HC | 8. Change
"Apa kau sudah mendapatkan data tentangnya, Daniel?"
Kelimanya sedang berkumpul di ruangan kerja Aeron seperti biasa. Namun, kali ini mereka melakukannya pada malam hari mengingat sepinya kantor dan hanya ada beberapa orang yang bekerja secara lembur.
Daniel memberikan sebuah amplop coklat. Gumamannya terdengar penasaran membuat keempat temannya mendengar dengan seksama.
"Tidak ada data apapun tentangnya selain dari namanya Eileen Eudith Samantha dengan IQ setinggi 190 hanya sepuluh angka dibawah IQ mu. Memiliki anak bernama Vincent dan kedua orang tua yang sudah mati akibat kecelakaan ketika umurnya 10 tahun." Menghela napas pelan, Daniel kembali bergumam. "Ada dua kemungkinan manusia yang tidak bisa dilacak datanya, Aeron. Pertama, dia memiliki latar belakang yang besar. Kedua, dia adalah orang yang berbahaya."
Semua terdiam mendengar penjelasan Daniel. Apa yang sebenarnya disembunyikan oleh wanita itu? Siapa dia sebenarnya?
"Lalu, apakah kita harus berhati-hati padanya?" Rebecca menatap Daniel dan Aeron bergantian.
"Kurasa tidak perlu melihat dirinya yang begitu ceroboh."
Avoz menatap Daniel dengan penuh pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya. "Lalu, mengapa dia bersikap seperti itu jika dirinya termasuk dari dua kategori yang kau katakan?"
Yuuji yang sedari terdiam memilih bergumam. "Ada dua kemungkinan. Pertama, dia berpura-pura. Kedua, dia kehilangan ingatannya setelah kecelakaan itu terjadi."
Lagi-lagi hening kembali tercipta di ruangan luas tersebut. Aeron menatap berkas yang diterimanya dari Daniel. Benar saja, tak ada apapun disana selain data yang Daniel berikan dan juga foto bermasker wanita yang memiliki anak satu. "Apa kau bisa mencari lebih tahu tentangnya sebelum dia berumur 10 tahun?"
"Tidak, Aeron. Datanya di blokir oleh badan intelijen."
"Terlalu banyak rahasia." Avoz menyeringai. "Kau tahu Aeron, aku jadi semakin menyukainya. Dia benar-benar sosok misterius."
Daniel sontak membantah dengan menggeleng pelan. "Ku harap kalian tidak bermain-main dengannya."
"Kenapa?"
"Pemerintah mengatakan satu hal lagi tentangnya yang membuat kalian terkejut."
"Apa?" Aeron menatapnya lekat. Penuh rasa ingin tahu.
"Dia memiliki saudara kembar. Dan kita tidak tahu, siapa yang bersama kita sekarang. Si polos atau kah si berbahaya."
🖤
"Aku sudah mendengar semuanya." Eileen duduk di atas brankar dengan tangan yang masih terinfus. Ini adalah pertama kali mereka bertemu setelah sekian lama. "Sepertinya kau hidup dengan baik."
Eudith tersenyum sinis. Baik? Nyatanya selama ini ia selalu mencari pelaku kejahatan sang adik. Bahkan, saat bertemu dengan salah satunya di kantor Aeron, Eudith menahan tangannya yang bergetar untuk tidak membunuh segera si pelaku. Lalu, tahu apa Eileen tentang hidupnya yang baik?
"Apa kau mulai berpikiran bahwa aku hidup senang di atas penderitaanmu?"
Eileen tersenyum hambar. "Kau memiliki anak."
"Anak yang membuatmu berpikir bahwa aku hidup dengan senang?" Eudith mendekat. "Kau tidak tahu bahwa selama ini-"
"Dimana suamimu?" Selanya cepat, menatap Eudith mencemooh.
Satu kalimat pertanyaan itu membuat Eudith tertegun. Tak menyangka bahwa Eileen dapat berubah sejauh ini. Menjadi dingin dan tak tersentuh. Sikapnya berubah. Tak ada lagi Eileen ceria yang polos seperti dulu. Yang selalu berlindung di balik tubuhnya. Namun, Eileen yang sekarang benar-benar beda.
"Banyak yang sudah ku lalui, Eileen. Kau tak tahu apa-apa. Aku-"
"Aku tidak ingin mendengarnya." Eileen kembali memotong ucapan Eudith. "Jangan berdongeng hanya untuk menghiburku."
Eudith menahan kesabarannya berhadapan dengan sang adik. "Lalu, kenapa kau memanggilku kemari?"
"Aku akan menggantikan peranmu!" Putus Eileen tiba-tiba. "Aku akan mengejar mereka dengan kedua tanganku. Menghancurkan mereka sampai akhir." Mata itu terlihat hampa. "Dan yang ku dengar, kau sudah menemukan salah satunya. Siapa dia? Christa, Rea, ataukan Loraine?"
"Loraine." Eudith masih bertahan di posisinya. Jika memang Eileen yang ingin membalaskan dendamnya, ia akan setuju tapi nanti. "Kau akan membalaskan dendammu sendiri." Bisik Eudith pelan. Menatap nanar ke luar jendela. "Tapi, setelah kau benar-benar sembuh."
"Delapan bulan lagi." Eileen menyahut cepat. "Delapan bulan lagi aku akan mengambil posisiku darimu karena yang ku dengar, selama ini kau telah memakai namaku."
Tersenyum miris, Eudith mengangguk. "Baiklah, delapan bulan lagi. Aku akan pergi dan kau harus sudah siap menggantikan posisiku."
"Ya. Setelah itu, kita tak perlu bertemu!" Sambung Eileen dengan nada dingin yang membuat Eudith tak mampu lagi berkata-kata.
Eileen berubah terlalu banyak...
"Hmm, aku mengerti." Eudith hendak pergi. Tahu, bahwa keinginan adiknya adalah yang utama. Dan dia akan berusaha sebaik mungkin lima bulan ini untuk bekerja sambil mencari tahu tentang Loraine dan kawanannya dulu. Sehingga, ketika saat iti tiba, adiknya bisa dengan mudah menghancurkan mereka.
"Oh ya..." Eileen kembali bersuara membuat langkah Eudith terhenti. "Aku berniat operasi plastik tanpa merubah wajahku. Jadi, jangan berpikiran bahwa kau satu-satunya yang memiliki wajah mulus disini!"
"Lakukan sesukamu, Eileen." Eudith membalas tanpa niat untuk berbalik menatap kembarannya. Ia tak mempermasalahkan apapun yang akan dilakukan oleh adik kembarnya. "Bahkan, jika kau ingin mengubah seluruh wajahmu, aku tak perduli." Gumamnya pelan, "hanya satu yang perlu kau ingat. Darahku dan darahmu masih darah yang sama!" Ujarnya sebelum menutup pintu ruangan dimana sang adik terbaring selama ini.
🖤
"Mami, are you okay?"
Eudith mengangguk. Setidaknya, ia masih memiliki Vincent sebagai penguat hidupnya disaat Eileen tak lagi menganggapnya sebagai Kakak.
"Aku di tawar menjadi model, Mom."
"Apa?"
Vincent tersenyum lebar. "Om Daniel mengatakan bahwa aku bisa membantu Mami bekerja dengan menjadi model di perusahaan G'Veaux. Mereka membutuhkan anak-anak pintar seusiaku untuk model iklan toys."
"Om Daniel? Kapan dia bertemu denganmu?"
"Tadi ketika aku berjalan bersama Bibi. Dia mengatakan bahwa dia temanmu dan menawarkanku menjadi model. Dia juga bilang bahwa aku sangat tampan jadi mungkin mainan yang ku promosikan akan laku besar dan gajiku juga banyak."
Eudith memijit pelipisnya. Kenapa harus bertemu dengan anaknya? Apa yang mereka inginkan sebenarnya?
"Bukankah Mami sudah bilang jangan bicara dengan sembarang orang?"
"Dia teman Mami bukan sembarang orang."
Mata Eudith menatap puteranya dengan seksama. "Darimana kau tahu kalau dia teman Mami?"
"Dia memperlihatkan fotomu yang sedang mengepel, menyapu dan membuat kopi."
Sialan!!!
"Jadi, bagaimana menurut Mami?"
Menghela napas pelan. Eudith mengangguk. "Terserah kau saja."
"Ah, Mom, you're the best." Vincent bergerak memeluk Ibunya. "I love you."
"Love you too, Son."
🖤🖤🖤
Adegan pertama aku dapat kata²nya dari salah satu manga kesukaan 😂😂 tapi, ceritanya tetap beda kok, so tenang aja 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top