Bab 11
Livia sama sekali tidak tahu harus menjawab apa setelah ditembak oleh pertanyaan yang sama sekali tidak dia pahami. Kenapa dua orang itu datang-datang malah memberondong dan menginterogasinya mati-matian dengan pertanyaan aneh. Bukan soal Tristan lagi.
Seingatnya tadi malam saat sudah mau pulang, Livia harus kembali ke ruang rapat OSIS untuk mengambil buku catatannya yang tertinggal di kolong meja. Ingatannya mendadak buyar sampai dia memasuki koridor sekolahan menuju belakang sekolah, dia tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya. Saat membuka mata tahu-tahu dirinya sudah terbangun di rumah jam 4 pagi. Paginya Livia menanyakan Mama dan Papa, serta Bi Ijah. Jawaban mereka sama semua. Tadi malam dia dalam keadaan pingsan saat pulang sekolah.
Livia saat mandi pagi juga baru menyadari ruam kemerahan di lengannya yang tidak tahu datangnya dari mana, saat ditanya pada Mama dan Papa jawaban kemungkinannya saat pingsan lengannya terbentur sesuatu. Iya, Livia juga mengira seperti itu, sebab saat balik ke koridor dia berjalan sendirian tak mempedulikan Danny yang lagi bersamanya. Gadis itu panik sekali menyadari bukunya tertinggal di ruang rapat. Dia tak takut hantu, makanya bodo amat lari sendirian berbalik menuju ke koridor area belakang sekolah.
Kata Mama, Livia pingsan karena kecapekan dan pulang diantar dalam keadaan tidak sadar oleh seorang cowok keren berbadan besar, yang pastinya adalah Danny. Keterangan cowok keren dari Mama dan Bi Ijah. Sementara Papa mengatakan cowok itu berbadan besar dan bagus, cocok untuk jadi pacarnya Livia. Kenapa mereka malah menambahkan informasi menyebalkan!
Seharusnya hari ini Livia tidak usah sekolah saja karena takut pingsan lagi, apalagi sore ini ada rapat OSIS. Namun, sebenarnya dia masih kuat kok, buktinya tadi masih berpanas-panas ria mengamati lapangan sekolah bersama Ana, Nava, Rika, dan anak OSIS lainnya untuk menentukan desain baru lapangan sekolah mereka yang ingin dicat ulang warnanya. Maklum sekolah mereka untuk kegiatan klub basket, futsal, voli, dan hockey harus berbagi lapangan yang sama.
Livia dan Danny keluar dari sekolah duluan. Saat cewek itu kembali ke koridor belakang sana dan pingsan di koridor tidak ada yang melihatnya? Jahat sekali teman-temannya itu. Hmmh, sekarang mereka malah menuduhnya melakukan apa tadi? Menyerang Serryl?
"Tadi malam gue kecapekan dan pingsan di koridor. Memangnya nggak ada yang melihat waktu gue digotong sama Danny?" tanya Livia.
Livia mengatakan digotong karena tidak mungkin cowok itu menyeretnya. Dia sendiri meragukannya sih. Awas saja kalo tuh cowok memang menyeretnya ke mobil karena tidak ada yang membantunya.
"Alasan aja lo, Vi. Kalo lo kemarin pingsan, kenapa bisa? Lo kan lagi nggak sakit, sekarang aja sehat-sehat aja tuh!" seru Serryl.
"Gue punya waktu beberapa jam buat istirahat tidur kali, jadi bisa kembali udah sehat," jawaban Livia untuk membela dirinya memang meragukan. Kalau bangun jam 4 pagi, dia sudah tidur beberapa jam. Hebat! Bahkan dia tak pernah tidur terlelap tanpa mimpi dan nyenyak sekali seperti tadi malam.
Dia juga ragu sama kejadian yang sebenarnya tadi malam. Otaknya juga berpikir hal yang sama kayak Serryl. Perasaan Livia tidak demam atau sakit. Bahkan kemarin dia masih kuat nekat lari menuju koridor belakang demi kembali ke Ruang Rapat OSIS. Kenapa bisa pingsan? Cuma Livia harus membuat alasan kuat, daripada difitnah hal yang buruk. Bisa merusak imejnya. Kalau dicecar oleh Serryl begini, entah mengapa Livia jadi merasa jika omongan Danny adalah benar. Ada yang ingin menjatuhkannya.
Apakah Serryl orangnya? Livia langsung meragu, dia tahu temannya tak sepintar itu. Selain meragukan kemampuan kepintaran Serryl dalam membuat rencana jebakan licik, Livia juga tak mau menuduh teman dekatnya, walau temannya itu menuduhnya.
"Alasan lo nggak masuk akal! Halah, pingsan, sakit? Yang bener aja! Lo yang pake pakaian serba hitam dan pake kupluk, terus menyerang gue di dekat bangunan kosong itu, 'kan?" tuding Serryl kepada Livia dengan nada yang memaksa.
Livia melotot dengan eskpresi dungu. "Enak aja. Jangan main tuduh sembarangan, bisa gue laporin atas kasus pencemaran nama baik. Lo udah ngarang cerita seenaknya!" semprotnya kesal.
Serryl mundur saat melihat Livia bangun dari posisi duduknya. Revan memegang bahu Serryl berusaha melidungi cewek itu dari keganasan omelan Livia.
"Tapi orang itu jelas-jelas lo, parfumenya juga sama," kemudian Serryl mengendus tubuhnya, "Tuhkan sama!"
"Udah gue jelasin, gue pingsan. Noh tanya aja sama Danny. Dia yang nganterin gue pulang ke rumah, udah ya gue udah pusing dengan kelakuan kalian yang selalu memojokkan gue. Gue berasa dilibatin terus sama masalah kalian. Gue udah capek, makin capek aja sama tuduhan kosong kalian." Livia segera pergi sebelum pingsan lagi, kecapekan bukan fisik lagi melainkan capek batin.
Dalam hatinya Livia memendam kesedihan. Cuma gue yang menganggap kalo kita sahabat kali ya? Kok mereka nggak percaya dan jadi jahat sih?
Di koridor Livia berpapasan dengan Danny, cowok itu segera memandangnya cemas.
"Livi, kok lo hari ini masuk?" tanya Danny. "Lo udah gapapa?"
"Dan, maaf jadi ngerepotin ya kemarin. Oh ya, tolong jelasin sama tuh dua manusia kepo di mana keberadaan gue semalem. Mereka menuduh gue macem-macem lagi," kata Livia, Lantas dia baru menyadari sesuatu, tiba-tiba kepalanya mendadak dipenuhi hawa panas. "Danny??" Suara cewek itu melirih, tenggorokannya tercekat.
"Ya, kenapa?" Danny memiringkan kepalanya.
"Apa bener gue semalem pingsan? Gue merasa bingung lagi. Jangan-jangan kemarin gue kambuh lagi dan melakukan hal yang buruk sama Serryl. Lo ke mana saat gue nyerang si Serryl? Katanya lo mau jagain gue!!! Terus lengan gue kenapa memar?" cerocos Livia panik.
"Tenang! Hei!" Danny menyentuh kedua bahu cewek itu agar Livia tidak histeris. "Lo tuh pingsan, gue yang nganterin lo pulang sampe ke rumah dan memastikan lo baik-baik aja. Gue juga nitip sama Bi Ijah biar jagain lo, nggak mungkin lo ucuk-ucuk datang ke sekolah lagi terus nyerang Serryl. Soal lengan memar itu, maaf ya lo rada berat jadi pas mau gue masukin ke kursi belakang nggak sengaja lo jatoh sampe guling ke bawah, iya kepala lo kejedot, ternyata tangan lo kebentur keras juga. Sori banget."
"Mana bisa gue percaya? Gue pingsan saat Serryl diserang orang yang wangi tubuhnya kayak parfum gue. Gue jadi curiga kan. Ah, untung gue lagi pingsan, kalo nggak udah gue tendang lo bisa-bisanya gue kejedot gitu!" Livia menahan napas yang memburu karena mendadak saja sesak akibat kepalanya yang beprikir banyak hal aneh-aneh.
"Biar gue yang bicara sama Revan dan Serryl. Lo istirahat di UKS ya. Di sana ada orang juga yang jagain, jadi lo nggak usah khawatir jika terjadi sesuatu yang selama ini lo takutin, oke Livia?" ujar Danny lalu mengusap kepala Livia lembut dan tersenyum kecil.
Livia pergi ke UKS, sebelum memasuki UKS dia mengintip dari balik pohon palm di depan ruangan itu, mengintip ke arah gazebo di mana Danny, Revan, dan Serryl sedang bercakap-cakap.
Sebenarnya ada apa? Jangankan untuk memahami masalah Serryl dan Revan, Livia saja tidak memahami masalah yang terjadi pada dirinya sendiri. Mungkinkah Livia mengalami halusinasi lagi? Apa penyakit itu sudah sungguhan muncul lagi?
Livia membalikkan tubuh dan terperanjat saat mendapati Rian berdiri di belakangnya, sedang mengamati gazebo juga.
"Lo lagi sakit, Livia?" tanya Rian menatap cemas. "Tadi gue liat lo mau masuk UKS, tapi jadinya ke sini, ngapain ngumpet-ngumpet?"
"Entahlah, kepala gue jadi sakit karena banyak pikiran. Oh iya, gue mau ke UKS, lo mau ke mana?"
Gadis itu berjalan menuju pintu UKS, Rian mengekorinya masuk juga.
"Gue temenin, kasian lo sendirian aja," kata Rian. "Tadi gue baru balik dari kantin. Nggak ada tujuan nih, tadinya mau ke kelas sih."
"Obat sakit kepala tu apa ya?" tanya Livia melirik ke kotak obat yang tak jauh dari posisinya. "Kata Danny di sini ada orang, mana anak PMR?" gerutunya sendiri.
"Biasanya gue minum yang biru itu. Danny ya, eh omong-omong kemarin malam gue melihat itu cowok membekap lo di koridor, pake kloroform atau bius ya sampe lo jadi pingsan gitu. Apa sesuatu yang mengasyikan terjadi kemarin? Hmhh." Rian mengerling jahil. "Kalian mainnya di sekolah nih? Kok berani sih? Kalo satu sekolahan tau bakalan jadi berita heboh loh."
Sial. Apa maksudnya lagi ucapan si Rian?
"Hah, Danny ngebius gue, serius lo? Katanya gue pingsan karena kecapekan."
Tiba-tiba Livia teringat sesaat sebelum jatuh pingsan dia menghirup bau-bau yang menyengat, jadi Danny membiusnya kemarin malam? Cewek itu tidak bisa membela diri jika dia memang tidak melakukan apa pun itu, karena ya dia memang tidak mengingat apa pun.
Apa benar Danny sudah melakukan sesuatu padanya tadi malam tanpa diketahui? Dasar cowok memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
"Ya, gue cuma ngasih tau aja, Vi. Gue takut dia ngapa-ngapain lo. Kalo ternyata emang begitu dan lo kecolongan gawat loh. Lo percaya sama dia? Bukannya dia aneh gitu ya, mirip maniak? Dia rada terobsesi sama lo ya kan, Livia? Lo nggak takut dideketin dan dijebak? Dia bisa mengambil keuntungan dari lo. Yang pada akhirnya lo jadi kecolongan dan rugi. Danny mah laki-laki. Nggak akan ada beban hidupnya. Nggak akan kehilangan apa-apa. Akibatnya jadi lo yang nanggung sendiri."
Benar juga. Kelakuan Danny memang aneh. Cowok itu dengan senang hati membantunya dan membuat Livia percaya bahwa dirinya akan baik-baik saja. Apa itu cowok ada maksud tertentu di balik kebaikannya? Ah, bagaimana bila Rian benar, Danny melakukan hal-hal yang buruk padanya tadi malam. Namun, Livia ingin menyelesaikan masalahnya dengan pikiran sendiri, dia tak mau ada pengaruh dari orang lain.
"Gue percaya sama Danny. Dia sangat baik. Di saat sahabat gue memusuhi, dia selalu ada untuk membantu gue," ujarnya dengan senyum tipis. "Makasih ya infonya, nanti gue tanya sama Danny lagi."
"Gue cuma ngasih info, untung aja gue yang ngeliat kalian. Coba kalo yang mergokin adalah orang lain, pasti udah ada gosip kalo Danny sama lo udah ngapa-ngapain berduaan di sekolahan saat udah malam dan sepi. Wah, kacau deh imej lo!"
Seketika Livia menjadi panik dan gelisah. "Gue mohon, apa yang lo lihat jangan sampe bocor diceritain ke orang lain. Belum ada yang tau kebenarannya, cuma karena lo melihat Danny nolongin gue yang pingsan. Itu memang bisa jadi cerita palsu kalo dia berbuat sesuatu yang buruk sama gue. Sumpah deh, kasian dia kalo kena gosip karena nolongin gue. Nanti gue yang jadi nggak enak."
"Oke, gue nggak bakal ngomong sama siapa-siapa. Kalo gue jahat udah bocor dari tadi pagi kali. Gue kan cuma mau melindungi lo. Omongan orang jahat-jahat kalo udah nggak suka sama orang tuh parah. Gue ngomong begitu ya cuma ngasih tau, gue takut lo diapa-apain sama Danny."
Dalam hati Livia mencerna semua ucapan Rian. "Makasih ya udah merahasiakan apa yang lo liat kemarin. Tapi sumpah, kita berdua nggak ngapa-ngapain. Dia langsung nganterin gue pulang ke rumah."
Cerita kesaksian Rian membuat Livia menjadi berpikir hal lain tentang Danny. Pria itu sengaja membuatnya tak sadarkan diri?
Livia tidak sakit, tidak mungkin kecapekan karena masih kuat lari. Kenapa bisa sampai pingsan? Tangan Livia mengambil ponsel, dia mengetikkan suatu pesan singkat ke kontak Bi Ijah di Whatsapp.
Bi, semalam aku diantar ke rumah sampainya jam berapa ya?
Bi Ijah:
Jam 8 malam, Non
Non Livia pingsan karena kecapekan, makan gak teratur, dan rapat sampai malam.
Non di luar rumah lebih dari 12 jam loh
Livia mendesis. Apa yang dilakukan si keparat Danny padanya? Dia keluar ruang rapat OSIS itu sekitar sore jam 6 lewat. Kalau saat pingsan langsung dibawa pulang ke rumah, paling jam 7 sudah sampai di rumah?
Selama sisa waktu itu, mereka ke mana saja? Lama sekali berada bersama Danny.
**
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top