HC | 29. Monster
Eileen berusaha untuk mengikuti sang kakak siang ini masuk ke dalam ruangan rahasia sang ayah dengan mengendap-endap. Ia sudah cukup merasa penasaran selama dua tahun belakangan. Eileen memilih untuk bersembunyi disebuah lemari yang berisi peralatan tajam sekaligus berbahaya.
Awal masuk, Eileen langsung merasa takut. Namun, melihat tatapan datar nan dingin milik Eudith membuat gadis kecil itu membesarkan tekadnya. Dan terdengar pintu terbuka dari luar, sang ayah masuk lalu menghampiri Eudith yang sedang bereksperimen dengan alat-alat yang sama sekali tidak Eileen mengerti.
"Kau sudah siap, Sayang?"
Eudith langsung menatap ayahnya dengan pandangan memohon. "Apakah dengan ini adikku akan baik-baik saja?"
Gilbert memeluk Eudith erat. "Hanya kau yang bisa menjaga adikmu, Sayang. Chip yang ayah berikan padamu adalah data penting yang dicari oleh orang-orang penting. Dan mungkin kau akan dalam bahaya. Tapi, ayah berjanji akan melindungimu selama ayah masih hidup."
Eileen menggeleng tidak mengerti apa yang sebenarnya mereka katakan, namun satu yang dia pahami bahwa Eudith akan mengorbankan dirinya sendiri hanya untuk Eileen.
"Kenapa ayah berkata seperti itu? Ayah pasti akan baik-baik saja, kan?"
Gilbert tersenyum lembut pada puteri kesayangannya. Tahu bahwa umurnya tidak akan lama lagi seolah ada yang membisikinya. Belum lagi ia di teror kesana kemari hanya karena chip milik seorang sahabat yang dititipkan dan akan di kembalikan pada saatnya nanti. Lelaki paruh baya itu tidak menjawab apapun dan hanya memeluk puterinya erat.
"Kau siap?" Tanya Gilbert sedih mengingat nasib keluarganya yang sudah sangat buruk.
Perlahan, Eudith mengangguk. Lalu Gilbert menyuruhnya berbaring di atas brankar untuk siap di operasi melakukan penyimpanan chip di dalam otaknya. Air mata lelaki tua itu mengalir begitupun dengan Eileen yang hanya bisa menatap dari dalam lemari.
Dan setelah kejadian itu, Ayahnya segera membawa mereka pergi keluar kota untuk menyelamatkan diri walau Eudith belum juga sadar. Saat itulah, kecelakaan itu terjadi. Kecelakaan yang ternyata ada dalang dibaliknya. Yang membuat ingatan Eudith juga terkubur selama beberapa tahun ini.
🖤
"Kau tahu, pemerintah yang mengetahui identitas Eileen adalah wanita. Aku hanya perlu merayunya sedikit lalu dia luluh padaku." Daniel terkekeh pelan sebelum kekehannya lenyap saat keempat temannya tak ada yang tertawa. Padahal, Daniel hanya ingin menghibur agar pembicaraan tidak terlalu serius yang membuat dirinya merasa bosan. "Baiklah, aku langsung saja." Lelaki itu mengeluarkan selembar kertas yang diberikan oleh si wanita sebelumnya.
"Ini adalah data keluarga Eileen. Tidak ada foto tapi, nama kurasa cukup."
Aeron mengambil kertas tersebut lalu membukanya dan membaca isinya.
"Mereka benar-benar sesuatu, bukan?" Tanya Daniel sambil tersenyum misterius. "Aku suka wanita yang memiliki banyak rahasia."
Rebecca segera merebut kertas yang berada di genggaman Aeron lalu membaca satu persatu nama keluarga Eileen.
"Nama aslinya adalah Eileen Samantha Gilbert. Sedangkan, satunya adalah Eudith Ellena Gilbert. Ah, ini benar-benar menarik. Benar 'kan, Aeron?" Tanya Daniel dengan smirk menyebalkannya.
"Jadi, mereka menipu kita?" Rebecca menatap keempat teman lelakinya dengan ekspresi wajah horor sekaligus membutuhkan jawaban. "Dan jika mereka menipu, lalu siapa yang bersama kita? Eileen ataukan wanita bernama Eudith ini? Dan siapa ibu dari anakmu, Aeron?"
"Kau terlalu banyak bicara, Becca." Avoz menyela lalu menatap Aeron dan ketiga temannya. "Seperti yang pernah Daniel katakan. Kita tidak tahu siapa yang bersama kita yang pasti kita harus waspada."
Aeron menggeleng pelan. "Tidak perlu." Sahutnya cepat membuat keempat temannya menatapnya penasaran. "Karena aku tahu siapa yang bersama kita. Hanya saja, berbahaya atau tidaknya aku akan langsung mengetesnya sendiri." Ujarnya mantap sambil menatap teman-temannya sebelum fokus pada Avoz dan bertanya serius. "Jadi, apa kau sudah memantau Leo?"
🖤
"Kau?!" Mata wanita itu terbelalak saat dia baru saja sadar dari obat biusnya. Tidak menyangka jika orang yang selama ini di bullynya kini berdiri angkuh di depannya. Padahal, saat ini ia sudah berada di luar negeri namun, wanita itu masih mampu menemukannya. "Kau yang menculikku?! How dare you!" Pekik Christa dengan mata membelalak sambil menggerakkan tangannya yang terikat kuat. "Apa kau tidak tahu siapa aku, hah? Kau akan menyesal jika orang tuaku mengetahuinya!"
Wanita dihadapannya justru tersenyum miring dan memilih melipat tangan di depan dada. "Kau adalah penerus dari salah satu keluarga bangsawan yang ada. Memiliki banyak kerabat kalangan atas yang juga sama busuknya dengan kau. Lalu, kenapa?" Eudith menatapnya mengejek. Melangkah mendekati Christa yang tampak lelah akibat mencoba melepas ikatan tersebut. Menarik dagu lancip Christa hingga menatap ke arahnya. "Kini, biarkan aku yang bertanya Nona Christa yang terhormat. Apa kau tahu siapa aku?"
Christa berdecih. "Kau hanya anak yatim piatu."
Eudith memegang dadanya dengan raut yang dibuat-buat seperti terluka. "Ah, kau menyakitiku, Christa. Tapi, kau benar, aku memang anak yatim. Selain itu, apa kau tahu?"
Christa menatapnya bingung dengan tidak menjawab apapun.
"Aku bukan Eileen tapi, saudari kembarnya. Catat itu baik-baik di otakmu, Darla." Eudith tersenyum manis dengan wajah tanpa masker karena sejak jauh-jauh hari, ia sudah melepas maskernya. "Aku mencarimu kemana-mana dan ternyata kau ada di Belanda."
Christa masih belum bisa mencerna apa yang Eudith katakan karena ia baru saja tahu bahwa gadis cupu bertahun-tahun lalu ternyata memiliki kembaran yang cukup membuat bulu kuduknya merinding seketika. "Ada urusan apa kau denganku?"
"Kenapa otakmu tidak bisa menalarnya, Christa? Tentu saja membalaskan dendam adikku. Loraine sudah menerimanya dan kini kau yang akan mendapatkan hadiahnya dariku."
"L-Loraine?"
"Kenapa? Kau terlihat terkejut."
Bagaimana Christa tidak terkejut karena ia sudah lama tidak berkomunikasi dengan Loraine. Apalagi setelah ia pindah ke negara kincir angin ini. Mengabaikan pertanyaan Eudith, Christa justru kembali bertanya. "Bagaimana kau menemukanku disini?"
"See? You don't know me either." Balas Eudith sambil terkekeh kecil. "Sudahlah, kau tidak perlu tahu. Karena sekarang aku akan menyiksamu seperti yang kau lakukan pada adikku dulu."
"Tidak. Kau tidak akan berani atau orang-orangku dan orang tuaku akan menghabisimu!"
Mata Eudith melirik para bodyguard nya lalu memberikan kode mata. Mereka langsung bergerak untuk melepaskan Christa membuat wanita itu merasa lega walau hanya sesaat. Dan tak lama, para bodyguard nya memasukkan Christa ke sebuah tempat dimana seseorang terbaring di sebuah tempat seperti sangkar namun berbentuk kotak.
Mata Christa membelalak lebar. "Leo?"
Leo yang wajahnya penuh darah sekaligus tampak begitu kesakitan hanya bisa meringis. "Per...gi." Bisiknya parau. "Per...gi dan la..ri."
"Ter-lam-bat." Sahut Eudith tiba-tiba yang turut masuk ke dalam ruangan tersebut.
Christa mengepalkan tangannya erat. "Ada urusan apa kau dengan kekasihku?! Kenapa kau menyiksanya, kenapa kau tidak menyiksaku saja, hah?!" Christa menjerit marah sekaligus sakit melihat lelaki yang ia cintai sedang sekarang di dalam sana.
Eudith mengendikkan bahunya tidak peduli. "Entahlah. Aku ingin sekali menyiksa kalian berdua." Ia menghidupkan lampu agar terlihat jelas wajah Leo. "Aku menemukannya di Singapore sedang bersantai di pantai dengan wanita lain. Apa kau masih ingin membelanya, Christa?"
"YOU LIAR!"
"Terserah. Aku hanya ingin mengatakannya padamu. Percaya tidak percaya itu urusanmu, Darla." Eudith kembali mengambil lilin-lilin lalu menyusunnya di atas besi tepat di wajah Leo membuat wajah Christa semakin terlihat pucat.
"A-apa yang kau lakukan? Tidak, tidak!" Christa hendak berlari untuk menghalang Eudith, namun sayang para bodyguard begitu erat memegang tangannya. "Tidak! Jangan lakukan itu..." Bagaimanapun juga, banyak hal yang sudah mereka lewati bersama. Setiap kenangan manis mereka terpatri jelas di benak Christa dan kini ia harus melihat kekasihnya terbunuh dengan cara mengerikan? "Kau monster!" Pekiknya histeris.
Eudith yang masih menyusun lilin justru tersenyum. "Now you know me, right?! Yup, I'm a monster, Christa." Senyumnya lenyap digantikan wajah datar nan dingin seakan haus dengan darah. "Kau yang sudah merubahku, Christa. Kau menyiksanya setiap hari bahkan menuangkan air panas ke wajahnya. Kau tahu bahwa dia tidak bersalah, namun kau masih saja melakukannya. Lalu, apa bedanya kau denganku sekarang, hah?!" Mata birunya berkilat marah. "Jika aku monster maka kau apa? Iblis?! Kau menyiksa adikku tanpa menemukan kesalahannya. Kau-"
"Dia merebut Mike dariku."
Jawaban itu justru membuat Eudith semakin kesal. "Hanya karena Mike kau menyiramnya dengan air panas?"
Christa terdiam. Dulu, ia memang begitu menyukai Mike namun, setelah bertemu dengan Leo, dia langsung jatuh cinta walau saat itu status Leo adalah suami orang lain.
"Karena wajah kalian! Aku benci melihat wajah kalian."
Eudith menatapnya tanpa makna sebelum mulai menyalakan lilin-lilin tersebut. Mengabaikan pengakuan Christa yang jujur. "Lihat dan saksikan, Christa! Karena setelahnya giliranmu." Dan dengan perlahan lilin-lilin itu meleleh mengenai wajah tampan Leo. Jeritan kesakitan begitu keras hingga akhirnya bibir Leo tertutup oleh lelehan lilin yang semakin lama semakin tebal hingga akhirnya lelaki itu tak bernyawa. Meninggalkan Christa yang merasa teramat sesak sekaligus takut dengan apa yang akan dialaminya.
🖤🖤🖤
Cieee yg jumpa Eudith 🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top