3.1 : Little Help

Rain hanya bisa terkekeh.

"Benar apa yang dia katakan," sahut Rain, "aku datang hanya untuk melihat mereka menang."

'Tapi masih ada beberapa battle rap yang harus mereka menangkan untuk menjadi perwakilan divisi Yokohama.'

Rain melihat ke langit yang sudah gelap.

'Sebaiknya aku segera pulang,' pikir Rain melihat ponselnya, 'aku juga sudah menerima laporan dari rekanku mengenai siapa saja yang lolos.'

Rain melangkah menuju hotel tempat dia menginap, namun langkahnya terhenti saat melihat pemandangan yang ada di depannya. Terlihat sekelompok laki-laki yang sedang bersantai—menutupi jalan untuk lewat, lebih tepatnya.

'Mereka ... bukannya mereka tim yang kalah melawan MTC tadi?' pikir Rain mengerutkan alisnya, perlahan melangkah mundur.

"Oi Rain, apa tidak ada jalan lain selain ini?"

Rain menggeleng, dan dapat dia rasakan detak jantungnya mulai tidak normal.

'Aku harus mencari tempat lain—'

"Oh lihat, nona yang kita tunggu sudah datang."

Iris Rain melebar saat mereka menoleh ke arahnya. Wajahnya mulai memucat.

"Kau anggota Chuo-ku, kan? Tadi sebelum battle aku melihat kau berbicara dengan MTC—mereka pasti menyuapmu, kan?"

Namun Rain tidak bisa bergerak, semua traumanya kembali terulang di iris birunya.

Laki-laki, dia sendirian, dan tempat gelap.

Itulah hal yang terakhir Rain ingat sebelum dia tidak sadarkan diri.

[][][]

Saat tubuh Rain mulai kehilangan keseimbangan dan akan terjatuh, tiba-tiba salah satu kaki Rain bergerak ke depan untuk menopang tubuhnya, mengembalikan keseimbangannya.

"Traumanya sangat menakutkan, sampai membuatnya jatuh pingsan."

"Hah, apa yang kau gumamkan itu?"

Rain mengangkat kepalanya, namun iris birunya kini terlihat lebih gelap dari biasanya. Rain—Dark Rain—membuka dan mengepalkan tangan kanannya, kemudian menoleh ke arah sekelompok laki-laki tadi, yang mulai mendekatinya.

'Sial, walaupun aku bisa menggerakkan tangannya, kakinya masih tidak bisa kugerakkan, dan kakinya tidak bisa berhenti gemetaran.'

"Sepertinya aku hanya punya satu cara."

Dengus geli keluar dari mulut Dark Rain.

'Walaupun kau bilang tidak ingin menggunakan hypnosis mic, tetap saja kau masih mau membawanya.'

Tangan kanan Dark Rain meraih tas selempangnya, hendak mengambil hypnosis mic yang dia bawa—

"Tidak aku sangka kalian sangat pengecut sampai menyerang perempuan."

—namun ada yang menginterupsi dirinya.

'Suara ini? Aohitsugi Samatoki?"

Dark Rain menoleh ke belakangnya, dan benar dugaannya.

Samatoki kini sedang berjalan mendekatinya. Samatoki yang menyadari kaki Rain yang tidak berhenti gemetaran mengerutkan alis tidak suka, kemudian menatap Rain.

"Oi onna, kau gemetaran."

Dark Rain menatap kakinya sejenak sebelum akhirnya menoleh ke arah lain. Tangannya yang awalnya hendak meraih tasnya, dia gerakkan untuk memegang lengan tangan kirinya. Perlahan Dark Rain meremas lengannya.

"Aku ... baik-baik saja."

Samatoki menggertakkan gigi, akhirnya menatap sekelompok laki-laki tadi.

"Berpikirlah dua kali sebelum mendekati perempuan, brengsek."

[][][]

Rain membuka matanya perlahan, perlahan mulai sadar.

"Uhh?"

"Sudah sadar?"

Rain berkedip beberapa kali, menyadari bahwa dia sedang berada dalam posisi digendong di punggung seseorang, dan sedang dalam perjalanan entah ke mana.

Punggung Samatoki, lebih tepatnya.

"Apa yang terjadi?"

Samatoki berhenti dan terdiam sesaat, sebelum akhirnya kembali berjalan.

"Kau dikepung oleh tim yang kalah tadi, jadi aku menyelamatkanmu. Tapi setelah itu kau pingsan, jadi aku membawamu."

"Begitu ... ya?"

Iris Rain melebar lalu melihat ke sekitarnya.

Ini bukan jalan menuju hotel tempatnya menginap.

"K-kau mau membawaku ke mana!?" tanya Rain dengan panik.

"Hei jangan berontak seperti itu!" sambar Samatoki, "kujatuhkan loh!"

Rain terdiam.

"Aku membawamu ke rumahku—"

"HAH KENAPA!?" pekik Rain dengan wajah spontan yang memerah.

"SELESAIKAN AKU BICARA, KUSO ONNA!"

"KUSO ONNA!?"

Samatoki menghela napas panjang, tapi tetap melanjutkan langkahnya.

"Aku tidak tahu di mana kau menginap, dan aku yakin kakimu tidak bisa bergerak sekarang, mengingat aku melihatnya gemetaran begitu hebat tadi."

Rain berkedip beberapa kali, dan rona merah di pipinya kembali muncul.

"O-ooh."

Samatoki mendengus geli, dengan seringai nakal muncul di wajahnya.

"Kau pasti memikirkan yang iya-iya, benar atau tepat?"

"HAH!?"

Rain mengerutkan alis tak suka, lalu memukul kepala Samatoki yang tentu membuat sang laki-laki marah

"KENAPA MEMUKULKU!?"

"Diam," gerutu Rain menyandarkan kepalanya ke bahu kanan Samatoki.

Samatoki hendak membalas, namun saat dia merasakan sensasi panas di bahunya, dia menutup mulutnya lalu kembali mendengus.

"Aku bisa menebak jawaban dan ekspresimu dari ini."

"Shut up, you shitty horse."

"APA KATAMU!?"

[][][]

Rain melihat sekitarnya dengan canggung. Sekarang mereka sudah sampai di depan rumah Samatoki—apartemen, lebih tepatnya.

"Um ...."

"Apa kau sudah bisa berdiri?"

"Ya."

Rain mengangguk mantap. Saat Samatoki menurunkan Rain, di luar dugaan kaki Rain masih tidak bisa menopang tubuh Rain, membuat sang perempuan tersungkur ke depan. Namun Samatoki langsung menangkap Rain dengan memegang kedua bahunya.

"Ya, katanya," ejek Samatoki.

Sebelah mata Rain berkedut, namun perempuan itu hanya diam.

"Pegang ini," ucap Samatoki memberikan kunci pada Rain.

Rain memiringkan kepalanya, namun dia langsung memekik kaget saat Samatoki kembali mengangkatnya, kali ini dengan posisi tuan putri.

"Kenapa mengangkatku dengan posisi seperti ini!?"

"Aku capek harus berjongkok lagi, dan kita sudah sampai juga, cepat buka pintunya," sahut Samatoki berdiri di depan pintu apartemennya.

Rain menggerutu, namun melakukan apa yang dipinta. Setelah pintu terbuka, Samatoki langsung masuk dan melepas sepatunya, lalu berjalan menuju ruang TV. Sesampainya di sana, Samatoki mendudukkan Rain di atas sofa. Rain segera melepas heels yang dia kenakan.

"Tunggu di sini."

"Em, Aohitsugi Samatoki."

Samatoki yang hendak keluar dari ruangan itu berhenti, lalu menatap Rain.

"Apa?"

"Terima kasih karena sudah menyelamatkanku tadi."

Samatoki terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya kembali berjalan.

"Sama-sama, dan panggil saja namaku—kau seperti guru yang sedang mengabsensi muridnya saat memanggilku."

:: :: ::

:: :: ::

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top