JWW-Presence

Happinesslee_ presents

PRESENCE

Hallo~

Sebenernya ga kepikiran buat FF ini, sungguh! Tapi ketika lihat tanggalan dan besok adalah Seventeen 2nd Anniversary, jadilah aku membuat FF ini, staring Jeon Wonwoo as my second bias *canda wkwkwk

Genrenya sepertinya adalah angst. Dan ceritanya agak ga jelas, jadi maapkeun :(( Ini sebenernya terinspirasi dari lagu baru Seventeen "Don't Wanna Cry" (dan kegantengan Wonwoo yang semakin maksimal ehehe).

Happy reading and dont forget to vomment, kay? :)


Jeon Wonwoo POV

Bagaimana rasanya kesepian?

Bagaimana rasanya hampir putus asa tapi tidak bisa melakukan apapun?

Bagaimana rasanya kehilangan?

Aku hanya terduduk diam di sofa ruang tengah rumahku hampir selama satu jam. Aku menatap televisi yang menampilkan gambar warna-warni acak. Aku membencinya.

Tak ada hal yang ingin kulakukan selain menyusulnya segera. Tapi, kata-katanya seolah menahanku. Menahan hasrat terakhirku untuk menatapnya dan merasakan dirinya sebagai milikku untuk yang terakhir kali.

"Tidak. Kita berakhir. Jangan temui aku lagi, Jeon Wonwoo."

Dia mengucapkannya dengan dingin. Lebih dingin daripada sikapku selama ini padanya. Apakah dia berniat balas dendam? Tapi aku mencintainya.

Aku berganti posisi. Aku tiduran di sofa sambil menatap langit-langit rumahku yang tinggi. Ada bayangnya di sana. Samar.

Mungkin gadis itu membenciku terlalu dalam, batinku.

Tidak pernah aku merasakan sesak yang menyakitkan seperti ini. Aku ingin lari dan menghampirinya, mengatakan kalau aku bersalah dan memintanya untuk kembali. Tapi, egoku jauh lebih besar dari keinginanku. Memang aku pria brengsek. Memang aku pria kejam, Yoora.

***

Bau masakan segera menguar liar di rumahku. Aku hanya memandang ibuku yang mampir hari ini hanya untuk memasakkan masakan untukku. Beliau langsung khawatir mendengar aku tidak enak badan dan belum makan apapun sejak kemarin. Kudengar dari ayahku, ibuku langsung berangkat dari Changwon ke Seoul. Sungguh aku tidak menyangka beliau bisa sepanik ini.

"Wonwoo, makanlah," pinta ibu sambil meletakkan banyak lauk di mangkuk nasiku.

"Terima kasih."

Dan hal yang kulakukan setelah itu adalah menghabiskan semua makanan di meja. Selagi makan, aku mengingatnya. Kenanganku dengan dia. Sama persis seperti ini. Dia datang ketika mendengar aku tak masuk kerja dan tak mau makan.

Sama seperti ibuku, dia memasakkan makanan kesukaanku. No seafood, karena aku alergi. Dia akan telaten meletakkan banyak lauk di mangkukku dan menatapku dengan matanya yang indah itu.

Diam-diam air mataku turun.

Ibuku mulai melirikku khawatir ketika mendengar aku sesenggukan sambil makan. Aku sungguh merasa lemah dan malu.

Aku tidur di kamar setelah makan malam. Tidak benar-benar tidur karena pikiranku melayang entah kemana. Ibuku pamit setelah mencuci piring. Aku menawarkan untuk tinggal semalam tapi beliau menolak. Alasannya karena aku butuh waktu sendiri.

Ibu benar, aku butuh waktu sendiri. Tapi, kenapa aku masih merasa sepi?

***

"Wonwoo sayang, hari ini kamu mau makan apa?" tanya Hong Yoora padaku.

Dia bergelayut manja di lenganku sambil menatapku dengan puppy eyes-nya yang imut itu.

"Terserah kau," jawabku tidak minat.

Yoora memukul lenganku dengan tangannya yang mungil itu.

"Kau selalu saja berkata terserah terserah. Kalau aku bilang padamu kalau aku akan minggat dengan pria lain apakah kau akan berkata terserah?" kata Yoora dengan nada tinggi.

Aku menatapnya dengan tatapan datarku yang biasa. Dia selalu begitu, kekanak-kanakan.

"Lalu kau ingin aku berkata apa?"

"Katakan, aku mau makan apa saja buatanmu, Yoora Sayang," kali ini Yoora mendiktekannya padaku.

Aku mengerutkan kening.

"Bukankah itu sama saja dengan terserah?"

Yoora menatapku kesal dan pergi ke dapur dengan berkacak pinggang.

Sudah dua bulan ini kami tinggal bersama. Dua bulan lalu pula aku melamarnya dan mengajaknya tinggal bersama. Rencananya enam bulan lagi kami akan menikah. Usiaku sudah cukup matang dan aku mapan. Yoora baru saja diangkat menjadi pegawai tetap di perusahaan advertisement dan orang tuanya setuju.

Aku sempat berpikir apa yang membuatnya tergila-gila padaku. Padahal aku tidak sehangat pria lain yang pernah dekat dengannya. Aku hanya pria minim ekpresi yang dingin dan sedikit kasar.

"Tidak, Wonwoo. Kau tampan sekali dan kau sangat baik padaku. Makanya aku mau menghabiskan seumur hidupku denganmu," jawabnya ketika kutanya alasan dia menyukaiku.

Aku juga mencintainya. Dia gadis yang ceria. Cantik pula. Tidak ada cela. Kami bertemu ketika dia wisuda, kami satu universitas dan saat itu aku sedang mengantarkan teman kantorku yang ternyata juga temannya Yoora untuk datang ke wisuda Yoora.

"Ayok makan," Yoora menyeretku ke meja makan ketika aku masih sibuk dengan pikiranku.

"Kok, kamu masak udang? Kau kan tahu aku alergi udang," tanyaku heran. Tumben sekali Yoora mau memasak seafood padahal dia tahu aku alergi.

Yoora menjadi murung. "Maaf, sayang. Entah kenapa aku ingin makan udang hari ini. Kau tidak perlu ikut memakannya, ya?" Yoora menatapku dengan tatapan bersalah.

Aku melunak. Kubelai rambutnya yang lembut dan berwarna brunette itu.

"Kalau kau senang, ya sudahlah," kataku akhirnya.

Dan hari-hari selanjutnya, kelakuan Yoora semakin aneh saja. Dia mulai suka makan makanan yang pedas -padahal sebelumnya dia tidak bisa makan makanan pedas! Yoora juga jadi suka marah-marah dan detik itu juga dia menangis karena merasa menyesal membentakku. Dia juga sering merasa mual ketika aku memakai parfum yang menyengat, padahal parfum itu juga parfum yang dia berikan padaku.

Aku menceritakan hal tersebut kepada temanku, Kim Mingyu. Dan tatapannya padaku semakin aneh saja. Apa Yoora sakit parah?

"Memangnya kalian selama tinggal bersama tidak melakukan 'itu'?" tanya Mingyu padaku dengan tatapan selidik.

Aku mengerutkan kening.

"'itu' apa?"

"Halah, Hyung! Jangan berpura-pura bodoh. Kau pasti tahu maksudku," balas Kim Mingyu dengan sebal.

Dan detik selanjutnya ketika aku mulai paham maksud Mingyu, aku langsung pulang dan mencari Yoora.

Sampai di rumah aku melihatnya di depan TV, tidak bekerja, dan dia sedang makan camilan. Dia hanya menatapku bingung karena melihatku kehabisan nafas.

"Yoora, apa kau..."

***

Mungkin aku sudah gila.

Mungkin aku sudah mabuk. Entah berapa botol soju yang kuhabiskan.

Aku membanting telepon genggamku ketika aku tidak mendengar jawabannya.

Aku menangis di pinggiran jembatan sungai Han. Riuhnya suara mobil yang lewat tidak membuat baik moodku. Aku merindukannya. Aku ingin meminta maaf.

Yoora.

Hong Yoora.

Kilasan Yoora yang terlihat bahagia ketika mendengar kabar dia akan memiliki bayi. Kilasan ketika Yoora sedih karena kehilangan calon malaikat kami. Kilasan ketika Yoora depresi dan hubungan kami mulai memburuk. Kilasan ketika aku mulai menampar pipinya ketika dia histeris.

Kilasan ketika dia mengatakan itu di depan wajahku....

"Tidak. Kita berakhir. Jangan temui aku lagi, Jeon Wonwoo."

"Yooraaaa!!!"

Aku berteriak sekuat tenaga ke arah sungai Han yang mengalir tenang. Bisa-bisanya kau tenang ketika hatiku bergejolak. Teganya kau.

"Kembaliiii, Yooraaa!!! Aku merindukanmu," dan aku benar-benar rindu padamu.

Ketika aku ingin memelukmu, kau tak di sisiku. Ketika aku ingin melihat senyummu yang bodoh, aku tak menemukan itu. Ketika....

Ketika aku ingin pulang kepadamu, Yoora.


THE END



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top