Madam Juwita
"Kalian jangan gitu," tegur Pak Yunus sebelum terdistraksi oleh bunyi janggal yang cukup keras dari koper yang ditarik paksa oleh Anulika. Kentara sekali bahwa kopernya tidak seimbang gara-gara ada kerusakan pada bagian roda.
Oleh karenanya, beliau spontan mendekat dan menawarkan diri untuk membantu, tetapi sayangnya, sama seperti responsnya terhadap Juwita, gadis itu menolak. Bahkan terselip nada datar, membuat Pak Yunus menatapnya dengan sebelah alis terangkat.
"Nggak usah, Pak. Saya bisa sendiri."
Padahal jangankan menerima bantuan, gadis itu tidak cukup sekali meminta bantuan lewat tatapan mata setiap berpapasan di koridor dengan setumpuk buku tugas di tangan. Meski prinsip mandiri sudah melekat dalam dirinya, tetap saja gadis itu adalah tipikal yang bakalan manja jika sudah terlampau akrab. Namun baru kali ini, gadis itu bersikap seolah-olah beliau adalah orang asing.
Pak Yunus sudah siap membuka mulut untuk bertanya, tetapi diinterupsi begitu saja oleh Juwita, "BAPAK BUKANNYA MAU URUS PERSIAPAN CAMPING, 'KAN? BIAR KAMI AJA YANG NEMENIN MA--hng... ANULIKA MAKSUD SAYA."
Suaranya terdengar lantang. Bagi ketiga remaja lain mungkin merasa wajar jika gadis itu berteriak mengingat jarak yang cukup jauh satu sama lain antara dia dengan Pak Yunus, juga sebagai pertimbangan karena mereka tengah berada di pelataran Villa Bukit Hambalang yang luas, tetapi tidak untuk Pak Yunus secara pribadi karena ada alasan kuat di baliknya.
Ini terkait dengan diskusi rahasia beberapa waktu yang lalu, tepatnya saat beliau mengajak Juwita berdiskusi. Suara lantangnya seolah berfungsi sebagai alarm, yang membuat beliau seketika mawas diri.
"OH, IYA!" Pak Yunus terhenyak sebelum bergelagat setuju. Namun sayangnya, beliau terlalu kentara menunjukkan kekagetannya, yang jatuhnya jadi cukup berlebihan jika situasinya hanya diingatkan untuk hal yang sudah seharusnya adalah tanggung jawabnya. "UNTUNG KAMU INGETIN, JUWITA!"
Pak Yunus tidak membutuhkan waktu yang lama untuk meninggalkan lokasi, bahkan langkahnya terlalu buru-buru seolah terkena serangan diare mendadak sementara Juwita menatap kepergiannya dengan bibir yang terlipat ke dalam mulut sebelum menggeleng-geleng.
Ckckck.... Pak Yunus kentara banget, sih. Juwita membatin sebelum tertawa garing dan berputar untuk menghadap Justin. Dengan gerakan tangan yang tangkas, gadis itu berhasil merebut buku catatan beserta pulpen, kotak P3K, dan kantong super besar yang entah apa isinya tetapi ber-massa ringan.
Aksinya juga tidak terlihat alamiah, membuatnya terlihat seperti bocah yang dipaksa belajar akting.
Namun, gadis itu beruntung karena Justin lebih berfokus pada apa yang direbutnya, bukan pada gerak-geriknya yang mencurigakan. Sebagai gantinya, Saskara memperhatikan semua itu dalam diam dan mulai berasumsi, tetapi masih terlalu mager untuk bertanya.
Saskara tidak perlu peduli selama tidak ada kaitan dengan dirinya. Dalam diam, cowok itu bermaksud menyusul Pak Yunus, tetapi diurungkan saat melihat Anulika yang masih berkutat dengan kopernya.
"Eh, ngapain lo?" Justin protes.
"Lo jelas butuh asisten. Gue bantuin, ya? Tenang aja, nggak usah bayaran. Lo cukup patuh sama gue."
"Gue nggak butuh asis--"
Kata-kata Justin refleks terpotong gara-gara keagresifan Juwita yang menggamit lengannya tanpa permisi. Cowok itu hendak melontarkan kalimat protes lainnya, tetapi entah mengapa pita suaranya seolah sedang mengalami gangguan sehingga anehnya, dia menurut saja saat gadis itu menuntunnya melangkah.
Mau tidak mau Justin jadi galau sendiri karena tiba-tiba berprasangka kalau Juwita mempunyai bakat dalam menghipnotis sehingga berhasil membuatnya mengikuti kemauan dia tanpa protes.
"Sas, lo bantuin Anulika aja, ya?" ujar Juwita sok mengatur, yang segera memberi Saskara pemahaman atas tindakan mencurigakan barusan. Mengingat gelagat Pak Yunus yang juga tidak biasa, segera memberikan pemahaman susulan yang efeknya menjadi dua kali lipat layaknya double kill dalam dunia gim.
Benar saja, selama sepersekian detik adu tatap-menatap, Juwita masih sempat-sempatnya menghadiahkan kedipan nakal pada Saskara, seolah-olah mengiakan apa yang tengah dia pikirkan.
*****
"Lo punya rencana terselubung, 'kan?" tembak Justin setelah dia dan Juwita menyusuri jalan setapak menuju area yang lebih terbuka. Dari kejauhan sudah terlihat plang kayu berukiran 'Camp. SALAK' yang mana menjadi petunjuk di mana area camping mereka berada.
Namanya agrowisata yang berfokus pada bidang pertanian dan perkebunan, reputasi Vila Bukit Hambalang seolah sudah melekat pada jiwa petualang yang suka bereksplorasi, bahkan branding-nya juga sebagus itu bagi sekolah-sekolah yang menjadikan ajang camping sebagai tradisi. Benar saja, Juwita bisa melihat pelajar dari sekolah lain yang sibuk berkumpul di sebelah utara.
"Ternyata ada yang lagi berkemah juga kayak kita. Bakal muat nggak, sih, area camping kita nanti?"
"Ck, gue lagi ngomong sama lo!" Justin geregetan, kesal dengan Juwita yang mengalihkan topik. "Lo sengaja, ya, bikin gue kesel?"
"Ho'oh. Siapa tau bisa bikin lo jatuh cinta--"
"Heh!" Seluruh wajah Justin kini memerah karena tengah menahan emosi, tetapi Juwita malah mengartikan perubahan warna itu sebagai ungkapan dari rasa malunya.
"Tuh, lo blushing. Cepet juga, ya, jatuh cintrong sama gue."
"Juwita!"
"Ya, Sayang?" respons Juwita sebelum menertawakan ekspresi Justin habis-habisan. "Modar... Modar... lo lucu juga ternyata."
"Pertanyaan gue belum dijawab."
"Tenang... tenang. Gue bakal jawab semuanya. Gue janji, tapi gue punya syarat."
"Apa?"
"Pas nentuin pemain buat main paintball, lo harus atur supaya kita berpasangan trus Anulika pasangannya sama Saskara."
"Apa lo bilang?"
"Lo bagian yang ngatur nama-nama kelompok, 'kan? Nah, gue mau kita berempat sekelompok."
"Gue ingetin, ya. Lo itu seorang pelajar, bukannya mak comblang." Justin mengejek sembari mempercepat langkah supaya bisa segera sampai. Semakin lama berada di sebelah Juwita nyatanya membuat cowok itu semakin frustasi.
"Madam Juwita. What a big honour! Thank you!" ucap Juwita yang entah sedang menyindir atau justru bersenang-senang.
Entahlah, Justin tidak mau tahu. Yang penting baginya sekarang adalah dia berharap agar waktu segera berlalu karena jujur saja, dia agak mager mengikuti Pelatihan Kepemimpinan ini.
Ditambah kondisi tubuhnya yang kurang prima membuat suasana hatinya bertambah buruk.
"Muka lo pucat. Sakit, ya?" tanya Juwita ketika keduanya sudah sampai di plang 'Camp. SALAK'. Sudah banyak siswa yang berkumpul dan mereka sedang sibuk mendirikan tenda.
"Nggak usah sok peduli."
"Hate comments aja terus, nggak apa-apa. Lama-lama bakal jadi care comments saking seringnya komenin gue." Juwita menyeringai, diiringi kedua tangan yang bergoyang sedemikian rupa seakan sedang melakukan serentetan aksi jampi-jampi.
Beruntung barang-barang yang dibawa Juwita tidaklah berat dan segampang itu untuk dia kalungkan pada kedua pergelangan tangannya.
"Dih! Ngapain, sih?"
"Jampi-jampi. Gue doain lo bucinin gue. Bakal gemesin kayaknya."
"Jangan mimpi!"
"Mimpi itu keberhasilan yang tertunda. Lo nggak tau, ya, udah berapa banyak orang yang sukses berkat impiannya? Sebab mimpi mendorong obsesi hingga membuat orang gencar dengan apa yang mereka mau."
"Debat sama lo nggak ada habis-habisnya. Udah, ya, gue mau urus absen dulu."
"Cieee, udah izin-izin segala sama gue. Tuh, kan, gue bilang apa? Lo udah mulai--"
"Maksud gue, siniin buku catatan gue! Kan, lo yang pegang!"
"Ups." Juwita spontan mendengkus. "Kirain."
"Sini, cepetan!"
"Iya, deh, iya. Ck. Bentar, gue masukin kantong tadi." Juwita melepaskan belenggu kotak P3K dari pergelangan tangan sebelah kanan sebelum meletakkannya di atas rumput. Lantas, gadis itu melakukan hal yang sama pada pergelangan tangan yang lain, tetapi sayangnya, cukup sulit melepasnya karena entah bagaimana cara Juwita membawanya hingga terlilit.
"Ck!" Justin mendecak tak sabar, lantas ikut meletakkan semua barang bawaannya di atas tanah sebelum menyentuh tangan Juwita. Tujuannya tentu ingin melepas ikatan kantong yang melilit pergelangan tangan Juwita, tetapi bagi semua orang yang menonton, aksi keduanya mirip dengan salah satu adegan klise dalam drama FTV. Jika saja ada yang mengaktifkan lagu tema romansa sebagai backsound-nya, tentu akan memaksimalkan scene itu.
Seperti yang bisa diduga, semua siswa menunjukkan reaksi heboh hingga berhasil menghentikan aktivitas mendirikan tenda.
"KYAAA! JUSTIN SAMA JUWITA!"
"Woi! Nggak takut dihukum tentara, ya, kalian?!"
"Heh! Pacaran terus! Bikin uwuphobia aja!"
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top