1.0 : Her Life as Family's Masterpiece?

{ 20 years old }

"Aktris muda yang terkenal, Rain Victoria Eastaugffe, berhasil memenangkan piala Oscar sebagai artis perempuan multi talenta!"

"Dia seperti kakaknya yang juga memenangkan piala Oscar yang sama, sebagai artis laki-laki multi talenta."

"Ah, kakaknya, Stafez, banyak menerima piala Oscar selama empat tahun terakhir."

"Dan adiknya, Fanz, memiliki bakat yang mulai terlihat."

"Benar sekali! Sepertinya banyak agensi yang ingin mengajak laki-laki muda itu masuk ke agensi, walaupun laki-laki itu baru berusia 14 tahun."

Suara televisi dimatikan, sementara sosok yang mematikan televisi itu hanya menghela napas.

"Lagi-lagi hanya dianggap berita lewat ...."

Suara ketukan di pintu menarik perhatian sosok tersebut.

"Nona Rain, Tuan dan Nyonya memanggil Anda untuk makan malam."

Perempuan itu tak membalas, dia hanya menaiki kursi yang ada di depannya. Beberapa saat kemudian ketukan kembali terdengar, kali ini terdengar lebih keras.

"Nona Rain, apa Nona tidur?"

Rain memandang tali yang ada di depannya dengan tatapan kosong.

"Sekali lagi ...," ucap Rain memasukkan kepalanya di antara tali yang melingkar itu.

Tali berhasil melilit di sekitar lehernya, dan perempuan itu langsung menendang kursi yang ada di bawahnya. Napasnya langsung tercekat, dan perempuan itu berusaha sekuat mungkin untuk tidak memegang lehernya.

"... s-sekali saja, aku ingin bebas, untuk terakhir k-kalinya."

Pandangan Rain perlahan menggelap, dan hal terakhir yang dia lihat adalah suara pintu yang terbuka dan teriakan keluarganya.

[][][]

'Gelap ....'

'Berarti aku sudah mati, kan?'

'Baguslah ... karena ....'

'Berapa kali pun aku mencoba, Mama dan Papa tidak akan pernah menoleh ke arahku ....'

'Mereka selalu membanggakan Kakak dan Adik ....'

'Mereka tidak pernah melirik anak tengah sepertiku.'

'Walaupun aku sudah menuruti semua keinginan mereka sejak kecil ....'

'Walaupun sejak kecil aku sudah mengikuti semua jadwal bermain piano, menari, latihan biola, balet, akting ....'

'Tapi tetap saja ....'

'... cahaya apa itu?'

"Dokter! Pasien mulai menunjukkan tanda-tanda sadarkan diri!"

"Hubungi keluarganya!"

Rain membuka matanya perlahan, dan hal pertama yang dia lihat adalah ruangan serba putih, dan beberapa orang yang tidak dikenal.

'Aku ... masih hidup?'

"Rain."

Merasa namanya terpanggil, Rain menoleh ke sebelah kanannya dan melihat sang kakak dan sang adik sedang berdiri menatapnya, pandangannya buram karena dia tidak memakai contact lens ataupun kacamata, jadi dia tidak tahu ekspresi apa yang kakak dan adiknya tunjukkan.

"Mama dan Papa ... di mana?"

"O-ooh," terlihat sang kakak membuang pandangan, "mereka sibuk ... mereka pergi ke Amerika untuk bekerja, sehari setelah kau masuk rumah sakit."

'Mereka bahkan tidak membatalkan pekerjaan mereka ..., apa yang kuharapkan?'

"Sudah berapa lama aku di rumah sakit?"

"Tiga minggu," terdengar suara datar sang adik menjawab.

"Begitu ya?" gumam Rain menghela napas.

Kemudian sang kakak memberikan kacamata pada Rain, dan sang adik menegakkan kasur untuknya. Setelah memakai kacamata, barulah jelas ekspresi yang kedua saudaranya buat.

Ekspresi khawatir, dari sang kakak.

Ekspresi marah, dari sang adik.

'Kenapa aku sempat berharap Fanz memasang ekspresi selain marah saat menatapku? Tentu saja sejak kecil dia memang tidak pernah menyukaiku.'

"Apa kau sudah baik-baik saja—"

"Sudahlah, Kak Staz," potong sang adik—memanggil kakak tertuanya dengan nama panggilan khusus saat hanya ada mereka bertiga, "Kak Ra hanya mencari perhatian Mama dan Papa, seperti biasa, walaupun baru pertama kalinya dia menggunakan cara bodoh ini."

"Fanz, tenanglah dulu—"

"Aaah, dari kecil aku memang tidak pernah bisa akur denganmu, Fanz," potong Rain mengacak rambutnya lalu menatap tajam adiknya, "aku tidak mau ada bocah di sini."

"Tch, dari awal aku memang tidak berniat menjengukmu, baru kali ini aku menjengukmu selama tiga minggu terakhir, hanya Kak Staz yang mau menyia-nyiakan waktu berharganya dengan menjengukmu setiap hari," kemudian Fanz keluar dari ruang rawat Rain, meninggalkan kedua kakaknya di ruangan itu.

Stafez yang melihat ini hanya bisa menghela napas kemudian menoleh ke arah Rain.

"Ya, aku tahu," ucap Rain sebelum sang kakak berbicara, "aku sang kakak, jadi aku harus mengalah pada adikku, dan aku juga sudah dewasa jadi aku harus menghadapi ucapannya dengan kepala dingin."

Rain menatap sang kakak lalu tersenyum, walaupun dia dan sang kakak tahu senyum yang diberikan adalah senyum kosong tanpa makna.

"Jadi, apa ada yang ingin kakak sampaikan lagi?"

Stafez terdiam sejenak sebelum akhirnya menunjuk lehernya.

"Luka di lehermu," ucap sang kakak memulai, "tidak bisa hilang padahal pihak rumah sakit sudah berusaha yang terbaik."

Rain kemudian mengambil cermin dan sebelah tangannya memegang lehernya. Saat cermin dihadapkan di depannya, dapat Rain lihat sebuah garis ungu yang melingkar di sekitar lehernya.

"Sepertinya akan permanen," komentar Rain kemudian iris birunya yang kusam menatap iris emas sang kakak, "ada lagi?"

Stafez kembali menghela napas, "aku sebenarnya menentang ini tapi ini perintah Mama dan Papa, jadi aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti mereka."

Kemudian sang kakak mengeluarkan amplop putih dan memberikannya pada Rain.

"Papa dan Mama ingin kau menghadiri pertunangan itu, calonnya adalah salah satu anak dari klien Papa—mereka bilang jika pertunangan ini berhasil maka perusahaan keluarga akan semakin berkembang."

"Begitu, ya?"

"Kau bisa menolaknya, Rain—"

"Mana mungkin kutolak, kak," potong Rain terkekeh, "pernahkah kau lihat aku menolak permintaan mereka sejak kecil sampai sekarang?"

Stafez kembali terdiam, dirinya merasa frustrasi dengan status adik perempuannya sekarang.

Seperti boneka pajangan—yang siap melakukan apa yang pemiliknya minta.

"Kak, pasti kakak sedang sibuk dengan jadwal kakak, kan?" tanya Rain, "terima kasih sudah menjengukku tiap hari—tapi kakak bisa pergi sekarang."

"Rain—"

Rain mengangkat sebelah tangannya, yang memegang surat pertunangan.

"Atenttion's seeker sepertiku harus menerima hukuman dalam bentuk apa pun itu," ucap Rain, "dan hukuman yang kuterima adalah pertunangan ini."

"... baiklah—aku akan berkunjung lagi nanti."

"Mhm, sekali lagi terima kasih kak."

Stafez pun meninggalkan ruang rawat Rain—meninggalkan perempuan itu sendiri. Suasana menjadi sunyi, dan Rain hanya bisa menghela napas panjang.

"Ya, sayang sekali aku berhasil hidup, dan kini harus menghadapi ini."

.

.

.

Dalam kehidupan seorang pencipta, selalu ada karyanya yang membekas.

"Ini adalah karya pertamanya sebelum beliau terkenal."

"Ini adalah karya terakhirnya sebelum beliau menutup usia."

Lalu bagaimana dengan karya yang berada di antara dua karya tersebut?

"Tentu saja 'mereka' hanya akan menjadi pajangan, benar?"

:: :: ::

:: :: ::

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top