Homeroom Teacher
Saskara sukses terdistraksi oleh empasan benda keras di sebelah bangkunya yang ternyata adalah tas, begitu pula dengan sejumlah murid yang berada di sekitar situ. Meskipun demikian, di antara respons yang tidak ada bedanya dengan mendumel, tanggapan Saskara yang paling kalem padahal posisinya paling dekat dengan sumber 'kericuhan'.
Saskara bisa saja kelihatan diam dan bertingkah seolah hanya dia yang hidup sendirian di dunia, tetapi indra pendengaran dan penglihatannya berfungsi dengan baik. Kesan pertama gadis itu bagi Saskara adalah sepertinya dia cukup dikenal oleh beberapa murid, terbukti dari sapaan yang dia dapat setelahnya. Awalnya Saskara kira, gadis itu akan disuguhi kata-kata simpatik karena harus berteman-sebangku-kan dirinya selama setahun ke depan, tetapi ternyata konteksnya agak berbeda.
Oleh karenanya, bisa dibilang, Saskara merasa kasus kali ini cukup unik dan untuk pertama kalinya merasa senasib dengan gadis yang entah namanya siapa itu.
"Eh, Juwita, ya?"
"Iya. Lo Jeremy, 'kan?"
"Iya. Eh, serius, ya, lo masuk sini? Hmm, sori, bukannya ledekin lo atau apa, tapi seinget gue ada yang namanya Juwita dan seharusnya dia lebih unggul dari lo. Apa input datanya salah, ya?"
"Hmm... maksudnya apa, ya, lo ngomong gitu?" Juwita bertanya pelan, tetapi Saskara tahu intonasinya sarat akan nada yang dingin.
"Eits, jangan tersinggung dulu kali. Gue cuma nanya doang. Bawa selow aja kali, nggak usah baper."
"Hebat, ya, manusia zaman sekarang." Juwita tiba-tiba berkata, tetapi berniat menjelaskan sehingga dia hanya menatap sinis Jeremy selama jeda yang terjadi di antara keduanya. Situasinya mendadak terasa mencekam karena mayoritas murid mulai membaui adanya pertikaian dan kelas spontan tenang secara tak terduga.
"Hah?"
"Enteng banget suruh jangan baper dan bawa selow ketika lo sendiri nggak bisa ngerti yang mana boleh diucapkan yang mana nggak. Jangan mentang-mentang kelas ini paling unggul trus jadi belagu, ya?"
"Apa lo bilang?" Jeremy mulai ngamuk, tetapi Saskara tahu gadis yang bernama Juwita tidak mungkin kalah.
Entahlah, meski baru pertama kali mengenal dan melihat rupa gadis itu dalam posisi yang agak dekat, jujur saja bagi Saskara seperti ada yang berbeda seperti wujudnya benar-benar tidak asing.
"Jangan mentang-mentang influencer, trus bisa belagu, ya, lo!" Jeremy menuding Juwita tepat di depan hidungnya dengan nyalang.
Ternyata benar apa yang sempat diasumsikan oleh Saskara. Gadis yang bernama Juwita itu... rupanya mempunyai porsi sendiri dalam popularitas. Mendengar kata influencer berarti satu hal; Juwita setenar itu dalam dunia sosial media. Minimal dia adalah selebgram seperti orang-orang famous lain yang jumlah pengikutnya sudah banyak.
"Oh, jadi yang nggak ada status boleh seenaknya ngomong? Kebalik nggak, sih? Bukannya kalian yang murid teladan seharusnya tahu cara ngasih teladan? Kalo para influencer gue taunya, sih, bisanya mempengaruhi orang-orang biar percaya sama apa yang kita branding-kan."
"Udah keterlaluan dia!" Jeremy sudah kepalang emosi. Dia hampir saja menerjang Juwita jika tidak dihalangi oleh derap langkah yang berat dan cepat yang mana menandakan kehadiran guru.
Bisa dipastikan, beliau adalah Wali Kelas angkatan XII IPA-1 karena sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun. Kentara sekali langkahnya terburu-buru seperti sedang dikejar oleh hewan buas selagi keringat sebesar biji jagung terus mengaliri bagian pelipisnya.
"Waduh, Bapak sudah super telat! Maafkan Bapak, ya--hmm... ini kenapa sunyi senyap begini?" tanya Pak Yunus yang menatap satu per satu anak didiknya di kelas. Tatapannya sempat berhenti cukup lama ke bagian pojok depan yang mana merupakan area Saskara, seolah-olah beliau mendapat bisikan bahwa sedetik yang lalu sempat terjadi perdebatan sengit. Baik Juwita maupun Jeremy terdiam seribu bahasa, bersikap seakan tidak ada yang terjadi dan mungkin itulah sebabnya mengapa suasana di kelas terasa jauh lebih canggung daripada yang seharusnya.
Namun siapa sangka, Pak Yunus malah memaknainya dengan cara yang berbeda. Dengan sepasang lesung pipi yang menghiasi senyumannya, beliau memuji, "Kelas ini sepertinya lumayan anteng. Akhirnya setelah bertahun-tahun mengajar di kelas yang super ribut, Bapak diberi kesempatan untuk mengajar di kelas yang lebih tenang. Mungkin ini ada hubungannya dengan prestasi akademik. Kelas ini yang paling unggul, toh?"
"Iya, Pak." Terdengar gumaman super kalem. Sepertinya mereka tidak tega merusak ekspektasi seorang wali kelas yang dikenal gaul tersebut.
Terdengar desisan diam-diam dari Jeremy dan Juwita membalasnya dengan ekspresi yang tak kalah menyebalkan, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang berencana melanjutkan debat yang sempat memanas tadi. Hari ini hari pertama sekolah dan sepertinya Jeremy berhasil terpancing oleh kata-kata Juwita tentang murid teladan sehingga spontan menunjukkan akhlaknya sebagai siswa.
Juwita masih kesal, tetapi mulai terdistraksi oleh sosok Saskara di sebelahnya. Cowok itu tidak berkata apa-apa, tetapi dari ekor mata yang sempat terarah padanya, membuat gadis itu merasa aksi galaknya tadi sepertinya memberikan semacam penerangan hingga ter-notice oleh Saskara.
Juwita otomatis berandai-andai apakah dia bisa berteman dekat dengan Saskara Damian nantinya?
"Baik, sebelum kita masuk ke sesi belajar-mengajar, kita pilih pengurus kelas dulu. Ada yang bersedia?" tanya Pak Yunus, disusul keheningan seperti malam yang mencekam.
Masih bersabar, Pak Yunus lagi-lagi mengulang pertanyaan dan kali ini beliau mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan seakan berharap ada yang berani mengacungkan tangan.
"Dari dulu Bapak berharap megang kelas yang anteng plus nggak ada murid laknatnya, tapi bukan berarti sepi kayak kuburan gini--HEH, MAU KE MANA KAMU NGGAK PAKE IZIN-IZIN SEGALA?" Pak Yunus berujar heboh ketika ada salah seorang siswa yang berdiri dan melangkah ke depan. Rupanya, beliau mengira bahwa siswa yang ber-name tag Justin Haedar bermaksud keluar kelas tanpa izin. Namun ternyata, dia sedang berinisiatif mengambil spidol dekat papan tulis.
"Nggak, Pak. Saya cuma mau bantuin nulis siapa aja yang mau jadi pengurus kelas." Justin menjawab kalem, membuat Pak Yunus menunjukkan ekspresi agak malu karena salah menuduh.
"Oh, kirain. Bapak jadi inget memori tahun lalu. Kakak kelas kalian yang udah tamat--Surya Giordano namanya, beuhhh... nggak ada akhlak banget. Kalo mau ke WC, ya, seenaknya aja. Dikiranya Bapak bukan guru kali, ya, sampai-sampai nggak izin segala. Eh, Bapak jadi ngelantur. Siapa nama kamu? Oh, Justin. Lanjutkan, Nak. Kalo nggak ada yang jadi pengurus kelas, kamu masuk, ya."
"Iya, Pak."
"Saya mau, Pak, jadi pengurus kelas." Sebuah tangan diacungkan ke atas, berhasil menarik perhatian seluruh siswa.
"Oh. Bapak kenal kamu tentunya. Anulika Latief, 'kan?" Pak Yunus tersenyum lebar, seketika semringah karena mengenal gadis itu di antara murid lain yang cukup asing. "Mau jadi apa? Sekretaris, Ketua, atau...."
"Apa aja, Pak. Mau Sekretaris juga boleh, biar saya bantuin Bapak catat aja kalo ada materi panjang yang harus ditulis."
"Seperti biasa kamu memang sebaik yang Bapak kenal selama ini." Pak Yunus sejenak menunjukkan ungkapan terima kasih yang tercermin dari sorot tatapannya. "Oke. Yang lain?"
"Lo pernah jadi pengurus kelas, nggak?" Juwita tiba-tiba bertanya pada Saskara. Mendadak, terbersit dalam pikirannya untuk mengajak cowok itu berinteraksi sekaligus penasaran dengan pandangannya tentang keaktifan di kelas.
Saskara hanya menggeleng, itu pun berlangsung dalam durasi yang cepat. Juwita mau bertanya kembali, tetapi di saat yang sama, ada yang memanggil namanya.
"Juwita Ramlan mau, tuh, Pak."
"Hah?" Juwita menoleh cepat dan netranya bertemu langsung dengan ekspresi Jeremy yang menantang.
"Juwita... apa?" tanya Pak Yunus.
"Juwita Ramlan. Dia mau jadi Bendahara, Pak." Jeremy menjelaskan, lalu melanjutkan sisa kata-katanya dengan berbisik, "Siapa tau dengan status lo sebagai influencer, malah bikin semua manut sama lo. So, tagih uang nantinya nggak perlu pake drama, 'kan?"
Terdengar dengkusan di sekitar Jeremy karena menahan tawa. Posisi duduknya berada di arah pukul tujuh dari bangku Juwita, sehingga tidak heran jika dia bisa mendengar kalimat terakhir itu.
Bersambung
Fyi, Surya Giordano adalah cameo yang sumber ceritanya berasal dari Keeping You as Manito.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top