3.4 : First Kiss

Rain berkedip kaget melihat Samatoki sudah berada di tempat pertemuan mereka, walaupun masih ada waktu sebelum waktu yang dijanjikan.

"Kau datang lebih awal," komentar Samatoki melihat Rain mendekat.

"Like you're the one talk!" protes Rain.

Samatoki hanya memutar matanya, kemudian mulai berjalan, dengan Rain menyusul di sebelahnya tak lama kemudian.

"Jadi kita mau kemana?" tanya Rain setelah mereka keluar dari pelabuhan.

"Hm, kau yang menentukan," jawab Samatoki.

"Eh, aku?" balas Rain, "k-kupikir kau sudah menentukan tempat mana saja yang ingin kau kunjungi."

Samatoki melihat Rain, kemudian mendengus geli.

"Penampilanmu seperti tuan putri, kuduga kau akan menyeretku kemana-mana saat aku membebaskan pilihan padamu."

Pipi Rain memerah, dan dia membuang pandangannya untuk menyembunyikan wajah merahnya.

"Apa-apaan itu?"

Sejak kecil, Rain tidak pernah mendapat kebebasan untuk memilih.

Memikirkan itu membuat ekspresi Rain berubah sendu, dia menutup matanya sejenak sebelum akhirnya kembali menoleh ke arah Samatoki.

"Kau yang mengajakku, harusnya kau sudah mempersiapkan semuanya," gumam Rain mendengus kesal.

"Benar juga," sahut Samatoki langsung merangkul pinggang Rain, "kalau begitu ayo ke tempat pilihanku."

[][][]

"Kau bebas ingin membeli makanan apa saja, karena aku yang traktir."

Rain memandang beragam jenis makanan dan minuman yang ada di menu. Sebisa mungkin dia menahan senyum yang akan keluar.

Mereka sedang berada di salah satu kafe yang ada di kota Yokohama. Mereka berada di lantai atas kafe tersebut, lantai yang disediakan bagi mereka yang ingin menikmati suasana outdoor.

Rain selalu lemah dengan makanan dan minuman manis, karena sejak kecil dia selalu dimanja dengan makanan dan minuman manis buatan pelayannya.

Tentu saja Rain bisa membeli semuanya dengan uangnya sendiri—namun dia sedang makan bersama orang lain, yaitu Samatoki. Sudah bagai perintah otomatis bagi Rain untuk menahan diri jika ada orang lain—bahkan jika orang lain itu adalah keluarganya sendiri.

"Kalau begitu, aku ingin puding dan kopi saja," ucap Rain menutup menunya, menoleh kepada pelayan yang siap mencatat pesanan mereka.

Samatoki mengangkat sebelah alisnya, sebelum akhirnya memutar matanya.

"Pesan semua makanan dan minuman manis yang ada di menu."

Rain berkedip beberapa kali, kemudian terkekeh.

"Aku tidak tahu kau menyukai manisan," komentar Rain.

Samatoki menatap Rain sejenak, sebelum akhirnya mendengus.

"Kau berpikir demikian?"

Setelah itu mereka berbicara seperti biasa, sampai pesanan yang dipesan datang. Rain diam-diam mengembungkan kedua pipinya saat melihat hidangan manis berada di depannya, tapi mereka semua bukan untuknya.

Rain memandang puding yang dia pesan, sebelum akhirnya dia mengambil sendok dan hendak menikmati pudingnya.

"Tunggu dulu."

Sampai Samatoki meraih pergelangan tangan Rain, menahan gerakan sang perempuan. Rain mengangkat kepalanya lalu menatap heran Samatoki.

"Ada apa?"

Rain berkedip beberapa kali saat melihat Samatoki mengambil puding, kopi serta sendok yang Rain pegang.

"Kau makanlah semua itu," ucap Samatoki menunjuk pesanannya.

"Eh, kenapa?" kaget Rain.

"Aku tidak main-main saat bilang kau seperti tuan putri, dan kau pikir aku tidak melihat wajah ngambek itu saat melihat pesananku datang," jawab Samatoki.

Pipi Rain spontan memerah, dan dia hanya membuang pandangan dengan malu.

"Kau tahu," ucap Samatoki mulai memakan pudingnya, "selama bersamaku, kau bebas melakukan apa yang kau mau."

Iris Rain melebar, kemudian secara perlahan dia menoleh ke arah Samatoki yang fokus pada pudingnya.

'Bebas melakukan apa yang aku mau?'

Rain terdiam, sebelum akhirnya tertawa kecil.

"Hee—kalau begitu aku serahkan padamu, Samatoki."

Samatoki mengangkat kepalanya—mendapati Rain sudah mulai memakan manisan yang dia pesan dengan senyum kecil. Samatoki hanya mendengus geli.

Walaupun tidak selebar dari senyum biasanya, setidaknya senyum ini lebih jujur.

[][][]

"Pantai?" Rain menoleh heran Samatoki.

Setelah menghabiskan waktu di kafe, tanpa mereka sadari, hari sudah sore menjelang malam sehingga mereka keluar dari kafe dan berkeliling sejenak sampai malam datang.

"Di saat seperti ini tidak akan ada banyak orang di sana, kulihat kau terlihat tidak nyaman dengan perhatian yang kau dapat dari banyak orang saat kita berkeliling tadi," komentar Samatoki.

"Ah, ya begitulah," sahut Rain sedikit canggung.

"Pantai, kalau begitu," sahut Samatoki dan mereka berdua pergi ke pantai.

Sesampainya di pantai, suara ombak menyapa mereka, tanpa sadar membuat Rain kembali tersenyum.

"Dari dulu aku ingin pergi ke pantai saat malam," komentar Rain.

Saat kakinya sudah menginjak pasir pantai, Rain melepas heels miliknya dan langsung melemparnya ke arah Samatoki—yang tentu ditangkap olehnya.

"Oi! Kau pikir aku babumu, hah!?"

"Bukannya kau bilang sendiri? Selama bersamamu, aku bebas melakukan apa yang aku mau," sahut Rain tertawa sambil mendekati bibir pantai.

Saat kakinya menyentuh air laut, Rain langsung merinding karena dinginnya air.

"Airnya lebih dingin dari yang kuduga," komentar Rain tertawa.

Samatoki hanya mengangkat sebelah alis dengan heran.

"Ada apa denganmu, kau tidak seceria ini sebelumnya. Apa kau mabuk karena makan banyak gula saat di kafe tadi?"

Rain hanya memutar matanya.

"Dan kau pikir salah siapa?" tanya Rain.

"Hm, tapi kau tidak protes saat kuberi makanan dan minuman sebanyak itu," balas Samatoki menyeringai.

Rain menatap kesal Samatoki, sebelum akhirnya menendang air laut ke arah Samatoki, membuat sang laki-laki spontan mundur.

"Oi, cari masalah ya?" sambar Samatoki.

"Hm, tidak tuh," balas Rain menyeringai.

"Oh, kau yang meminta ya," sahut Samatoki tersenyum kesal, mulai melepas sepatu yang dia kenakan dan melipat celana yang dia gunakan.

Rain yang melihat itu spontan mencoba untuk melarikan diri, namun baru beberapa langkah dia berlari, tangannya sudah dipegang oleh Samatoki.

"Eh, tunggu—"

"Kau pikir kau bisa kabur—"

Namun karena Samatoki menarik tangan Rain, dan Rain sendiri tidak menduga akan ditarik—keseimbangan Rain terganggu membuat sang perempuan menubruk Samatoki dan membuat mereka berdua jatuh ke air.

"Gah! Dingin!" pekik Samatoki yang menyentuh air duluan.

"Salahmu—"

Namun Rain menghentikan ucapannya saat dia tersadar bahwa dia berada di atas Samatoki, dengan tubuhnya bertumpu pada Samatoki dan kedua tangan sang laki-laki memegang pinggangnya.

"Huh, sepertinya kau baik-baik saja jika bisa membalas dengan ngegas," komentar Samatoki menyeringai—sukses membuat pipi Rain memerah.

"Apa sih—" ucapan Rain kembali berhenti, namun kali ini karena Samatoki memegang dagunya lalu mencium sang perempuan.

Rain membatu, bahkan sampai Samatoki melepas ciumannya.

"Apa-apaan wajahmu itu," komentar Samatoki tertawa, "kau terlihat seperti baru mendapat ciuman pertamamu."

Pipi Rain semakin merah, dan dia langsung menenggelamkan wajahnya ke dada Samatoki yang basah.

"Bagaimana kalau kujawab iya? Bahwa itu memang ciuman pertamaku?"

Kali ini Samatoki yang terkejut, namun dengan cepat berubah menjadi seringai lebar. Kepala Rain kembali diangkat. Pandangan mereka saling bertemu, sebelum akhirnya tangan Samatoki berpindah ke belakang kepala Rain, kembali mendekatkan wajah mereka.

"Begitu ya? Kalau begitu akan kuajarkan caranya berciuman, karena kita akan sering melakukannya mulai sekarang."

Setelah itu Samatoki kembali mempertemukan bibir mereka berdua.

:: :: ::

:: :: ::

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top