan tugas kelompok gue sama Arel, ya nggak, Rel?" Hera menyikut lengan Arel yang tampak serius dengan komputer di depannya.

"Rel!"

Arel terlonjak. "Rel, kerjain tugasnya, kok lo malah enak-enak download drakor sih!" tegur Hera sedikit marah.

"Hehe." Arel lalu menutup laman download dan mulai mengerjakan tugas bagiannya.

Ikke menepuk pundak Arel. "Rel, nanti copas tugas punya lo ya?"

"Males! Kerjain sendiri sana! Yang ada enak di elo gak enak di gue, yang susah-susah siapa yang dapet nilai semua. Gak gak bisa," tolak Arel membuat Ikke sedikit kesal.

Ikke dan Cici sama sama bertukar pandang, mereka beranjak dari warnet itu tanpa sepatah apa pun.

"Lah, udah keluar aja tuh anak? Ngerjain aja belum."

"Tau ah, masa si Cici minta gandain tugas sih, ya gue gak mau lah," tukas Hera yang masih sibuk merapikan word.

"Nah, betul itu." Arel menggeser kursornya lagi mengganti laman download. Wajahnya berubah senang saat dua episode berhasil di-download. Saat hendak menekan link download berikutnya, mendadak Arel mendapat tarikan pada telinga sebelah kirinya.

"Arel ...." Hera tersenyum penuh arti dan menyipitkan matanya. "Mau ngerjain tugas apa download drakor? Atau mau diblacklist dari kelompok gue?" Lagi-lagi Hera tersenyum. Senyuman yang mengartikan ia ingin memakan temannya hidup-hidup.

"Ngerjain kok, hehe."

"Nah, anak pintar." Hera menepuk-nepuk puncak kepala Arel.

"Dih najis! Cari pacar sana, gausah modus ke gue!" protes Arel kemudian.

Hera tertawa menanggapi temannya itu.

***

"Ah, capek banget gue," ujar Hera sembari merebahkan dirinya di atas kasur yang empuk. Gafis itu telah selesai membereskan dirinya. Ia melihat jam yang berada di layar ponsel. Masih pukul tujuh malam, masih terlalu awal untuk dirinya tidur.

Hera bangkit dari kasurnya dan berjalan ke depan cermin. Memperhatikan pantulan dirinya lekat. Ia mulai memutar-mutar tubuhnya, dari menghadap kanan kemudian kiri lalu menatap lurus kembali.

"Bener si kata Dega, gue rata." Wajahnya berubah sendu.

"TAPI YA GAK GITU JUGA CARA NGATAINNYA!"

Brakk. Hera memukul keras kaca.

"Si Dega kalo ketemu pengen gue pites aja!"

Pintu kamar Hera terbuka, menampilkan sosok Bundanya.

"Hera kamu ngapain sih teriak-teriak kayak gini? Dari luar sampek kedengeran."

Hera manggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Awas! Jangan diulangin."

"Siap, ma boss." Hera memberikan sikap hormat membuat bundanya menggelengkan kepala.

Hera menghempaskan tubuhnya lagi di kasur dengan kasar. Membuka ponselnya dan jarinya terarah pada suatu aplikasi. Membalas beberapa pesan yang masuk lalu melihat story. Story yang membuatnya penasaran adalah milik Arel yang baru saja diunggah satu menit yang lalu.

Arel baru saja mengabadikan momen bersama teman laki-lakinya di sebuah warkop. Hera sepertinya tau tempat ini, ah, iya, ini warkop dekat sekolah. Namun, satu objek di dalam video berdurasi 28 detik membuat matanya membulat sempurna.

"ITU DEGA?! AREL LAGI NONGRONG SAMA DEGA JUGA? CKCK."

Meskipun Dega tadi hanya terlihat sepintas di video itu tapi Hera dapat mengenali wajah cowok itu. Ingin memastikan, akhirnya Hera menelepon Arel.

Panggilan terhubung.

"Hallo Rel? Lo di mana?"

"Kepo banget si, wakaka."

Hera berjalan ke meja belajar dan duduk di kursi. "Jawab aja susah banget sih!"

"Biasa, nongkrong. Mau ikutan?"

"Gak, makasih. Emmmmmm ... sama siapa aja?" Hera mulai ngulik-ngulik informasi.

Terdengar kekehan dari balik telepon. "Kepo juga?"

"Sama abang gue, sama temen-temennya abang gue, kenapa nanya?"

"Gak papa sih, cuma mau tanya aja," alibi Hera, padahal ia sangat kepo, apa yang dilihatnya tadi adalah Dega? Apa cowok itu juga di sana?

Yang tadinya hanya telepon biasa, kini berubah menjadi video call.

"Ini kenapa si Arel VC gue?" Hera mengangkat saja.

"Her, lo gak kesambet apa-apa, kan? Tumben banget kepo gitu. Ralat, biasanya juga kepoan tapi yang ini keponya ngelebihi emak-emak yang anaknya gak pulang 3 hari 2 malam tau nggak," ujar Arel berlebihan.

Arel memutar ponselnya, menunjukkan kondisi di sekitarnya kepada Hera melalui kamera. "Tuh, liat, ada abang gue sama temen-temennya."

Serasa cukup, layar itu kembali menampilkan wajah Arel.

"Lo cewek sendiri?"

"Iya, Hera sayang. Nih ada Dega juga nih," ucap Arel menarik lengan Dega dan merangkul pundaknya.

"Loh bocil? Sini Cil ikutan nongki," sapaan Dega membuat Hera muak. Panggilan dimatikan sepihak.

Hera menjauhkan ponselnya sebentar. "KAN BENER ITU DEGA! MATA GUE MASIH NORMAL."

"Hera! Kok kamu teriak-teriak lagi sih?! Bunda capek dengernya."

"Hehe, i-iya Bund."

"Sekali lagi kamu berisik, tidur aja di luar!" Bundanya membanting pintu Hera keras.

Gegara Dega nih!

***

"Tuh, kan dimatiin! Gara-gara lo nih!" Arel menyalahkan Dega. Tentu saja, gara-gara cowok itu Hera mematikan sambungan teleponnya sepihak.

"Lah kok gue? Bocil aja tuh yang baperan."

"Bocil bocil gitu dia temen gue yang paling baik tauu," bela Arel.

"Serah dah serah, gue lagi males debat," balas Dega menyudahi.

"Loh Dega?" tanya seorang cewek bertubung langsing dengan jenjang kakinya yang panjang.

"Eh, Gladys, ngapain di sini?"

"Biasa nongki, tuh temen-temen gue." Cewek dengan rambut sebahu itu menujuk teman-temannya yang baru saja datang. Tiga laki-laki dan dua perempuan.

"Widih, triple date nih."

"Yakali, Ga, nge-date di warkop." Gladys memutar bola matanya. "Cuma mau ngobrol-ngobrol santai aja kok."

"Ohh, gitu."

"Gue ke sana dulu ya? Bye," pamit Gladys.

"Siapa, Ga?"

"Mantan gue pas kelas sepuluh."

"Akrab, akrab aja lo ya sama mantan, biasanya nih ya kebanyakan orang kalo udah jadi mantan sama-sama musuhan gitu." Arel berkomentar.

"Kurang luas pikiran orang-orang kayak gitu, Rel. Silaturahim harus dijaga dong."

"Sok yes banget sih! Enek gue dengernya."

"Emang gue yes kok." Dega menoleh ke arah Gladys dan Arel mengikuti arah pandang Dega. "Lo pernah denger kata-kata orang gak?"

"Kata-kata?"

"Yang bilang, cewek bakalan lebih cantik pas udah jadi mantan? Tuh lihat, tambah cakep aja tu cewek. Itunya tambah gedhe cuy."

Arel langsung menggeplak kepala Dega. "Cowok mesum lo hahaha. Ituan mulu yang dipikir. Tobat dikit kek."

Dega mengedikkan bahunya tak acuh. Cowok itu mengisap vape yang ia bawa.

"Nge-vape juga lo?"

"Yoi."

"Kebanyakan ngerokok gak baik buat kesehatan ma bro," saran Arel kemudian meneguk es tehnya.

"Kok perhatian?"

"Cuma diingetin ah elah."

"Oh."

***

Lagi mau update ;)

See ya

Lovelin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top