t u j u h b e l a s
Dion mengikuti kemana Bia pergi, gadis itu tengah diliputi amarah sehingga mengambil tindakan yang asal. Dion menyaksikan sendiri bagaimana Deanita—kakak Bia bicara sinis kepada Bia, tepat disaat mood gadis itu tengah hancur akibat hubungannya dengan Andra yang sedang tak baik.
Ketika Bia tiba di sebuah mal, Dion dapat melihat jika gadis itu kebingungan. Juga, merasakan bahwa Bia menyesal atas tindakannya kini. Selama ia mengenal Bia, Dion tahu kalau Bia bukan gadis mandiri. Ia selalu merasa cemas berlebihan ketika sendirian, untuk itu, Dion membuntutinya dan menyiapkan amarah kalau-kalau ada sesuatu yang buruk terjadi pada sahabat masa kecilnya.
Rupanya Bia melangkah masuk ke toko buku, lama gadis itu memilah buku di sana. Ternyata yang ia beli adalah buku resep masakan, entah untuk apa dan atas dasar apa ia membelinya. Setelah hampir dua jam mengelilingi toko buku, akhirnya Bia mengantri di kasir untuk membayar buku yang ia beli. Kemudian, gadis itu melangkah menuju supermarket dalam mal.
Dion lebih terkejut lagi ketika melihat apa yang dimasukkan Bia ke dalam troli, beberapa bahan masakan mentah dan bumbu dapur! Serius, Bia mau menyentuh bahan-bahan tersebut?
Tak lama, Bia mengantri di kasir. Setelah itu ia terlihat buru-buru memesan taksi online, dan kembali pulang ke rumahnya.
Benar-benar diluar dugaan Dion, ini seperti mukjizat. Mungkin, karena efek galau Bia menjelma menjadi gadis rajin seperti yang Dion lihat sekarang. Tanpa berpikir lama, Dion mendatangi rumah Andra.
°°°
Usai membersihkan diri, Andra kembali duduk dibalik meja belajarnya. Wajahnya kembali menatap layar laptop yang menampilkan rancangan desain vektor, namun pikirannya berkelana kemana-mana. Sehingga … pekerjaannya terlunta.
Ketukan dari balik daun pintu menggema di kamar Andra, bergegas cowok itu membukakan pintu kamar agar sang pengetuk bisa mengutarakan maksudnya. Aini-Mama Andra berdiri tepat di hadapannya kala pintu tak lagi menutup ruang kamar, kedatangannya refleks mengundang tanya sang putra. "Ada apa, Ma?"
"Susulin Bia, gih. Dia di rumahnya sendirian, Mami-nya lagi ke Grogol nginep di rumah Oma-nya. Sakit. Kakaknya ikut, si Bia sendirian di rumahnya."
"Bukannya ada Om Pilot?"
"Papinya Bia ada jadwal ntar malem. Kasian, Ndra, susulin gih."
Andra diam. Di satu sisi, ia masih kesal pada Bia. Namun, ia juga khawatir, Bia yang manja sendirian di rumahnya. Bukankah terlalu riskan?
"Riandra?"
Yang dipanggil terperanjat, "Eh, iya, Ma?"
"Kok bengong? Susulin si Bia, kasian. Suruh nginep sini."
"Iya, Ma. Andra ambil jaket dulu, malu pake kaos begini."
Aini mengangguk, kemudian berlalu dari hadapan putranya, membiarkan remaja lelaki itu bersiap diri.
Di rumah Bia.
Andra melongo saat memasuki rumah yang tak terlalu mewah tersebut, ruang tengah yang tak pernah rapi jika yang menghuni hanya Bia, kini sebaliknya. Semuanya rapi, dan harum seperti habis dipel. Semakin dalam Andra melangkah, semakin dekat dengan dapur. Dan, dari sana menguar aroma sedap dari masakan.
Bia melakukan semua ini?
"Eh, Ndra. Lo disuruh Mami gue kesini?" ucap Bia berbasa-basi, seraya mengajak sang sahabat untuk duduk di pantry di dapur.
Andra mengangguk, meskipun tidak membenarkan dugaan sang sahabat. Netranya menyapu pandangan, memperhatikan Bia yang sedikit telaten menaruh piring yang habis dicuci pada tempatnya. Sementara itu, sang sahabat tak terganggu akan tatap heran Andra. Bia terlalu sibuk memikirkan rasa canggung karena Andra yang tengah mendiamkannya, kini datang untuk menemaninya.
"Bi, dalam rangka apa lo bebenah bahkan sampe masak begini?"
Bia melirik Andra, dilihatnya sang sahabat terperangah memandanginya. "Gabut gue, emang kenapa?"
Cowok itu sedikit terperanjat, kemudian kembali mencoba untuk bersikap normal, "Oh, nggak, bagus dong kalo begini. Rajin."
Andra menyeringai, kemudian ia memandangi hidangan yang tersaji di meja pantry, hanya masakan rumahan memang. Tapi, ini dimasak Bia! Hal tersebut membuat Andra melayangkan tatapan kagum dan tak percaya pada hidangan-hidangan tersebut.
Udang balado, dengan tumis kangkung serta kerupuk.
"Ini … gue boleh makan? Kok menunya kayak kesukaan gue, ya?"
"Ya boleh dimakan, lah! Lo kira gue masak racun apa?" Bia menyendokkan nasi ke piringnya, kemudian mengambil lauk-pauk yang dimasaknya. Hatinya bergetar karena mengelak fakta: ia memasak udang balado-favorit Andra.
"Gue … gak nyangka lo bisa masak makanan begini. Gue kira lo cuma tau masak mie instan."
"Bacot lo ah, makan ya makan aja, mulutnya, syut!" Bia meletakkan telunjuknya tepat di depan mulutnya.
Mereka berdua makan hidangan yang dimasak Bia, tanpa obrolan, dan hanya sesekali saling melirik juga mengulum senyum. Bia tak nyaman, akhirnya gadis itu bersuara, sedikit melirih. "Besok … gue mau keluar lagi. Sama Dion, biasa, bantu comblangin Tante Aisyah."
"Oh." Andra mengangguk-angguk, kentara jelas ia tak mau menaruh atensi atas obrolan yang Bia mulai.
Sungguh, pemandangan yang demikian membuat Dion gemas-gemas kesal! Remaja lelaki berkaus belang itu sejak tadi memang memperhatikan Bia. Usai mengganggu tidur siang Andra, ia lantas kemari untuk mengetahui apa yang dilakukan Bia. Juga, menjaga gadis itu, yang sendirian di rumahnya.
"Huuueeekkk!" Dion berpura-pura muntah. Sumpah, ia tak tahan untuk tidak menjahili Bia. Apalagi ketika bersama Andra, Dion tahu, mereka hidup diselimuti atmosfer bernama munafik.
Bukan, bukan munafik yang mengerikan dan merugikan satu sama lain. Mereka memunafikkan perasaan masing-masing, mengelak rasa yang sudah tumbuh dalam alibi "cuma teman."
Mengerti, kan maksud Dion? Bia dan Andra seperti saling menyukai, namun tak ada niat untuk mengungkapkan, malah membohongi diri masing-masing.
"Diem, Ong, gue lagi makan nih, lo jangan mancing-mancing!" ancam Bia usai mendelik tajam ke arah Dion.
Raut wajah Andra berubah, yang tadinya mengulum senyum kini mengulum kekesalan. Entahlah, yang jelas Dion membaca raut wajah Andra berubah datar.
"Marah-marah mulu lo, Bi, darah tinggi baru tahu rasa!" sahut Dion.
"Halah! Ngapain lo kesini?"
"Gue mau liat ini aja, gimana ekspresi Andra makan masakan lo, Bi."
"Bacot. Bilang aja lo ngiler liat masakan gue, kaaaan?"
"Dih, mana ada! Liatnya aja gue udah mules, coba itu udang balado apa jus cabe pake udang?"
Segera Bia melihat mangkuk putih berisi udang balado buatannya, ah, tidak mengerikan seperti yang dikatakan Dion. Bumbu cabai baladonya tidak kebanyakan sampai terlihat seperti jus, udang baladonya terlihat normal.
"Awas ye lu, Ong! Besok gue panggil Ki Joko Bodo lu, biar dimasukkin ke dalem botol!" ancam Bia lagi. Dion tertawa-tawa, kemudian cowok itu beranjak untuk duduk di atas kulkas.
Bia heran, kenapa Dion suka sekali duduk di atas permukaan benda yang tinggi, sih?
Sambil mengunyah makanannya, Andra melirik Bia. Kemudian ia berkata, "Bi, ada Dion?"
Bia mengangguk.
"Dimana?"
"Di atas kulkas," jawab Bia dengan jujur. Matanya tak lepas menatap Andra penasaran, hingga akhirnya sepatah kata tanya terlontar dari mulutnya, "Kenapa?"
Remaja lelaki itu menggeleng, kemudian kembali melanjutkan kegiatan makannya yang tadi sedikit tertunda. Niat awalnya menanyakan keberadaan Dion karena ingin mengutarakan, bahwa ia merasa risi atas kehadiran Dion. Andra merasa, ia adalah kambing congek ketika Bia berinteraksi dengan Dion.
Andra terus bergelut dengan batinnya, apalagi ketika Bia sesekali menimpali perkataan Dion yang tak bisa ia dengar. Jelas, Andra terganggu. Kenapa Dion ada ketika Andra hanya ingin bersama Bia?
Cowok itu menyimpan sendok bekas makannya di atas piring dengan kasar, hingga menimbulkan bunyi nyaring. Seketika, tawa Bia berhenti dan berganti dengan tatapan heran yang ditujukan pada sang sahabat.
"Bisa gak sih, Bi?!" tegur Andra, entah sebabnya apa.
"Hah? Apa yang bisa gak?"
Andra bungkam. Iris hitam kelamnya menatap Bia tajam. "Gue kesel, Bi. Kenapa lo gak ngerti, sih?!"
"Ya emang gue gak ngerti, lo kesel kenapa coba? Lo juga ngediemin gue. Sekarang gue tanya, salah gue dimana? Gue udah coba minta maaf loh, Ndra. Tapi lo …," balas Bia, menggantung.
Sekejap Andra tersadar. Suara Ran yang dua kali mengucap kata "cemburu" tiba-tiba memutar di kepalanya.
Tidak mungkin Andra cemburu pada Dion, kan?
"Udang lo terlalu pedes, lo niat bikin gue sakit perut lagi?" kata Andra dingin. Kemudian, cowok itu melenggang pergi meninggalkan Bia yang ternganga.
"Kepedesan, tapi abis. Asyu!"
🌻🌻🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top