3.5 : Her Identity
Rain terbangun, kemudian berkedip beberapa kali untuk menyadarkan dirinya. Setelah satu menit berlalu, akhirnya dia sadar sepenuhnya. Rain menoleh ke arah jam dinding, yang sedang menunjukkan pukul lima pagi.
'Ah, aku harus kembali ke Chuo-ku sebentar untuk melapor pada Ichijiku-san,' pikir Rain bangkit dari posisi tidurnya menjadi posisi duduk.
Namun saat Rain mencoba bergerak, dirinya menyadari bahwa ada sepasang tangan melingkar di pinggangnya. Rain menoleh ke sebelah kanannya, mendapati laki-laki bermahkota putih sedang memeluknya dengan erat.
"Samatoki," gumam Rain mencoba melepaskan pelukan Samatoki, "aku harus kembali ke hotelku, hari ini aku harus kembali ke agensiku sebentar."
"Hnggh? Bukannya kau sedang libur?" gumam Samatoki mengusapkan wajahnya ke pinggang Rain.
"Sudah hampir 4 bulan aku libur," sahut Rain meraih ponselnya—meminta salah satu anak buah Chuo-ku yang berada di bawah naungannya untuk menjemput dirinya di taman dekat rumah Samatoki, "aku harus melapor kalau aku masih hidup."
"Apa-apaan itu, merepotkan sekali—kenapa tidak telepon saja?" tanya Samatoki—perlahan mulai sadar.
"Aku juga harus melaporkan kondisi kakiku, mereka tidak akan percaya jika aku hanya menjelaskan tanpa menunjukkan kondisi kakiku."
Mendengar penjelasan Rain membuat pegangan Samatoki melonggar, dan Rain pun turun dari kasur. Iris birunya langsung melihat ke sekitar ruangan—mencari pakaiannya. Namun dirinya berhenti saat melihat refleksi dirinya di cermin.
Rain sedang memakai salah satu pakaian Samatoki, yang panjangnya tidak cukup untuk menjadi mini dress—sehingga sedikit terlihat pakaian dalam yang dia kenakan.
"Lain kali kau harus membawa pakaian tidur saat menginap di sini."
Rain menoleh ke belakangnya, melihat Samatoki sedang menatapnya dengan seringai kecil. Sementara Rain sendiri hanya memutar matanya.
"Aku tidak pernah tahu kapan date kita akan berakhir menjadi acara aku menginap di apartemenmu, hanya karena kau ingin memelukku saat tidur."
"Tapi kau tidak pernah menolak ajakkanku, tuh," balas Samatoki melebarkan seringainya, "tapi tidak apa-apa, melihatmu mengenakan pakaianku jauh lebih seksi ketimbang kau memakai baju tidurmu."
"Baiklah, mulai besok aku akan selalu membawa baju tidur saat kita date," sahut Rain datar—mengenakan roknya yang tergantung di atas kursi yang ada di depan cermin tadi.
Saat Rain sudah melepas pakaian Samatoki dan memasang pakaiannya, sepasang tangan kembali melingkar di pinggangnya, kemudian disusul oleh mendaratnya kepala Samatoki di pundak kanan Rain.
"Tidak perlu, kau bisa menggunakan pakaianku," gumam Samatoki.
"Lalu kenapa kau menyarankanku membawa pakaian tidur, hah?" balas Rain sambil merapikan rambutnya.
"Entahlah, ayo kembali tidur, ini masih pagi."
"Samatoki sayangku, apa kau tidak mendengar ucapanku tadi?"
[][][]
"Ichijiku-san, apa aku boleh memberitahu Aohitsugi Samatoki mengenai identitasku yang adalah anggota Chuo-ku?"
Ichijiku berhenti mengetik, kemudian mengangkat kepalanya untuk menatap Rain yang sedang memandangnya.
"Aku kira dia sudah tahu," komentar Ichijiku kembali fokus pada tugasnya, "tapi kurasa aku bisa memakluminya—karena kecuali kau memakai seragammu di depannya, dia tidak akan tahu kau adalah anggota Chuo-ku."
"Huh?"
"Selain aku dan Otome-sama, tidak ada yang tahu identitas lengkapmu sebagai anggota Chuo-ku, termasuk anak buahmu."
Rain terdiam untuk sesaat—memikirkan alasannya.
"Oh, demi menjaga hubungan Inggris-Jepang tetap baik?" tanya Rain.
Ichijiku mendengus.
"Salah satunya itu, namun bukan alasan utama—hanya aku dan Otome-sama yang tahu alasan utamanya, jadi jangan dipikirkan. Oh—dan jawaban untuk pertanyaanmu, aku tidak melarangmu melakukannya tapi aku menyarankan untuk tidak memberitahunya, Rain."
[][][]
"Apa pekerjaan utamamu berbahaya?"
Rain yang sedang menikmati angin pantai sambil bermain air laut menoleh ke arah Samatoki yang sedang merokok, pandangan mereka bertemu.
"Tidak juga," gumam Rain kembali menoleh ke arah laut lalu menutup matanya, "kenapa bertanya seperti itu?"
"Jika pekerjaan itu berbahaya, keluar dari pekerjaan itu dan fokus pada pekerjaan artismu," sahut Samatoki menghembus asap rokoknya.
"Hah?" Rain langsung menoleh ke arah Samatoki yang sedang mendekatinya.
"Aku bilang jika, jangan kaget begitu," jelas Samatoki, "kau juga tidak harus benar-benar keluar, aku hanya memintamu untuk keluar."
"Tapi kenapa?"
Samatoki hanya memutar matanya, kemudian menjitak kening Rain—membuat sang perempuan mengaduh kesakitan.
"Apa-apaan sih?" protes Rain mengelus keningnya.
Tangan Samatoki yang menjitak Rain kemudian berpindah ke belakang kepala Rain, mempertemukan bibir mereka untuk sebuah ciuman singkat.
"Jadi perempuan jangan tidak peka seperti ini—tentu saja karena aku khawatir padamu," komentar Samatoki melepaskan ciuman mereka kemudian menyeringai, "atau kau memang sengaja agar kucium?"
Pipi Rain memerah dan dia langsung membuang pandangannya.
"Sudah berapa kali kuingatkan untuk tidak menciumku jika kau sudah merokok?" gumam Rain, "dan aku tidak melakukannya dengan sengaja."
"Hm, sudah berapa kali ya?"
Samatoki kemudian meraih tangan Rain dan menarik perempuan itu untuk naik ke pantai—karena hari sudah sore.
"Aku ingin burger," komentar Rain tiba-tiba, setelah mereka keluar dari pantai.
"Kau mengatakan itu setelah aku bilang akan membuat makan malam di rumahku, yang benar saja, kuso onna, apa kau mempermainkanku?" tanya Samatoki.
Rain menatap tajam Samatoki, kemudian mendengus kesal.
"Aku bisa membelinya setelah dari rumahmu, asal kau tahu."
Samatoki hendak membalas, tapi terpotong oleh keributan yang ada di dekat mereka. Rain dan Samatoki menghentikan pembicaraan mereka, kemudian menoleh ke sumber suara, melihat dua orang tampak memulai keributan.
"Keributan apa ini?" gerutu Samatoki berjalan menuju kerumunan.
Rain tersadar beberapa saat kemudian, dan dia langsung bergegas menyusul Samatoki yang sepertinya sedang berdebat dengan dua orang tadi.
"Samatoki, apa yang kau—"
"Akhirnya datang juga kau, sekarang jadi partner rap battle denganku," ucap Samatoki memotong ucapan Rain.
Iris Rain melebar, wajahnya spontan memucat.
"Tunggu, apa!?"
"Ayo keluarkan hypnosis mic punyamu," ucap Samatoki sudah mengeluarkan hypnosis mic-nya, "mereka sepakat tidak akan membuat keributan lagi jika ada yang mengalahkan mereka dalam rap battle."
Rain menggeleng kuat.
"Apa kau sudah gila!? Kenapa kau perlu bantuanku?"
"Ya, aku cukup kuat melawan mereka sendiri," sahut Samatoki mulai menyalakan hypnosis mic-nya, "tapi mereka ingin yang melawan mereka memiliki jumlah yang sama dengan mereka. Terlalu lama menunggu Jyuto atau Riou yang datang."
Samatoki menoleh ke arah Rain, lalu menyeringai.
"Selain itu, aku ingin mendengar rap-mu, kuso onna."
Rain berkedip beberapa kali, terdiam cukup lama, sebelum akhirnya mendengus geli. Tangannya meraih tas selempangnya, lalu mengeluarkan hypnosis mic-nya.
"Karena kau menyuruhku, setelah ini belikan aku burger, you damn horse."
:: :: ::
:: :: ::
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top