Climax

Hari yang ditakutkan Saskara akhirnya tiba, tetapi betapa herannya dia saat mendapati realita yang tidak semengerikan seperti apa yang dia bayangkan. Alih-alih diserbu satu sekolah dan dirundung habis-habisan, mereka malah mendekat karena ingin mengajaknya berteman atau minimal melambaikan tangan untuk sekadar menunjukkan perhatian.

Saskara tidak tahu harus bereaksi apa, tetapi refleks bernapas lega saat melihat sosok Juwita yang tengah berjalan beberapa meter di depannya. Dia lantas mempercepat langkah, bermaksud menyapa, tetapi sayangnya sudah keduluan Justin.

Tepatnya, posisi Justin lebih dekat dan keduanya saling melempar ejekan meski harus Saskara akui, mereka terlihat akrab satu sama lain. Itulah yang menjadi sebab mengapa Saskara menormalkan langkahnya kembali, tetapi netranya menangkap pemandangan yang terlalu mencurigakan untuk diabaikan. Pasalnya, Juwita bergelagat aneh dengan melirik ke kiri dan ke kanan berkali-kali sebelum menarik tangan Justin untuk mengikutinya.

Saskara merasa tidak akan etis jika membuntuti keduanya, tetapi pada akhirnya kalah oleh rasa enggan jika memilih masuk kelas pada jam-jam sekarang. Membayangkan dikelilingi netizen julid di dalam ruangan tentu lebih mengerikan daripada menguping pembicaraan duo Juwita dan Justin. Sudah cukup dirinya menjadi pusat perhatian di area koridor. Maka, Saskara memutuskan untuk berpura-pura berjalan santai, padahal dia sedang menyusul langkah pasangan muda-mudi di depannya.

Rupanya Juwita mengajak Justin berbicara di belakang pohon dekat Ruang Auditorium. Pohon itu menjulang tinggi sehingga bisa menutup eksistensi mereka dengan baik sekaligus menguntungkan Saskara karena bisa menguping tanpa khawatir ketahuan.

"Emangnya mau ngomongin rahasia apa, sih, sampai harus ngumpet kayak gini?" Saskara mendengar Justin bertanya.

"Gue mau minta tolong. Sebenarnya ini rahasia, cuman gue rasa... hanya lo satu-satunya yang bisa bantuin gue tanpa perlu melibatkan banyak orang. Lo adalah teman yang tepat."

"Rahasia bukan lagi disebut rahasia ketika lo ngasih tau ke orang lain, terlepas dari sebesar apa kepercayaan ke orang yang lo kasih tau rahasia itu."

"Iya, gue tau. Tapi ini udah mendesak banget, Modar. Gue rasa Pak Yunus bakal klarifikasi segalanya hari ini."

"Nggak ada hubungannya sama lo, 'kan? Kenapa lo harus peduli?"

"Saskara itu temen gue. Untuk pertama kalinya gue ngerasa punya temen yang layak disebut bestie-bestie, bukan bestie-bestai."

"Whatever. Tapi bukan berarti harus melibatkan gue, 'kan?"

"Meski ada hubungannya sama Malika? Yakin, nih, lo bakal diem aja?"

"Memangnya kenapa?"

"Ceritanya mungkin rada ribet, tapi ketiganya terkait satu sama lain. Yakin, deh, lo bakal ngerasain vibes FTV ala-ala setelah denger ini."

"Terlepas dari apa yang lo bilang tentang FTV-FTV, kenapa bukan lo aja yang menghadapinya sendiri? Kalo bahasannya tentang rahasia, tetap aja nggak akan etis kalo lo cerita ke gue."

"Karena bakal menciptakan kontroversi susulan kalo gue terlalu membela Saskara. Kasian, dong, kalo dia harus dapet tambahan rumor gegara gue. Mempertimbangkan status lo sebagai Ketua Kelas, tentu tidak akan menimbulkan kecurigaan. Gue cuman butuh lo untuk berjaga-jaga aja kalo-kalo ada sesuatu hal yang tidak diharapkan--"

"Gue rasa lo kebanyakan mikir. Nggak bakal ada hal aneh terjadi, deh. Yang ada, malah lo yang jadi sorotan karena capernya berlebihan."

"Lo nggak tau aja mulut netizen pedasnya kayak apa. Who knows? Pertanyaan demi pertanyaan akan merujuk ke perasaan terselubung Anulika ke Pak Yunus dan bahkan mungkin perasaan Saskara ke Anulika juga. Emangnya lo nggak punya rasa kepedulian sama temen, gitu?"

"HAH?!" Keterkejutan Justin belum lagi selesai karena mengalami kekagetan beruntun kala mendengar hempasan ranting yang diayun dari belakang, menyebabkan daunnya berguguran ke tanah. Ditilik dari jumlahnya yang tidak sedikit, bisa diketahui sebesar apa emosi yang dia luapkan.

Juwita juga kaget saat mendengar suara ranting yang dipaksakan berayun hingga bagian patahannya terdengar, tetapi efek kekagetannya bertambah dua kali lipat saat melihat siapa yang melakukannya.

Jujur saja, ekspresi Saskara yang sekarang jauh lebih mengerikan dari apa yang pernah Juwita lihat. Jantungnya serasa didorong jatuh ke perut selagi napasnya sesak saking kagetnya dia.

"Sas--"

"Apa rahasia orang seenteng itu untuk disebarkan, Juwita Ramlan?"

"Saskara, gue--" Juwita berusaha menjelaskan, tetapi mendadak lidahnya kelu sehingga suaranya seolah tersumbat di dalam tenggorokan. Ada penyesalan yang tiba-tiba melingkupinya, sadar bahwa apa yang dilakukannya salah besar.

"Sesenang itu, ya, bermain-main dengan perasaan orang lain?"

"Saskara, Juwita sebenarnya hanya--"

"Kata 'hanya' adalah satu-satunya pembelaan untuk membenarkan diri sendiri, yang pada akhirnya merujuk pada fakta bahwa dia ingin dibenarkan." Saskara mengalihkan atensi ke Justin. Intonasi serta tatapannya yang dingin segera membungkam sepasang muda-mudi di hadapannya. "Kamu sudah kelewatan, Juwita."

Saskara sudah selesai dan bermaksud meninggalkan lokasi, tetapi matanya membeliak tatkala melihat sosok familier di sebelah kanan tepatnya di koridor dekat Ruang Auditorium. Dia seharusnya menjadi orang terakhir yang ingin dijumpai Saskara pada saat ini, tetapi semesta sepertinya sedang bermain-main.

Bagaimana tidak? Seolah tidak cukup dipermalukan karena perasaannya terungkap, kini Anulika juga harus menemukan fakta bahwa entah bagaimana caranya Saskara mengetahui apa yang seharusnya belum diketahuinya duluan.

Tanpa kata, dalam diam, tatapan keduanya bertemu yang segera menjelaskan segalanya. Saskara ingin mempercayai bahwa Anulika baru berada di sana dan tidak mendengar percakapan yang semestinya tidak boleh didengarnya, tetapi ekspresinya membuat cowok itu mencelus sedalam-dalamnya.

Saskara berharap ada yang menganugerahkannya kekuatan magis supaya bisa menghilang dari muka bumi, tetapi segera sadar bahwa dia dan Anulika berada di kapal yang sama, bahwa keduanya malu karena rahasia mereka diungkapkan oleh orang lain. Namun di atas segalanya, fakta bahwa Saskara tidak bereaksi atas rahasia Anulika membuat gadis itu segera yakin bahwa Saskara sudah mengetahuinya duluan.

Anulika menunduk sejenak sebelum melangkah cepat, mengabaikan panggilan teman-temannya termasuk Saskara. Tanpa berpikir, cowok itu segera membuntutinya dan refleks mempercepat langkah saat melihat gadis itu berlari.

"Lika!" Untuk pertama kalinya Saskara bersikap agresif dengan menghalangi langkah Anulika, padahal mereka tengah berada di area publik. Satu per satu para murid berkumpul dan membentuk kerumunan, menonton duo Anulika dan Saskara secara gratis.

Kaki Saskara lebih jenjang sehingga membantunya untuk melampaui langkah Anulika dalam waktu singkat. Namun seolah bergantian dengan Juwita, lidah Saskara mendadak kelu karena tidak tahu harus mengatakan apa. Sebaliknya, mulutnya membuka lebar saat mendengar pertanyaan yang diajukan Anulika.

"Sejak kapan, Saskara?"

"...."

"Oke, gue ganti pertanyaannya. Yang mana duluan? Lo ke gue atau gue ke Pak Yunus, hm?"

"Lika, plis. Ini area publik--"

"Jadi, lo malu? Malu karena ketahuan suka sama cewek yang ternyata suka sama orang yang salah, iya? Kenapa nggak sekalian aja lo permalukan gue? Gue jamin lo bakal berhasil karena lo jelas menikmatinya."

"Tidak, Lika. Demi Tuhan--"

"Nggak usah minta pembelaan, Saskara!" potong Anulika, kepalang emosi. Suaranya terdengar membahana di percabangan koridor, jelas menarik semakin banyak siswa untuk bergabung dalam kerumunan. Beberapa di antaranya terlihat melaju ke ruang guru, jelas mencari Pak Yunus yang namanya disebut-sebut. "Lo sama aja dengan Juwita. Lo bilang dia bersenang-senang karena bermain-main dengan perasaan lo, trus apa bedanya sama lo? Apa jangan-jangan lo lebih parah karena sengaja menyukai gue biar kesannya mendramatisir? Lo sengaja, 'kan? Apalagi dengan fakta lo udah mengenal gue dari sebelum-sebelumnya--ohya, benar--membuat gue semakin percaya kalo lo memang sengaja melakukan semua itu.

Wow, unpredictable!" Anulika lanjut misuh-misuh sembari menyibak rambut depannya ke belakang dengan kelewat kasar hingga berantakan. "Berasa sinetron, huh? Berkisah tentang seorang gadis yang menyukai gurunya sendiri, tapi konyolnya cinta itu tak berbalas sehingga menarik simpatik cowok lain yang ternyata adalah keponakan dari guru tersebut."

Kehebohan terdengar di mana-mana, tetapi Anulika sama sekali tidak terpengaruh dengan situasi itu. Fokusnya berpusat sepenuhnya kepada Saskara, menunjukkan sebesar apa intimidasinya.

Entah terlampau merasa bersalah atau mengidap gangguan kecemasan mendadak gara-gara dikepung massa, yang jelas, Saskara masih bertahan bungkam. Sementara itu, Juwita terlihat berada di antara kerumunan dan segera mendorong siapa pun yang menghalangi agar bisa menembus masuk ke dalamnya.

"Sas, ayo ikut gue." Juwita berkata demikian sambil menarik tangan Saskara, tetapi dihalangi oleh Anulika dengan menggunakan tubuhnya. Gadis itu menyeringai, lantas bersedekap dada.

"Setelah bersenang-senang, lo jadiin gue orang jahat. Luar biasa, ya, Juwita Ramlan."

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top