HC | 31. Geveaux Senior
Mobil yang menjemput Aeron dan Susan dari bandara berhenti di sebuah Hotel George V Paris. Salah satu hotel bintang lima yang menyiapkan kamar president suite khusus untuk keduanya. Aeron memang tidak berniat untuk pulang ke rumah orang tuanya karena tahu bahwa sang ibu akan sangat tidak setuju dengan pilihannya, Susan. Walau Susan hanyalah alat untuk menghindari percakapan tentang pernikahan mereka.
Ada beberapa alasan kenapa Aeron belum ingin menikah. Pertama, ia masih harus mengurusi bisnisnya, kedua, belum ada wanita yang benar-benar menarik perhatiannya, ketiga, Vincent. Ya, alasan Vincent menjadi sumber utama alasannya untuk menunda pernikahannya dengan Olena. Walau Olena adalah paket lengkap dari semua wanita yang ada. Ia lemah lembut, anggun, ramah, dan sopan. Namun, Aeron tahu bahwa itu semua hanya di depan publik karena sifat asli Olena jauh dari kata tadi.
"Kapan acaranya?"
Aeron masuk ke kamar kala pelayan membuka pintu kamar hotel tersebut. Diikuti oleh Susan. "Besok malam."
Susan tak menjawab apapun dan hanya mengikuti lelaki itu dari belakang sambil menatap kagum pada kamar hotel yamg Aeron pesan. Tangan Susan bergerak memeluk Aeron dari belakang. "Kita menginap bersama, 'kan?"
"Tidak, Susan. Aku punya kamar sendiri." Aeron melepaskan tangan Susan lalu menatap wanita itu tajam. "Aku akan menjemputmu jam 7 nanti malam."
Tak memperdulikan Susan yang menatapnya kecewa, Aeron melangkahkan kakinya keluar dari kamar wanita itu.
***
Eudith tahu bahwa 4 bulan ini sudah banyak hal yang dilaluinya. Tidak seharipun dirinya meninggalkan Vincent karena setiap harinya ia terus memantau keadaan puteranya. Tepat di hari ia menukar posisi dengan Eileen, Houston langsung menemuinya seolah lelaki paruh baya itu mengetahui segala hal. Eudith hanya menurut dan tak berkata banyak. Cukup terpukul karena harus berjarak dengan putera kesayangannya.
Lalu, sebulan setelahnya Eudith mulai mengingat setiap kejadian yang di alaminya apalagi dengan bantuan sang dokter. Dan perkembangan itu berlanjut hingga akhirnya wanita itu mengingat semua yang pernah terjadi sebelum umurnya 10 tahun.
Ia tahu siapa Houston sebenarnya, lelaki itu adalah tangan kanan ayahnya yang sempat diberi amanah untuk menjaganya. Dulu, Eudith cukup akrab dengan Houston, namun kecelakaan itu mengubah segalanya. Dan bulan-bulan selanjutnya berlalu, tidak hanya pada Vincent, Eudith juga memantau Eileen sehingga ia tahu bahwa Eileen sudah membalaskan dendamnya pada Loraine. Bahkan, Eudith mengetahui bahwa Eileen mencarinya dan Eudith sama sekali tidak membiarkan adik kembarnya itu mengetahui keberadaannya sebelum dendamnya pada orang yang sudah membunuh kedua orang tua mereka terbalaskan.
Tidak ada yang Eudith lewatkan mengenai sang adik. Ia juga tahu bahwa Eileen takkan berani menghadapi Christa mengingat posisi wanita itu, namun Eudith mengambil semua resikonya asalkan adiknya aman-aman saja. Ya, tentu saja Eileen aman karena saat ini adiknya itu berada di tangan yang tepat.
"Nyonya," Suara itu langsung membuat mood Eudith memburuk karena sudah disekap paksa agar terbang ke Paris hanya untuk menghadiri pesta Olena. Wanita yang dijodohkan bersama Aeron. "Maafkan saya, Nyonya."
Eudith tak menghiraukan, ia justru bergumam pelan. "Setelah ini aku ingin pulang," gumamnya setengah merajuk.
Houston tersenyum kecil dan mengangguk. "Anda tidak perlu ke pesta karena Mr. Steve ingin berjumpa di restoran hari ini juga."
"Bagus kalau begitu," ia membalikkan majalah lalu melirik pria yang fotonya terpampang di sebuah halaman. Foto Aeron terlihat begitu maskulin dengan wajah tajam yang justru terlihat tampan berkali-kali. "Karena aku tidak mengenal Olena. Jadi, aku tidak perlu bersusah payah mengenalkan diri."
Houston menghela napas pelan. "Sebaiknya Anda bersiap-siap karena saya akan mengantar Anda."
Menutup majalah, Eudith berdiri dan mulai mempersiapkan diri. Ia harus menyelesaikan urusan Mr. Steve dengan cepat mengingat betapa kepepetnya waktu dirinya saat ini. Belum lagi kabar yang Eudith terima dari Mike bahwa salah seorang pembunuh ayahnya berada di London.
Setelah selesai berdandan natural, wanita itu beranjak masuk ke dalam lift bersama Houston. Keduanya sampai di lobi dan langsung melangkahkan kakinya pada mobil yang terparkir. Seketika, tubuh Eudith langsung menegang saat melihat Aeron berjalan bersama seorang model Victoria's Secret. Wajahnya langsung ia tundukkan sambil melangkah dengan cepat, Eudith langsung masuk ke dalam mobil, mengingat saat ini wajahnya tidak tertutupi apapun lagi.
"Ada apa, Nyonya?" Houston memperhatikan gerak-gerik majikannya yang terlihat aneh.
"Tidak ada," jawabnya pelan sambil menggeleng. "Jalan, Houston."
"Baik."
***
"Selamat siang, Mr. Geveaux. Maaf membuat anda menunggu." Houston lebih dulu menyapa pada seorang pria paruh baya dengan badan yang masih bugar dan tentu saja sangat tampan.
Steve tersenyum ramah kemudian membalas, "Tidak apa-apa, Houston." Lantas matanya menatap Eudith. "Bagaimana kabarmu, Nak?"
"Saya sehat, Paman," balas Eudith pelan tanpa mau bertanya balik walau hanya sekedar basa-basi.
Houston sedikit menyenggol lengan Eudith karena sikapnya yang terlalu cuek, namun yang di senggol justru melengos.
"Ayo, silakan duduk. Paman sudah memesan makanan."
Eudith menuruti tapi tidak dengan Houston. "Maaf, Tuan. Saya harus pergi." Houston sama sekali tidak memiliki janji, dia hanya membiarkan Eudith dan Mr. Geveaux itu berbicara lebih leluasa.
Steve yang mengerti maksud Houston hanya mengangguk dan bergumam. "Kau tidak perlu menjemputnya. Aku akan mengantarnya nanti."
"Baik, Tuan." Dan Houston langsung pergi dari ruangan yang memang Mr. Geveaux sewa untuk keduanya.
"Elle...," gumaman awal Steve membuat jantung Eudith berdetak keras. Orang yang memanggilnya seperti itu hanya ayahnya, karena bahkan ibunya memanggilnya dengan 'Eudith'.
"Paman kenal Ayah saya?"
Perlahan, Mr. Geveaux mengangguk sambil menipiskan bibirnya. "Ayah kamu adalah sahabat Paman, Elle. Apa kau lupa pada Paman? Dulu, Paman cukup sering menggendongmu saat kau berumur 5 tahun."
Mata Eudith menyipit berusaha mengingat. Cukup samar, namun dia ingat sedikit ingatannya yang sering di ajak bermain dan di gendong oleh seseorang yang cukup sering berkunjung ke rumahnya.
Steve menghela napas pelan. "Mungkin kau lupa, tapi aku jelas ingat, Elle. Kau begitu cantik hingga paman berniat menjodohkanmu dengan Aldith."
"What?"
Steve terkekeh pelan. "Mungkin menurutmu ini lelucon, Elle. Tapi, tidak bagi Paman," Steve mendorong minuman yang disuguhkan pelayan ke hadapan Eudith. "Sejak dulu, paman dan ayahmu berniat untuk menjodohkan kalian berdua sebelum akhirnya kedua orang tuamu meninggal. Paman benar-benar minta maaf." Sejak awal Steve memang sudah berniat menjodohkan puteranya dengan puteri sahabatnya ini. Namun, ajal lebih dulu menjemput sang sahabat kala dirinya sudah berada di Paris.
"Kematian mereka tidak ada hubungannya dengan paman, jadi paman tidak perlu meminta maaf."
Steve terdiam sambil menatap Eudith tanpa makna sebelum tatapannya turun ke perut wanita itu yang terlihat membuncit. "Bagaimana kabar cucu saya?"
"Baik, Paman." Eudith mengambil jus lalu menyesapnya dengan perlahan. "Saya menjaganya dengan baik."
"Tidak perlu seformal itu dengan paman, Elle. Apa kau tidak ingin tahu hubungan Aldith dan Olena?"
Eudith menaikkan sebelah alisnya. "Sejujurnya itu bukan urusanku, Paman." Dan Eudith menuruti permintaan Steve untuk berbicara informal. "Aku bahkan bisa membesarkannya sendiri seperti yang kulakukan pada Vincent."
"Tidak, Elle. Paman tidak akan setuju." Steve menggeleng. "Kau yang harus menjadi isteri Aldith." Dan sebuah perintah dari Geveaux senior adalah mutlak. Belum lagi mengingat betapa berkuasanya lelaki yang kini menatapnya dengan serius tanpa senyuman seperti sebelumnya. "Paman tidak mau tahu apapun!"
"Bagaimana dengan Olena? Bagaimana dengan Aeron sendiri paman?" Eudith memaparkan kenyataan bahwa mereka takkan semudah itu bersama. "Kau tahu bahwa-"
"Itu akan menjadi urusanku!" potongnya cepat dan tegas. "Biarkan aku menepati janji pada sahabatku, Elle. Yang perlu kau lakukan hanyalah kembali pada mereka."
"Tidak secepat itu, paman. Aku harus membalaskan dendam kematian kedua orang tuaku."
Steve kini mengakui betapa keras kepalanya puteri dari Gilbert. Tidak menyangka akan sesulit ini wanita itu diajak bicara. "Dalang dibalik kematian orang tuamu bukanlah sembarang orang, Elle. Kau tidak bisa menyentuhnya langsung."
"Apa maksud Paman? Apa Paman mengetahuinya?"
Steve mengangguk. "Sayangnya ya, Ellena."
"Dimana dia? Siapa dia?" Eudith bertanya mendesak seolah darah yang mendidih dalam dirinya sudah siap untuk meledak. "Katakan, Paman!"
Menghela napas pelan, Steve menyesap wine-nya sebelum kembali melihat Eudith dengan mata abu-abu tuanya yang mampu menyesatkan siapapun, persis seperti milik Aeron. "Kalau kau ingin tahu, datanglah besok ke ulang tahun Olena. Dia ada disana!"
***
AYO VOMMENTNYA!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top