1. Benih dalam semalam
(1) BENIH DALAM SEMALAM
[Baca duluan di Karyakarsa 'kataromchick'. Sudah ada bab 4.]
"Astaga, Aryan! Bagaimana bisa kamu seceroboh ini?!" teriakan wanita dewasa itu menggema di ruang tamu rumah mewahnya.
"Nggak mungkin, nggak mungkin!" ujar wanita itu semakin gelisah. "Kamu yakin anak kamu hamil? Kalo memang benar malam itu Aryan menodai anak kamu, apa mungkin bisa langsung hamil? Itu hanya dilakukan satu kali! Coba kamu cek lagi, anak kamu mungkin cuma naik asam lambung!"
"Sumpah, Bu. Putri saya pulang dalam keadaan menyedihkan. Dia ... diperkosa tuan Aryan. Putri saya bilang tuan Aryan memang mabuk, makanya nggak bisa dikendalikan."
"Hanya sekali, Jumaira! Mana mungkin bisa langsung hamil? Mungkin anak kamu yang bengal-"
"Mama stop. Malam itu memang terjadi sekali, tapi aku masih bisa inget kalo penetrasiku nggak hanya satu kali. Kemungkinan dia hamil sudah jelas sangat besar."
Katrina menatap putranya dengan tak percaya. "Jadi, kamu mengakui itu anakmu? Kamu yakin bahwa anak yang dikandung putri pembantu mama itu punya kamu?"
Aryan menghela napas dan menatap mamanya. "Yang terpenting adalah pastikan perempuan itu nggak menyebarkan berita apa pun mengenai anak di dalam kandungannya. Mama bisa urus semuanya, kan? Kalo memang harus menikah, nggak masalah. Asal jangan bikin nama baikku hancur."
"Menikah!?" Katrina menatap pembantunya dengan sinis. "Oke. Kami akan bertanggung jawab untuk kehamilan putri kamu, Jum. Tapi kamu harus ikuti semuanya dengan syarat."
Jumaira memohon agar putrinya diberikan pertanggung jawaban. Meski harus ada banyak syarat, yang terpenting adalah bisa melihat putrinya tidak terlantar dan digunjing warga kampung nantinya.
"Pernikahan anak kamu dan anak saya harus dilakukan secara rahasia. Nggak boleh ada orang luar yang tahu. Kamu harus tutup mulut. Setelah menikah nanti, kamu harus berhenti bekerja dari sini!"
Jumaira yang polos mengangguk dengan cepat. Dia tidak tahu bahwa konsekuensi lainnya dengan mengiyakan syarat dari majikannya itu bisa membuat hidup anaknya menjadi seperti di neraka. Jumaira yang polos hanya memiliki satu tujuan; memastikan putrinya-Jemima, tidak terlantar tanpa suami selama menjalani kehamilannya.
***
Jemima hanya bisa menangis dan menangis. Berpisah dari sang ibu, dinikahkan secara paksa bahkan setelah disetubuhi secara paksa, kini harus tinggal dengan orang asing yang kentara tak menerimanya ... hanya tangisan yang bisa perempuan itu lakukan.
"Kamu itu sudah 19 tahun! Kenapa seneng banget nangis!? Kamu, tuh, harusnya bersyukur karena anak saya mau tanggung jawab. Kalo nggak, kamu pasti dikucilkan sama orang-orang diluar sana karena hamil tanpa tahu siapa suaminya!"
Bagi Jemima, usianya yang baru menginjak 19 tahun bukanlah usia yang dia pikir pantas untuk menikah. Jemima memiliki cita-cita untuk kuliah. Meski anak seorang pembantu, Jemima memiliki keinginan yang besar dan terkesan tak realistis di lingkungannya.
Di kampung, memang tak aneh menikah di usia 19 tahun. Sayangnya Jemima masih sangat asing dengan pernikahan. Pacaran saja belum pernah. Dia sangat lugu dan tak terjamah. Hanya malam itu saja, dia dipaksa dengan kekuatan fisik seorang pria yang jauh lebih dewasa darinya hingga tak lagi suci.
"Hih! Malah nangis terus! Berisik!" Katrina mengoceh.
Wanita itu pergi ke arah dapur, Jemima tidak tahu untuk apa. Karena tak ada orang di sana, dia semakin menangis meski menahan suaranya hingga dadanya sesak.
Prang!
"Tuh! Mulai kerja sana! Kamu tinggal di sini nggak gratis. Kamu harus gantiin tugas ibu kamu."
Sapu, alat mengepel, ember, dan beberapa lainnya sengaja dijatuhkan ke arah Jemima. Itu semua untuk membuat Jemima berhenti menangis. Katrina terlihat sangat marah dan tidak bisa membiarkan anak pembantu itu menikmati waktu bersedihnya.
"Udah, berhenti nangisnya! Jangan cengeng kamu. Kalo kamu nggak patuh, saya bisa balikin kamu ke rumah ibumu. Supaya kamu dan ibumu malu karena perut kamu yang akan makin membesar nantinya."
Jemima tidak sanggup membayangkan ada di posisi itu. Ibunya sudah memohon pada Jemima agar mau dinikahkan dengan pelaku pelecehannya. Sungguh Jemima tak ingin berada di satu rumah dengan pria itu. Namun, mengingat bagaimana nasibnya, ibunya, dan anak dalam kandungannya nanti, Jemima menuruti kemauan ibunya.
"Kamu denger nggak sih!!?"
"Akh! Sakit-"
Katrina menjambak rambut menantu yang tak diharapkan itu. Dengan seluruh amarah yang muncul, Katrina membuat perempuan muda itu kesakitan.
"Sakit? Kalo nggak mau sakit, kerja! Kalo kamu masih asyik nangis nggak jelas saya jambak kamu sampai kamu sadar. Kamu di sini nggak lebih dari pembantu, jadi jangan bersikap seenaknya dan bikin saya makin marah! Paham?!"
"I-iya, Bu."
Katrina melepaskan jambakannya dan meninggalkan Jemima yang tak bisa berbuat apa-apa. Saat dirinya sudah sepenuhnya berdiri dan membawa alat bersih-bersih, langkah Jemima terhenti begitu melihat seorang pria yang menatapnya dengan datar dari ujung tangga.
Itu dia pelakunya. Jemima menggaris bawahi pria itu sebagai pelaku kejahatan dalam hidupnya. Meski melihat segalanya, pria itu memilih diam dan tidak melakukan apa pun. Jemima semakin paham bahwa pria itu memang tak baik sama sekali.
"Bawa barang kamu ke atas," ucap pria itu.
"Saya tidur di kamar pembantu saja, Tuan."
"Kamar pembantu dipakai sama yang lain. Jangan membantah. Jangan lupa bahwa saya orang yang memimpin kamu! Jangan buat saya ikut kesal dengan kamu seperti mama saya."
Jemima hanya bisa mengangguk dan meminta maaf. Sungguh, hidupnya tak bahagia.
***
"Tidur di bawah."
Itu adalah kalimat pertama yang muncul dari bibir Aryan begitu Jemima berhasil naik ke lantai dua dan membuka kamar pria itu. Perempuan itu sudah pasti tertegun untuk beberapa waktu. Dia bingung apa maksudnya dengan tidur di bawah? Apakah dia harus tidur tanpa alas? Karena yang Jemima lihat sekarang adalah lantai kosong tanpa apa pun.
"Maksudnya saya tidur di lantai, Tuan?"
Aryan terlihat tak suka dengan balasan polos Jemima.
"Kamu itu bodoh, ya? Kamu pikir di rumah ini nggak ada kasur lipat? Kamu ambil dan siapin sendiri kasur lipat buat kami tidur! Tanya mama dimana kasurnya disimpan. Nggak udah bikin saya kesal sama kamu."
Sebenarnya Jemima tahu cara agar pria itu tidak kesal. "Saya tidur di ruang tamu saja, Tuan. Saya nggak mau bikin Tuan semakin kesal."
"Itu justru bikin saya kesal! Gimana kalo ada tamu yang datang tiba-tiba!? Apa yang akan mereka pikirkan kalau kamu tiduran di sana?! Kamu punya otak untuk berpikir, kan? Jangan gegabah kalau mengambil keputusan. Kamu di kamar ini sudah paling tepat. Jangan keluar kalau ada seseorang yang bertamu. Kecuali kamu memang dipanggil mama untuk keluar."
Bagi Jemima yang masih begitu muda. Dia ingin kabur dari sana. Dia ingin kembali bersama ibunya. Di rumah besar ini, tanggung jawab seorang pria yang sudah melakukan hal bejat tidak membuat Jemima merasa nyaman. Keputusan ibunya untuk menikahkan Jemima dengan pelaku pemerkosaannya adalah keputusan yang salah.
"Kenapa? Mau nangis lagi? Kamu nggak puas nangis dan dimarahi mama saya?"
Menahan dengan kuat tangisannya yang memang ingin muncul kembali, Jemima menggeleng. "Maaf, Tuan. Saya nggak akan menangis lagi."
"Bagus. Sekarang kamu beresin barang-barang kamu. Jangan jadikan satu pakaian kamu di lemari saya. Pakai tas kamu untuk menyimpan baju. Rapikan semuanya dan pastikan kamu mengambil kasur lipatnya. Diluar sana, kamu harus bersikap tidak memiliki hubungan apa pun dengan saya. Paham?"
Jemima mengangguk dan tidak banyak berkata lagi. "Iya, Tuan."
Aryan pergi entah ke mana setelahnya, dan Jemima hanya bisa menuruti perintah pria itu. Tak tahu kehidupan seperti apa yang akan dijalaninya setelah ini. Jemima yang tidak tahu apa-apa sangat tersesat di dalam keluarga pria yang sudah menghamilinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top