t u j u h
Andra terus memandangi wajah polos Bia yang masih belum sadar. Dokter bilang Bia baik-baik saja, hanya kulit kepalanya saja sedikit sobek akibat benturan benda tumpul yang cukup kuat. Cowok itu berpikir, apa yang membuat Bia terluka? Mereka sedang berjalan, lalu kemudian Bia jatuh tersungkur dengan luka di kepala belakangnya.
Tidak ada siapapun yang menyerang Bia, Andra yakin itu. Sebab ia melihat sendiri hanya ada mereka berdua yang sedang berbicara di tengah-tengah tempat mobilitas dalam rumah sakit.
Andra mengingat-ngingat apa yang tadi dilakukannya dengan Bia sampai cewek itu terluka hingga tak sadarkan diri.
Awalnya Andra mengajak Bia ke minimarket, kemudian ia menahan Andra dan mengatakan sesuatu yang buruk mengenai Dion. Apa mungkin …?
"Masa iya Dion denger terus bikin Bia pingsan begini?" ucap Andra pelan pada diri sendiri.
Tiga jam kemudian.
Bia terbangun dan mendapati Andra tengah tertidur di sisi brankarnya, gadis itu mencoba bangkit untuk membangunkan Andra. Ketika ia bergerak, justru kepalanya berdenyut hingga membuatnya meringis. Bia meraba belakang kepalanya yang dibalut perban. "Kok gue cedera?"
Disandarkannya dengan perlahan kepalanya pada bantal, posisinya tentu saja tidak nyaman karena bantalnya kurang tinggi. Awalnya Bia hendak membangunkan Andra dan meminta bantuannya untuk menaikkan bagian atas brankar agar ia bisa bersandar. Namun, melihat wajah damai Andra ia jadi tidak tega, sudah terlalu sering Bia merepotkan Andra. Tetapi cowok itu sama sekali tidak pernah mengeluh dengan perlakuannya, malah ia semakin lengket dengan Bia.
Terkadang Bia merasa bersalah, karena terlalu sering di sisinya, Andra jadi menjomlo terus. Sejak awal masuk sekolah menengah, Bia selalu bersama-sama dengan Andra. Hubungannya sejak itu semakin lengket, meski bersahabat sejak kecil namun Bia lebih akrab dengan Dion dibandingkan Andra. Keadaannya berbalik ketika Dion pindah ke Tangerang Selatan bersama orang tuanya, Bia seperti putus hubungan dengan Dion dan lebih intensif berkontak dengan si kembar Esmeranda dan Riandra.
Bia ingat, beberapa hari setelah kepindahan Dion, Esmeranda juga harus pindah ke Malang untuk tinggal di sana. Andra dan Bia kesepian, sebab keduanya harus berhubungan jauh dengan Ran, juga Dion. Sejak saat itu hubungan keduanya semakin akrab, hingga sekarang ini.
Sejujurnya, Bia sempat menaruh hati pada Andra. Harapannya pada Andra seketika pupus mengingat gadis itu terlalu kasar pada cowok jangkung tersebut. Tapi salah Andra sendiri kenapa sering usil pada Bia. Tentu,
Bia merasa insecure untuk menjalin hubungan yang lebih dari sahabat bersama Andra.
Karena sebab itu juga, Bia terus bersikap barbar didepan Andra. Semata untuk meyakinkan dirinya agar tidak berani menaruh hati pada sahabat laki-laki, cukup saja Dion dulu pernah mempermalukannya karena Bia menaruh hati pada cowok itu.
Terlalu lama memandangi Andra, kepala gadis itu mulai terasa pegal karena tidak bersandar kepada apapun. Lagi-lagi kepalanya berdenyut ketika Bia mendaratkannya pada bantal, desah menahan sakit tak sadar terucap dari mulut Bia, sampai Andra terbangun dibuatnya.
"Lo udah bangun, Bi?" tanya Andra dengan suara khas orang baru bangun.
"Belom."
Andra meregangkan tubuhnya, tak tertarik pada gurauan sarkas Bia. Sementara, gadis bernama Salsabilla Airindiva tidak bisa melepaskan pandangannya dari cowok itu. Andra kelewat baik. Bia semakin merasa tidak enak jika Andra terus di sisinya, melindunginya.
Menyadari dirinya diperhatikan, Andra menoleh. "Kenapa? Laper?"
Bia mengembuskan napasnya setelah berhasil menahan rasa sakit di kepalanya, perlahan gadis itu menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Kok gue bisa disini, Ndra? Bukannya tadi kita mau jenguk Dion, ya?"
"Duh, gimana ya, Bi. Gue juga bingung lo kenapa."
"Lah, kok lo nggak tahu?"
"Lo aja yang ngalamin sendiri nggak tahu, apalagi gue, Bi?" Andra diam sejenak. "Pokoknya tadi kita mau ke minimarket, terus lo bilang mau beliin kembang kantil aja buat Dion. Eh tiba-tiba lo nyungsep, terus pingsan, tapi kata dokter lo kena pukulan di kepala belakang."
Baik Andra maupun Bia, keduanya sama-sama bingung dengan kecelakaan yang terjadi. "Kalo gue nyungsep, mustinya jidat gue yang babak belur dong, Ndra. Kok malah kepala belakang gue?"
"Nah itu dia, gue mikir sampe pala gue ikutan puyeng kenapa lo begitu. Gue kira lo tau lo kenapa."
Andra berharap Bia bercerita soal Dion, atau setidaknya memanggil cowok itu dan menanyakan perihal kecelakaan ini. Sebab Andra yakin, apa yang terjadi dengan Bia pasti ada kaitannya dengan Dion.
"Ah gue pusing mikirnya, pala gue malah tambah sakit, Ndra," ringis Bia.
"Oh ya, kata dokter lukanya nggak serius kok, lo boleh pulang abis ini."
"Syukur deh lukanya nggak serius, gue juga belum siap diseriusin, sih."
"Garing, lo! Gue mau panggil dokter dulu." Kemudian Andra meninggalkan sahabatnya yang cengengesan, sedetik berikutnya Bia meringis kesakitan lagi.
°°°
Bia dibolehkan pulang oleh dokter, namun gadis itu dilarang beraktifitas dan berpikir yang berat untuk sementara waktu.
Acara menjenguk Dion pun terpaksa ditunda, Andra memaksa Bia untuk pulang dan beristirahat supaya dirinya cepat pulih. Meski sempat menolak, namun akhirnya Bia menurut juga pada sahabatnya itu dengan syarat Andra harus mentraktirnya dua porsi ayam geprek mozzarella. Tak apalah kantong Andra terkuras lagi, asalkan cewek itu mau beristirahat di rumah.
Ketika Bia sakit, gadis itu tidak pernah merasa dirinya sakit, dan akan melakukan hal-hal yang dapat memperparah sakitnya. Ketika nanti rasa sakitnya terasa lagi, dia akan mengganggu warga sekampung. Jadi biarlah, di akhir bulan ini keuangan Andra semakin menipis.
Meski sering merogoh kocek Andra, Bia sering memberikan barang-barang mewah kepada Andra. Seperti yang dilakukannya sebulan yang lalu, tidak ada angin tidak ada hujan Bia membelikan Andra jam Rollex keluaran terbaru. Andra menolak, karena untuk apa ia menggunakan jam tangan mahal seperti itu? Jam tangan lama Andra masih bagus, tetapi bukan Bia namanya jika tidak memaksa Andra. Pernah juga Bia tiba-tiba membelikan parfum Giorgino Armani untuk Andra sedangkan Bia sendiri malah memakai parfum minimarket, Bia ini memang sulit dipahami.
"Ndra, lo nginep napa di rumah gue. Biar bisa gue suruh-suruh. Mami nginep di Bekasi, tau dah ada acara apaan. Di rumah cuma ada Kak Dea, tau sendiri si apatis itu gimana kelakuannya," ucap Bia ketika perjalanan pulang setelah membeli ayam geprek dua porsi dengan tambahan es kopi kekinian.
"Lo kayak ngomong sama babu, anjir," sahut Andra yang dalam hati meratapi nasib dompetnya. Semoga saja bayaran dirinya sebagai joki game online bisa cair secepatnya.
"Yee, kepala gue yang indah ini, kan, lagi cedera, Ndra. Lo tega apa kalo ntar malem-malem gue pengen minum eh nabrak kulkas terus lukanya merambat semakin parah?"
Selain barbar, Bia juga hiperbola.
"Lebay lo! Apa kata orang ntar kalo liat Riandra Ghaffari nginep di rumah cewek? Emangnya lo mau kena fitnah sama tetangga-tetangga, hah?!" jelas Andra tidak mau kalah.
Bia mengibaskan tangannya ke udara menanggapi Andra. "Aelah peduli amat sama bacot tetangga. Udah biasa gue mah difitnah ini itu, Ndra."
Andra bungkam, jika Bia sudah curcol alias curhat colongan, bisa menyentil sisi sensitifitasnya, kemudian Bia akan terbawa suasana dan menangis sampai membuat Andra pening.
Sebuah ide yang dapat menjadi jalan tengah terlintas di benak Andra. "Kenapa lo nggak nginep di rumah gue aja?"
"Apa kata orang ntar kalo liat Salsabilla Airindiva nginep di rumah cowok?"
Andra lupa, cewek disampingnya ini pandai membolak-balikkan perkataan.
"Ya udah serah lo, suruh-suruh aja si Dion ntar."
"Dia, kan, setan gadungan, Ndra. Nggak bisa nyentuh!" Bia nyolot. "Eh iya, itu makhluk kemana, ya? Bentar-bentar nongol, bentar-bentar ngilang."
Andra berdecih, selalu saja Dion. Masa iya Dion yang sedang koma bisa berkeliaran kemana-mana? Kalaupun hanya roh nya yang berkeliaran, memang ada hal seperti itu di dunia nyata? Bia ini sepertinya terlalu banyak menonton film.
"Ndra, lo emang nggak liat Dion waktu siang? Dia kan ada di kamar gue, terus juga pas kita otw rumah sakit dia ada di mobil, teriak depan kuping gue malah."
Sebelum menjawab pertanyaan Bia yang sebenarnya malas ia jawab, Andra meraih ponsel di sakunya yang bergetar sekadar untuk melihat notifikasi yang masuk, setelah membacanya bibir Andra menyunggingkan senyum. Idenya tadi pasti akan berjalan mulus.
"Lo yakin gak mau nginep di rumah gue? Ran baru aja dateng dari Malang."
Bia terlonjak dan berteriak kegirangan hingga kepalanya membentur sandaran kursi, akhirnya sorak girangnya berubah menjadi ringisan rasa sakit. Sedangkan Andra, ia menertawakan sikap kekanakan sahabatnya itu.
🌻🌻🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top