Chapter 13: hello, my friend wants to know you (actually i don't)
chapter 13: hello, my friend wants to know you (actually i don't)
Sayangnya, hari ini aku tidak sempat berbicara dengan Aga. Cowok itu masih duduk dengan temannya (aku masih belum tahu kenapa), dan aku tidak bertemu dengannya saat istirahat atau pulang sekolah.
Aku bisa saja meminta nomor teleponnya, tapi, pasti akan sangat aneh. Aku tiba-tiba mengirim pesan kepada seorang cowok yang berisi aku ingin mendekati cowok lain?
Setelah kupikir-pikir, mungkin seharusnya aku tidak meminta bantuan Aga dulu. Mungkin, Farel salah. Mungkin saja aku bisa mengamati Dimas dari jauh, tidak perlu berkenalan segala.
Maka, pulang sekolah hari itu, aku memutuskan untuk ke XI-IIS-2—kelas Dimas, hanya untuk mengamati dan melihat keadaan. Untungnya tante dan sepupu Risya sudah pulang, jadi sekarang, Risya bisa menemaniku ke XI-IIS-2.
"Itu Dimas," kata Risya yang lebih dulu menemukan cowok itu di antara murid-murid kelas sebelas yang berseliweran. Dimas sedang berada di depan kelas XI-IPA-5, mengobrol dengan salah satu temannya. Dari samping, dia terlihat cukup mirip dengan Damar. Rambutnya cepak, hidungnya agak mancung, dan yah, alisnya juga agak tebal. Tapi setelah kuperhatikan lagi, selain telinganya, yang membuatku agak ragu adalah bentuk wajahnya. Di foto, wajah Damar berbentuk agak lonjong (tapi tidak selonjong Zikri) dan garis-garis wajahnya tajam. Sedangkan Dimas memiliki bentuk wajah yang sedikit bulat.
Tapi bisa saja kan, foto itu menipu? Iya, pasti bisa.
"Jadi lo terus mau ngapain kalau enggak mau ngorbol sama dia?" tanya Risya. Kami berdua sekarang berdiri di pinggir koridor, masih mengamati Dimas dari jarak yang aman—tidak terlalu jauh, tapi tidak terlalu dekat juga.
"Belum tahu. Gue lagi mikir," balasku.
Sebelum Risya sempat membalas, seseorang memanggil namanya. "Risya!"
Aku dan Risya pun menoleh ke sumber suara. Yang tadi memanggil Risya adalah seorang cowok berkacamata, rambutnya dipotong cepak, hidungnya tidak terlalu mancung, tapi alisnya cukup tebal, dan bentuk wajahnya bisa dikatakan lumayan mirip dengan Damar—malah, dia terlihat mirip Damar versi mengenakan kacamata dan hidung agak kurang mancung (tapi lagi-lagi, foto bisa menipu, kan?)
"Hai, Kak Radhi!" balas Risya begitu cowok yang dipanggil Kak Radhi itu mendekat. "Kak Radhi, ini Laura—temen gue."
Kemudian Risya menoleh kepadaku dan berkata, "Laura, ini Kak Radhi—sepupu gue dari bokap. Yang kemarin gue asuh itu, sepupu gue dari nyokap."
Aku bertukar senyum dengan Kak Radhi.
"Lo anak baru, ya?" tanya Kak Radhi kepadaku.
Aku mengangguk. "Iya, Kak."
"Pantesan, gue pasti tahu kalau gue pernah lihat lo," katanya sambil tersenyum.
Aku balas tersenyum, walaupun tidak terlalu mengerti apa maksudnya.
"Jadi, Alaya udah pulang?" tanya Kak Radhi. Risya pernah memberitahuku bahwa nama sepupu kecilnya adalah Alaya.
Risya mengangguk. "Udah, Kak."
Kak Radhi mengangguk. "Kamu ngapain di sini? Nyari orang?"
Risya membuka mulutnya, tapi tiba-tiba matanya melebar—seolah-olah dia teringat sesuatu. "Kak! Kakak kelas berapa?"
"XI-IIS-2, kenapa?" tanyanya.
Risya nyengir lebar. "Ini Kak, si Laura mau kenalan sama kakak."
Aku memelotot ke arah Risya, apa katanya?!
*
Risya tertawa melihat ekspresiku.
"Santai aja kali. Kak Radhi orangnya santai, kok. Dan dia itu kunci lo buat tahu lebih banyak tentang Dimas! Dan setelah gue lihat lagi, Kak Radhi juga lumayan mirip Damar, iya enggak?" tanya Risya, masih dengan cengiran di wajahnya.
Aku dan Risya sekarang sedang berada di lobi Gedung Utama, menunggu dijemput. Tadi, setelah Risya berkata aku mau berkanalan dengan Kak Radhi, Kak Radhi langsung tampak bersemangat dan memberiku nomor teleponnya. Yah, tanggapannya bisa lebih buruk, sih, tapi tetap saja—memalukan!
"Jadi, gue sekarang harus pura-pura tertarik sama Kak Radhi?" tanyaku, masih dengan sebal.
Risya tertawa lagi. "Enggak usah pura-pura, kali. Kak Radhi tampangnya lumayan kok. Dan dia juga enggak punya pacar—jadi lo aman."
Iya sih, tampang Kak Radhi memang lumayan, tapi ah, semuanya membingungkan!
"Bisa aja malah Kak Radhi itu Damar," sambung Risya. "Enggak ada yang tahu, kan?"
Saat itu, sebuah mobil berhenti di depan kami. Mobil keluarga Risya.
Risya pun melangkah menuju mobil itu dan melambaikan tangan kepadaku. "Dah, Laura! Good luck PDKT-nya!"
Aku balas melambaikan tanagn dengan setengah hati.
Sambil menunggu jemputanku, aku memikirkan ucapan Risya. Dia benar juga, sih. Dengan berkenalan dengan Kak Radhi, aku mendapat banyak keuntungan. Dan Kak Radhi juga tampaknya baik, dia bisa menanggapiku dengan lebih buruk tadi.
Aku mengembuskan napas. Ya sudah, lah, sudah telanjur. Sekarang, aku tinggal memainkan peranku saja.
Aku merogoh tasku dan mengeluarkan buku merahku. Kemudian, aku menambahkan sebuah nama di bawah nama Dimas.
Adam Radhimata.[]
a.n
haii semuanyaa! buat yang belum tau, ada pengumuman lho di ceritaku yangThank You. Buat yang pengin tahu, silakan dicek wkwk.
p.s BEAUTY AND THE BEAST KEREN BANGET GABOONG. Kayaknya bakal nonton ulang deh HHHEHEHE.
18 Maret 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top