MG-Mantan#01
Happinesslee_ presents
Author's Note :
MG itu kodenya Mingyu Seventeen, yaaa.
Ohya, ini beda banget sama style nulis aku yang biasanya.
Happy reading!
P.S. : Sengaja di-post hari ini soalnya Seventeen mau comeback! Oye!!!
***
Heol!
Kenalkan nama gue Samuella Shin, biasa dipanggil Ella, dan gue cantik. Oke, gue becanda. Gue gak cantik kok, biasa aja, tapi ga bohong kalau dibilang manis dan imut. Hehehe.
Gue mahasiswi teknik sejati. Gue galak kalau kata orang-orang, tapi bego kalau kata orang terdekat gue. Terserah lah, gue mah apa adanya.
Gue anak tunggal, tapi Papa gue gak manjain gue. Alhasil, karena sering nemenin beliau nonton bola atau main PS jadilah gue cewek yang tomboy. Beruntung, Mama gue yang emang kalem dan cantik serta baik hati dengan rela 'benerin' gue jadi anak cewek.
Ohya, tadi gue bilang kalau temen-temen gue bilang gue bego. Tapi yang dimaksud bukan bego akademis. Gue pinter kok (kata dosen sama temen seangkatan). Gue ga pernah belajar, masuk kelas aja kalau ga diseret Rena -sahabat cewek paling deket sekaligus paling kampret gue, gue ga bakalan masuk. Ulangan gue bagus-bagus sampe gue heran Papa gue nyogok apa ke kepala jurusan gue. Gue bego secara sikap, tolol deh pokoknya.
Dan hari ini, siang ini, di kantin fakultas, gue mulai muak mendengarkan ketololan gue yang diomongin. Sama Rena dan satu makhluk kampret yang ga tau kenapa gue sebel banget.
"Wah, lo bawa bekel lagi, Gyu?" tanya Rena sama cowok yang lagi duduk di depannya.
Cowok ini namanya Kim Mingyu. Hits Teknik Mesin fakultas gue. Bocahnya tinggi, ganteng, kulitnya tan (padahal menurut gue item, soalnya gue lebih putih), dan dia punya gigi taring yang bisa bikin cewek yang disenyumi dia jadi klepek-klepek. Selain itu, dia jago pelajaran, junjungan dosen, mahasiswa berprestasi, manager tim robotik fakultas, serta jago masak. Bullshit, pencitraan banget!
Ahya, satu lagi. Dia mantan gue.
Iyaa, ayok bersorak!!!
"Iya, nih. Gue bosen diracunin makan mie instan mulu tiap hari," jawab Mingyu sarkas sambil lirik gue.
Astaga!! Nih, bocah ngajak berantem? Mau gue siram kuah mie? Kebetulan nih, gue lagi makan satu -__-.
"Gue ga mau dong sakit-sakitan gara-gara makan mie mulu. Makanya gue masak sendiri. Mau nyobain, Ren?" tambah Mingyu
"Wiih, boleh, deh," Rena menusukkan garpunya ke telur gulung milik Mingyu dan langsung jatuh cinta pada masakan Mingyu. Iyee, gue tahu, kok. Gue pernah makan juga.
"Lo mau, La?" tawar Rena.
"Gak makasih, Ren. Gue lebih suka makanan gue," kata gue sinis. Dan Mingyu cuma mesem-mesem sambil makan bekelnya.
Gue merutuki Mingyu. Kenapa dia harus ikutan join makan siang gue sama Rena, sih? Kantin ini kan luas. Lo bisa kan duduk dimana aja asal bukan di meja gue dan berakhir dengan lo jelek-jelekin gue? Terkutuklah kau, wahai Kim Mingyu.
"Ren, gue cabut," kata gue tanpa merasa kalau Mingyu ada di situ juga. Bodo lah, bodo.
"Oke."
***
Oke. Gue jelasin semua.
Jadi, gue pacaran sama Mingyu udah lama. Hampir dua tahun dari jaman SMA. Dan kita baru aja putus dua bulan yang lalu. Dan alasan kami putus pun termasuk kategori bodoh dan tolol.
"Ming," gue memanggil Mingyu dengan panggilan sayang.
"Apa, El?" tanya Mingyu, tangan dia membelai rambut gue sayang.
"Aku bosen sama kamu, Ming."
Gue sempat merasakan Mingyu menjadi kaku.
"Bosen kenapa, El?"
"Ya, aku bosen. Kamu terlalu sempurna jadi cowok. Kamu baik, kamu ganteng, semua orang suka kamu. Aku bahkan hampir ga pernah lihat kamu marah," jawab gue agak bimbang. Diam-diam gue memandang mata Mingyu yang mulai sendu.
"Terus aku harus gimana?" tangan Mingyu mulai mengelus pipi gue lembut. Gue suka.
"Aku gak tahu."
"Ya, kamu harus bilang aku harus apa biar kamu engga bosen, El."
Dan setelah kita bahas masalah itu, gue semakin bimbang. Gue sayang dan cinta banget sama Mingyu. Tapi di sisi lain, gue bosen dengan keadaan gue sama dia yang gitu-gitu aja.
Kita jarang berantem, mulus-mulus aja. Gue yang seringan marah ga jelas, gue sering jambak rambut dia, kadang gue marah sama dia yang tahan aja gue marahin. Dan setiap di depan banyak orang dia sweet banget sama gue melebihi manisnya martabak. Pokoknya bukan itu yang gue mau!
Dan hebatnya, satu minggu berselang setelah kejadian gue-ngomong-bosen-sama-Mingyu, Mingyu jujur sama gue.
"El, aku suka sama cewek lain," kata dia pelan, mungkin takut gue damprat.
Jedaaaar!!!
Ampuni hamba, Ya Tuhan.
"Oh," dan jawaban gue lebih bodoh lagi. Sial.
"Sebenernya kami udah kenal lama, tapi baru aja deket beberapa minggu."
Plis, ini gue nanya, MINGYU SIALAN INI SELINGKUH? DIA BARU AJA NGAKU SELINGKUH?
Dan lagi-lagi gue menjawab bodoh. "Siapa?"
Mingyu ga menjawab. Dia cuma ngelus-elus tengkuknya sambil nunduk ke tanah. Kebetulan kita lagi di sudut sepi lapangan teknik, jadi kalau gue nancepin pisau ke kepala dia, gue yakin ga bakalan ada yang curiga sama gue.
"Ya udah, kamu maunya gimana?"
"Aku ga tau. Kamu gak marah?"
Masih nanya aja lo, Sendok Soto. Jelaslah gue marah -__-
"Marah. Tapi mau gimana lagi. Kamu selingkuh, aku bosen. Tahu sendiri akhirnya gimana, kan?"
Dan mendengar itu Mingyu melotot. "Aku gak selingkuh, El!"
"Lah, tadi lo ngomong kalau lo kenal dia lama dan baru deket akhir-akhir ini. Kan jelas berarti lo sama dia sering ketemuan bareng, kan?" lama-lama gue emosi.
"Ya tapi bukan selingkuh. Aku masih sayang kok sama kamu. Kami deket doang," jawab Mingyu frustasi.
"Bodo amat, Ming!" gue teriak gak kalah frustasi.
Mingyu tiba-tiba merengkuh gue. Dan gue ga bisa lepas karena tangan dia kuat banget. Terkutuklah, tangan kekar Mingyu!
"Aku masih sayang sama kamu, El."
"Udah, Ming. Gue bosen. Terserah lo mau sama dia atau sama gue. Pokoknya gue mau putus. Titik."
Dan sore itu kami berdua berakhir dengan argumen apakah kami jadi putus atau tidak. Tentu saja gue menang. Kita putus dan gue gak peduli Mingyu mau jadian sama selingkuhannya atau engga.
Pokoknya malam itu gue inget. Gue nangis kejer semaleman sambil ngehapusin foto-foto gue sama Mingyu selama dua tahun ini.
***
Gimana perasaan kalian kalau pagi-pagi disuguhi tatapan tajam dari orang ter-kampret kalian? Pengen ditonjok, kan? Sama.
Tadinya gue berencana menghampiri Joshua dan Seungcheol, dua kakak tingkat Mingyu yang dua tahun di atas kami. Gue pengen ngasih undangan dari himpunan jurusan gue buat mereka. Terus gue malah ketemu sama Mingyu yang melototin gue ga terima.
"Kak Joshua sama Seungcheol ada?" gue tanya sama Mingyu walau dalam hati males banget nyapa dia.
"Ucapin selamat pagi kek, atau kasih kecupan kek," Mingyu malah membalas gue sewot.
What??? Kecupan? Nih, gue dengan senang hati ngasih kecupan sepatu gue ke muka lo yang katanya ganteng itu -___-.
"Gue nanya serius."
"Gue juga serius," suara Mingyu meninggi. "Kalau lo ga mau, ga bisa lo masuk ke jurusan gue. Gue laporin satpam lo mau maling."
Setan! Ni bocah dendam banget sama gue ya?
"Met pagi," kata gue sekenanya.
"Apaan gak ada feel-nya," protes Mingyu. Sejak kapan ngucapin selamat pagi kudu pake feel?
"Selamat pagi, Kim Mingyu," sapa gue dengan senyum dipaksakan.
Mingyu tersenyum senang.
"Nah, kecupannya mana?"
Mingyu sialaaaan! Pengen gue jambak rambut lo.
"Cowok mesum bego! Gue kan udah ngucapin selamat pagi! Kenap-"
Mingyu mengecup bibir gue lembut kemudian dia berlari masuk ke gedung jurusan dia. Gue sempet terdiam beberapa saat gara-gara perlakuan dia barusan.
"Sembarangan, Mingyu!! gue laporin Rektor lo! Bertindak tidak senonoh! Ya, Kim Mingyu!" gue berlari mengejar dia dan tak berhenti menyumpahinya.
***
Hari ini hari Sabtu. Hari dimana gue bisa berhenti jadi mahasiswi kupu-kupu (kuliah pulang, kuliah pulang) dan mendedikasikan diri gue sepenuhnya sebagai anak rumahan, anak nongkrong kalau nanti diajak temen.
Gue masih tidur-tiduran malas di kamar sambil gonta-ganti channel tivi yang ga bermanfaat. Itung-itung buat ada suara di rumah gara-gara cuma gue sendirian yang ada di sini. Papa udah seminggu dinas ke luar pulau, sedangkan Mama lagi sibuk arisan ibu-ibu. Dan di sinilah gue berada, yang sebenernya diamanati banyak kerjaan tapi malah salah prioritas. Gapapa, mumpung masih muda.
Pintu rumah gue tiba-tiba diketuk. Gue beranjak dengan malas menuju pintu dan seumur hidup gue ga maafin diri gue yang melakukan hal itu. Karena di depan gue sekarang ada cowok kampret yang bikin gue kesel setengah mati. Kim Mingyu.
Reflek habis liat mukanya, gue langsung buru-buru nutup pintu. Takut kalau dia ikutan masuk. Bisa-bisa gue diapa-apain, terus gue dijual, atau gue disiksa sama dia. Hiii
Tapi kaki panjang dia dengan kuat nahan pintu rumah sampai akhirnya dia bisa menelusup masuk. Senyum dia panjang banget, tapi kekesalan gue lebih panjang lagi.
"Ngapain lo ke sini?" tanya gue ketus. Galak banget, ya?
"Mainlah, ngapain lagi," balas Mingyu jutek.
Lah, nih bocah kerasukan apa, sih? Rumah rumah siapa? Kok dia yang jutek. Aneh.
Mingyu langsung pergi ke ruang makan. Dia masih mengenakan kaos lengan panjang dan celana training pendek. Sepertinya dia baru aja selesai olahraga pagi. Maklum, dia ngakunya orang yang gemar berolahraga. Iyain, aja.
"Lah, Mama ga masak?"
"Engga."
Gue kembali ke kamar dan berniat melanjutkan aktivitas mengganti channel gue yang sempet tertunda.
"El, udah makan?" Mingyu mengintip dari balik pintu. Dan gue cuma ngelirik sekilas aja.
"Udah. Sama keinginan buat nendang lo dari rumah," jawab gue sarkas. Dan orang yang gue sarkasin cuma mendecih kesal.
Hal selanjutnya yang gue denger adalah pisau dapur yang lagi motong, suara gelegak air dimasak, dan bau yang menggugah selera. Emang, mantan gue kalau urusan masak juwara!
Mingyu emang udah biasa main ke rumah gue. Ngobrol sama Mama sampe bosen, terus bantuin masak, kemudian makan bareng. Mama juga percaya banget sama Mingyu. Semisal gue ditinggal dinas kedua orang tua gue, gue pasti dititipin di rumah Mingyu. Soalnya rumah Mingyu gede dan rame. Mama gak tahu aja gimana gue di sana bisa gila, adeknya Mingyu, Minseo, sering ngledekin gue. Dan gue tanpa disuruh harus bantuin Mama Mingyu yang kalau sekali masak, masakannya bisa dimakan orang sekampung. Kan capek, kan.
Gue nambah sebel lagi karena selepas kami putus malah Mingyu sering banget mampir rumah. Ngobrol sama Mama gue tanpa rasa bersalah. Kadang masakin gue. Makanya, gue gak pernah bilang ke Mama kalau gue udah putus sama Mingyu. Kayanya gue bakal diusir dari rumah karena kehilangan calon suami sempurna macam Mingyu. Mama gue emang lebih sayang Mingyu. Sedih.
"El," Mingyu masuk kamar gue, masih make apron Mama gue. Kalau kaya gini keliatan banget dia ibu rumah tangga sedangkan gue adalah suami tukang malas-malasan dan galak.
"Apa?" tanya gue gak ngelepasin mata dari tivi. Ga mau lihat Mingyu kaya gitu, nanti gue gagal move on.
"Makan, yuk. Matiin tivinya."
Mingyu nyabut colokan tivi gue. Anjir, pake remote kan bisa, Ming???!! Kok lo vandal banget, sih, jadi manusia? Pengen gue gituin tapi ga jadi soalnya gue udah ditarik ke ruang makan.
Nyium bau masakan dia yang enak banget bikin gue nurut. Perut gue yang udah konser keroncong dari tadi rasanya semakin ingin diisi. Mingyu duduk di samping gue dan ngambilin gue nasi. Dia naruh banyak lauk di piring gue.
Gue gak malu-malu langsung melahap apa yang di depan gue. Yang gue tahu, Mingyu senyum dan sempet moto gue. Duh, geer kan gue.
"Ngapain lo pake moto-moto segala? Ntar orang ngira kita ga jadi putus," sergah gue dengan mulut penuh makanan. Mingyu agak jijik tapi dia ga pergi.
"Mau gue pake buat ngancam lo kalau lo berani macem-macem sama gue," jawab Mingyu singkat. Senyumnya yang nyebelin -atau yang orang bilang smirk itu,.
Anjir gue kepedean.
"Kuah Acar! Hapus ga? Hapus ga?"
"Ogah. Gue pake buat nakut-nakutin calon cowok lo nanti biar tahu calon ceweknya kalau makan bar-bar. Hahaha."
"Dih, lo jahat banget! Gue aja gak pernah neror selingkuhan lo. Kok, lo tega, sih?" gue nyaris teriak. Masih berusaha ngerebut hape dia.
Kekanakan banget, ya?
"Selingkuhan dari mana?" tanya Mingyu masih mengelak dari serangan gue.
"Tuh, cewek yang lo deketin habis kita putus," jawab gue. Kali ini gue maupun Mingyu udah saling berdiri.
Dia ngangkat tangannya tinggi banget. Gue berusaha loncat-loncat buat ngeraih tangannya. Tapi apalah daya cewek kaya gue yang tingginya ga lebih dari 160 cm di hadapan cowok raksasa kaya Mingyu yang tingginya 186 cm.
"Bukan cewek gue," kata Mingyu. Sekilas gue lihat keningnya mengerut.
"Ming! Plis hapus, plis!" gue memohon. Bakalan habis riwayat gue kalau sampe foto makan bar-bar gue kesebar gara-gara mantan kampret gue.
Mingyu menatap gue. Tangannya diturunkan dan dengan cekatan gue mengambil hapenya dan langsung gue hapus foto nista itu.
"Nih, makasih," gue naruh hape itu di tangan Mingyu lagi tanpa memandang matanya.
Tapi tiba-tiba dia narik tangan gue.
"Ella, kita perlu bicara."
"Hah?"
Dan Mingyu malah narik gue ke kamar dan menutup pintunya. Laah, nih bocah sehat ga sih? Ngapain ngomong sampe masuk ke kamar gue. Pake acara ditutup segala. Oke, gue takut. Gue takut dimesumin sama mantan gue ini. Pas pacaran dulu, Mingyu punya potensi buat melakukan hal-hal tidak senonoh. Untung gue galak, jadi sebelum macam-macam udah gue jambak rambutnya.
Dia dudukin gue di kasur terus dia narik kursi ke depan gue dan duduk. Air mukanya serius banget. Gue jadi ga berani ngomong kalau gini.
"La," dia mulai pembicaraan. "Lo denger gue deketin cewek dari siapa?"
Gue mikir. "Gue lihat sendiri, kok. Tuh cewek orang yang lo deketin. Udah gue cek ke temen gue sama temennya. Dan gue juga lihat dia ngikutin lo selama tanding basket fakultas," jawab gue jujur.
Mingyu menghembuskan nafas panjang. Mukanya ditutup pake kedua telapak tangannya. Gue jadi bingung dia kenapa. Apa ini efek panjang hasil gue sering jambak rambutnya? Jadi, dia kepribadiannya bisa seaneh ini.
"Denger ya, Ella sayang," dia ngomong pelan banget, sambil lihat mata gue.
Ya Tuhan, kuatkan hati hamba agar tidak kembali pada jerat setannya.
"Habis kita putus, gue udah ga pernah kontak tuh cewek. Cuma kayanya dia keburu baper jadi dia ngikutin gue kemana aja. Tenang aja, udah ga pernah gue gubris, kok."
Terus gue kudu seneng gitu? Ya bodo amat, Ming -__- Baperin anak orang tapi habis itu ditinggal sama jahatnya kaya lo selingkuh dari gue. Fix.
"Gue masih sayang ke Ella gue ini," dia mendorong beberapa helai rambut gue ke belakang telinga. Sumpah ini bakalan kelihatan sweet kalau aja dia ga menambahkan senyum ngeselinnya itu.
Mingyu kok jadi ngeselin, sih. Sejak kapan? Hufft.
"Gak usah pake sayang-sayang. Kepala lo peyang," kata gue galak.
Mingyu malah ketawa.
"Lo nambah galak malah makin ngangenin, ya?"
Kok responnya begitu, ya?
"Gak usah bermulut manis. Gue tahu lo tuh muka dua. Di depan orang lain lo kelihatan baik menggemaskan, di belakang mereka -kaya di depan gue nih, kelakuan lo kaya setan," gue mencecar dia dengan segala kata-kata buruk. Biarlah, penting muka lo ga jadi itik buruk rupa, ya, Ming?
Emang, Mingyu ini sejenis iblis yang beneran ada di kehidupan nyata. Kelakuan dia kaya setan. Muka sama pikiran dia juga bisa bikin orang jadi kaya setan juga (?) *loh?
"Makasih, lo. Lo perhatian banget sama gue, sih? Tau aja selama ini gue kaya apa," kata Mingyu santai. Senyumnya nambah lebar, nambah ngeselin. Pengen gue jambak.
"Serah lo."
Males banget ngomong sama Mangkok Bakso ini. Iya sih, dia bukan Mingyu yang dulu. Yang tiap dimarahin dan dituduh diem aja kaya patung porselen. Dulu dia ga bisa ngomong apa yang pengen dia utarain. Tapi tahu-tahu habis putus malah jadinya kaya begini. Pengen tobat gue.
"El?"
"Apa?"
"Ngomong-ngomong, lo tadi bilang gue kelakuannya kaya setan?"
"Iya, kenapa? Kesindir? Ga terima?" tantang gue. Masih menatap galak Mingyu.
"Lo mau gue tunjukin kelakuan kaya setan itu yang gimana?" ini tiba-tiba Mingyu majuin badannya. Gue malah mundur saking kagetnya.
"Eeeh, lo macem-macem, gue teriak. Tetangga sebelah gue Paspampres, loh."
Tapi, ga mempan. Mingyu cuma ketawa aja.
Ya Tuhan, maaf kan hamba yang selama ini galak dan jahat. Tolong kembalikan jiwa mantan saya yang sudah tertukar dengan makhluk terkutuk ini. Jebaaaaaaal....
The End
(Ga jadi The End kalau aku pengen ceritanya dilanjutin ehehehe)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top