6. Tujuh Bulan
[Bab 12 HER WINGS sudah tayang duluan di Karyakarsa. Notif KK lagi error, deh. Soalnya gak muncul 😩. Kalian bisa langsung mampir ke akunku buat dukung dan baca, ya. Tiga bab lagi tamat, nih. Terima kasih semuanya.]
Tidak terasa usia kandungan Jemima sudah semakin bertambah tua. Perempuan itu tidak merasakan banyak perbedaan dengan kandungannya. Baginya apa yang dirasakan kini tak jauh berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya. Untuk bertambah besarnya ukuran perut, itu hanya terasa sedikit saja. Ada sedikit rasa cemas yang bersarang di kepala Jemima, tapi menurut Katrina jenis kandungan Jemima memang kecil. Bisa apa dia jika tidak ada tanda-tanda cemas yang dirasakan orang lain di rumah itu?
Walau bukan kandungannya yang banyak mengalami perubahan, ada satu pihak yang melakukan banyak perubahan di sana. Aryan. Pria itu entah kenapa tak menunjukkan sikap ketus seperti yang dilakukannya sejak pertama kali Jemima berada di sana. Belakangan ini, pria itu malah menunjukkan perhatian yang tak pernah Jemima harapkan sama sekali.
Contoh kecil, jika biasanya Aryan mengajak berdebar soal susu yang dikonsumsi dengan irit oleh Jemima, maka belakangan ini pria itu memilih membuatkan sendiri susu kehamilan untuk perempuan itu. Tanpa banyak berkata, pria itu memberikan beberapa perhatian yang menurut Jemima sangatlah aneh. Sama seperti malam ini, dimana pria itu meletakkan sepiring buah-buahan yang sudah dipotong kepada Jemima yang tak bisa tidur.
"Nih, makan."
Jemima menatap piring tersebut dan Aryan secara bergantian. Dia tidak yakin menusuk buah di sana karena yang memberikannya adalah Aryan.
"Kenapa diem aja? Kamu takut saya racunin?"
"Kenapa saya harus makan itu?"
"Kenapa kamu tanya? Buah-buahan itu bagus untuk tubuh kamu. Kamu juga nggak akan kelaparan dan mungkin bisa langsung tidur."
Jemima menatap perutnya, bertanya pada diri sendiri apa benar dirinya memang merasa lapar makanya tidak bisa segera tidur? Padahal Jemima sudah makan malam cukup banyak tadi. Kenapa masih lapar? Apa makanannya benar-benar dihabiskan oleh bayi di dalam perutnya?
"Jangan malah bengong, cepetan makan. Nanti bayinya malah makin nggak bisa diajak istirahat."
Jemima akhirnya tidak banyak berpikir lagi untuk menghabiskan buah-buahan yang disediakan oleh Aryan itu. Dia memilih untuk menjadi masa bodoh dengan apa pun niatan pria itu dengan memberikan perhatian. Silakan saja Aryan memberi segalanya, karena Jemima tidak akan lupa dengan apa yang sudah dilakukan pria itu dan ibunya.
***
"Aryan, kamu ini apa-apaan, sih!? Kenapa harus nyewa pembantu baru!? Kita nggak perlu—"
"Kita perlu, Ma."
"Buat apa?! Kita udah punya Jemima!"
Dari pengamatan Jemima yang saat ini mengintip dari balik dinding dapur dan ruang tamu, perdebatan ibu dan anak itu tak bisa diganggu oleh siapa pun. Objek yang dibicarakan adalah pembantu baru yang dipekerjakan oleh Aryan entah untuk alasan apa. Ibu pria itu jelas tidak akan menyetujui rencana baru Aryan ini. Namun, Aryan juga terlihat tidak ingin mengalah dari ibunya kali ini.
"Mama tahu sendiri kalo Jemima lagi hamil, kan?"
"Apa urusannya?? Dari awal dia datang ke sini juga dalam kondisi hamil, Aryan!
"Sekarang jadi urusan, Ma. Kandungannya udah makin besar. Aku nggak membiarkannya untuk kerja berat."
Katrina terlihat mendengkus dengan penjelasan putranya. Wanita seperti Katrina mana mungkin dengan mudah menerima penjelasan? Dia jelas tak terbantahkan.
"Kerja berat apanya? Mama tanya, kerjaan apa yang berat cuma bersih-bersih rumah?"
"Nyuci kamar mandi, gosok yang berdiri berjam-jam, bersihin jendela sampai harus naik pake tangga segala. Mama pikir itu bukan kerjaan berat? Apa mama bisa gantiin Jemima buat bersihin kamar mandi kalo perutnya lagi tegang?"
Jemima tidak pernah tahu bahwa Aryan mengetahui pekerjaan rumah karena pria itu seringnya berada di kantor. Dia juga tak pernah tahu jika Aryan tahu mengenai perutnya yang suka tegang ketika digunakan bekerja berat. Bayinya yang sudah bisa bergerak terkadang juga menonjol di satu sisi perut dan membuat Jemima kesulitan bekerja. Rupanya pria itu diam-diam mengetahuinya. Tidak heran jika Aryan selalu keluar kamar dan membawa sesuatu ketika kembali untuk diberikan pada Jemima yang tidak bisa tidur di malam hari.
Jemima hanya berpikir bahwa Aryan melakukan itu karena tidurnya terganggu atau pekerjaan yang pria itu bawa ke rumah tidak bisa dikerjakan dengan baik karena perempuan itu bangun lebih sering di malam hari. Namun, meski mengetahui fakta ini Jemima masih tidak merasa baik-baik saja. Keinginan untuk pergi dari rumah itu masih sangat besar.
"Mama nggak suka, ya, kamu kelihatan makin care sama anak pembantu itu!"
"Ma, inget juga kalo di dalam perutnya ada cucu mama. Jangan kesampingkan juga fakta itu. Aku nggak mau dia lahir sebelum waktunya karena terlalu sering kerja berat."
Katrina masih terlihat tak mau peduli dengan penjelasan putranya. Namun, kali ini tidak ada bantahan dari wanita itu.
"Terserah kamu! Mama nggak mau urus hal beginian lagi. Yang penting jangan sampe anak pembantu itu nggak ngelunjak sama mama!"
Sudah. Begitu saja perdebatan yang berakhir antara Aryan dan ibunya. Jemima tidak lagi tertarik untuk tetap berdiri di balik dinding pembatas itu. Dia muncul dan melewati Aryan yang menatapnya dengan wajah terkejut.
"Kamu nguping?" tanya pria itu.
"Siapa yang nguping? Saya cuma lewat."
"Tetep aja—akh! Terserahlah!"
Wajah Aryan terlihat merah, dan Jemima tidak mengerti dengan hal itu. Kenapa juga pria itu seperti sedang salah tingkah? Apa hanya karena Jemima mendengar kalimat pembelaan pria itu di depan ibunya, membuat Aryan salah tingkah?
***
Tampaknya Jemima tidak bisa tidur lagi. Dia terus menerus mengubah posisi tidur dan akhirnya memilih bangun untuk turun ke dapur. Mengambil air putih, Jemima meneguknya perlahan. Dia duduk di meja makan, dan masih tidak mengerti kenapa tak mengantuk. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya sendiri, tapi perasaannya sungguh tak tenang.
"Kamu laper?"
Jemima terhenyak saat suara berat terdengar di belakangnya.
"Tuan Aryan, kenapa bangun?"
"Kamu nggak ada, saya pikir kamu kabur."
Aryan melewati Jemima yang mengerutkan kening.
"Saya nggak punya apa-apa buat dibawa kabur. Lagian, siapa yang bakalan kirimin ibu saya uang tiap bulan kalo saya kabur dari sini?"
Jemima terdengar biasa saja saat mengucapkan kalimat tersebut, bahkan cenderung tak menggunakan perasaan sama sekali. Namun, Aryan merasakan keputusasaan di dalam suara itu.
Pria itu berbalik dengan gelas yang sudah terisi air. Lalu menatap Jemima dengan sangat serius. "Jadi, kamu bertahan karena hal itu aja?" tanya Aryan.
"Memangnya ada alasan lain? Kalo saya nggak dalam kondisi hamil, saya akan pergi cari kerjaan lain. Seenggaknya saya bisa kerja sama atasan yang mulut dan tangannya bisa dijaga sedikit. Nggak dikit-dikit ngatain saya, nggak dikit-dikit lempar saya pake benda didekatnya."
"Kamu lagi ngatain mama saya?"
Jemima menahan tawanya saat pertanyaan itu keluar dari bibir Aryan.
"Cuma 'mama saya'? Tuan nggak ngaca, ya?"
Jemima sudah siap jika mendapatkan balasan kasar dari Aryan, tapi hingga beberapa saat pria itu hanya diam mematung.
"Kenapa? Tuan pasti tersinggung sekarang. Makanya diem aja. Saya nggak akan bohong, saya nggak suka berada di sini. Saya benci di sini. Kalau ada kesempatan saya akan pergi dan nggak pernah denger ucapan kasar atau perlakuan nggak menyenangkan lagi di rumah ini. Jadi, apa pun yang akan Tuan lakukan sekarang, saya nggak peduli. Saya hanya akan melahirkan anak ini dan mencari cara untuk pergi."
Jemima tidak peduli jika dia terkesan membeberkan rencananya yang harusnya bersifat rahasia itu. Karena meskipun Aryan tahu, pria itu juga tak akan melakukan apa pun. Yang terpenting adalah, Jemima pergi dalam kondisi dimana perutnya tak lagi menjadi masalah. Jika nantinya anak itu lahir dan Aryan menginginkannya, Jemima juga tak akan berusaha berurusan dengan keluarga pria itu. Jika Aryan dan mamanya tak mau mengurus bayinya, maka Jemima akan membawanya serta ke rumah dimana dia dan ibunya tinggal. Dia bisa mencari kerja selama bayinya diurus sang nenek. Ya, itu rencana yang cukup menjanjikan. Semoga saja bisa berjalan semulus yang dirinya perkirakan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top