t i g a

Motor Vespa keluaran tahun 2018 itu terparkir di depan gerbang rumah yang tidak terlalu mewah, Bia turun dari transportasi yang dikendarai Andra sambil memonyongkan bibirnya.

Sudah terbiasa dengan sifat manja sahabatnya itu, Andra melepas helm yang terpasang di kepala Bia. Setelah itu ia mencubit kedua pipi Bia supaya tidak menggembung lagi. "Istirahat gih, tidur. Mau ditemenin?"

"Riandra Ghaffari Damaswara, lo mulangin gue ke rumah jam segini mau bikin gue didamprat ibu Nurida?!" Bia nge-gas, dia sangat geram pada sahabatnya itu. Lagipula, ibunya pasti menghujamkan banyak tanya mengetahui Bia pulang sebelum waktunya. 

"Gue cuma nyuruh lo istirahat, lo malah teriak sampe gue diliatin Bu Endang." Andra menghela napasnya.

Bu Endang merupakan tetangga Bia dan Andra yang mulutnya cukup piawai dalam menyampaikan gosip. "Sekarang lo masuk dulu, ntar gue bilang ke nyokap lo, kalo lo tembus. Nanti sore gue bawain makanan. Hmm, kayaknya lo udah lama nggak makan lasagna. Gimana? Nanti gue bawain, janji."

Bia pura-pura tidak mendengar Andra.

"Oh atau lo mau ayam geprek aja? Nanti gue bawain sama es cendol pak Burhan."

"Ndra, gue nggak mau makanan."

"Oke berarti lasagna, ayam geprek, es cendol, sama … es kopi." Andra menyodorkan tangannya, untuk berjabat dengan Bia.

Bia hanya memandang tangan kokoh Andra yang belum bersambut, lalu memandang wajah Andra yang tersenyum memamerkan giginya yang tersusun rapi. Dia kira ini adegan iklan pasta gigi?

Bia terus memandang tangan dan wajah Andra secara bergantian, selama beberapa detik hingga ia mengulurkan tangannya menyambut tangan Andra dan ….

"DEAL," ucap keduanya bersamaan.

°°°

Keesokan harinya.

"Bawa rok sama pembalut lagi, jangan sampe kejadian kayak kemaren!" titah Nurida—Mami Bia.

"Iye, Mamii, kagak liat ape Bia udeh bawa tentengan nih!" sahut gadis itu dengan aksen Betawi.

"Awas aje lu tembus sampe bolos lagi, Mami bilang ntar same si Andra biar kagak useh bantuin lu."

"Et dah bawel bener punya Mami. Udeh ah, Bia berangkat dulu." Bia menghampiri sang mami, mencium tangan wanita paruh baya itu sebelum berangkat sekolah.

"Ati-ati lu, ye. Belajar yang bener, jangan nyusahin Andra mulu, lu. Kesian anak orang."

"Iye Mamii! Lop yu dah!"

Bergegas Bia menghampiri Andra yang sudah siap dengan motornya, gadis itu memakai helm sambil mengomeli sang sahabat. "Gara-gara lo, gue musti nyuci rok yang masih bersih, dan bawa tentengan gini!"

Andra terkekeh. "At least lo jadi cewek rajin, Bi."

"Pantat lo rajin! Dikira gak ribet apa bawa-bawa beginian!"

"Masukin aja ke tas sih, Bii. Lo mah apa-apa dibikin susah." Tangan Andra bergerak, merebut paper bag yang dijinjing Bia. Cowok itu memutar tubuh Bia, dan memasukkan paper bag tadi ke dalam tasnya. "Buru naik!"

Dengan wajah memberengut, Bia menuruti perintah Andra. Baru saja Andra menarik gas, Bu Endang muncul dari halamannya.

"Eh, Bia sama Andra. Mau pacaran apa mau sekolah?" tanyanya usil.

Andra tersenyum, "Sekolah, Bu."

"Boong, Bu. Kite mah mau pacaran, biase, bolos karaoke-an, terus nonton pelem di bioskop. Pan-kapan ayok dah Bu Endang ngikut same kite, pacaran, jangan diem bae di rumah, Bu. Piknik nape pikniik!" Setelah mengatakan itu pada Bu Endang yang memasang wajah masam, Bia menarik gas motor yang dikendarai Andra. Cowok itu terperanjat, untungnya mereka tidak limbung.

Bia tertawa terbahak-bahak, kini motor Vespa yang ditumpanginya sudah dalam kendali Andra. "Lo liat gak, muka si Endang tadi?"

"Hush, lo bilang Endang Endang! Bu Endang! Gak sopan!" tegur Andra. "Ngapain sih lo bilang gitu ke si Endang, biarin aja padahal."

"Yee! Negor gue, sendirinya juga kagak sopan! Lagian, Ndra, jawaban lo tuh jawaban yang diharapkan si Endang Maskumambang Taktuntuang!"

Andra tertawa kecil, rasa kesal karena pertanyaan usil Bu Endang tergantikan oleh hormon endorfin dalam tubuhnya yang terlepas.

Motor yang ditumpangi kedua remaja tersebut akhirnya tiba di SMA Bima Sakti. Andra yang baru punya SIM merasa bebas melenggangkan motornya ke parkiran sekolah.

"Bi, gue duluan ke kelas. Si Anton ribet mau nyontek PR," ujar Andra yang dihadiahi anggukkan kepala oleh Bia.

Sosok Dion muncul lagi, kini ia menampakkan dirinya di halaman sekolah.

Ketika netranya menangkap remaja lelaki itu, dengan ragu Bia mendekati Dion. Namun, cowok itu seperti mengetahui kehadiran Bia yang masih berada beberapa meter di depannya dan memberi isyarat kepada Bia untuk mengikutinya ke lahan kosong yang berada di belakang sekolahnya. Tentu, gadis yang kerap disapa Bia itu mengikuti arah perginya Dion.

Pembicaraan kemarin belum tuntas, kini keduanya malah saling diam—berdiri bersandar pada pohon kersen.

Sejujurnya banyak yang ingin Bia tanyakan kepada Dion, soal dirinya yang belakangan ini selalu mendatangi Bia di alam mimpi. Tetapi lidah Bia seolah kelu dibuatnya, padahal ketika masih di rumah, cewek itu sudah menyusun banyak pertanyaan yang akan dihujamkan kalau ia bertemu Dion.

Berdua dengan Dion, pikiran Bia seolah kosong, rasanya gadis itu seperti baru bangun dari mimpi.

"Bi …," Dion memanggilnya lirih, membuyarkan pikiran Bia yang mencoba mengingat apa-apa saja yang akan ia sampaikan kepada Dion.

"Gue mau minta tolong, Bi. Lo mau bantu gue, kan?" Kalimat itu lagi.

Seandainya Dion tahu, semalam Bia kembali memimpikan dirinya yang mengatakan kalimat tersebut berulang-ulang, sampai Bia muak mendengarnya.

Bia menghela napasnya panjang. "Gini ya, Dion. Gue nggak bisa iya-in gitu aja tanpa tau apa yang musti gue lakuin buat bantu lo."

Wajah Dion mengisyaratkan kekecewaan, bukan itu jawaban yang ingin Dion dengar. Tetapi mau bagaimana, ia juga tidak bisa meyakinkan Bia bahwa kini ia benar-benar dalam keadaan sulit.

Hening kembali menyelimuti keduanya, tanpa sadar sedari tadi beberapa dari teman Bia tengah mengintip yang gadis itu lakukan.

"Kalo emang lo kepepet banget butuh bantuan, mungkin temen-temen lo yang lain bisa bantu. Gue bukan cewek bego yang dulu, Ong, yang gampang lo usilin gitu aja. Kalo lo niat prank, kayaknya lo salah orang," ucap Bia pada akhirnya.

Gadis itu membenarkan posisi tasnya yang kurang nyaman, kemudian kakinya bergerak selangkah ke kanan, dan mata Dion tak luput dari setiap pergerakannya. "Gue cabut Ong, mau ke—"

"Bi sumpah kali ini gue nggak ada maksud buat isengin lo," Dion menghalau, menghalangi Bia yang hendak melangkah meninggalkannya.

Tentu saja Bia menatapnya tajam, gadis itu sudah hapal dengan sikap Dion. Dion, kan, pernah ikut sanggar teater ketika SD, otomatis cowok itu pandai berakting. Bia tidak bodoh, gadis itu tidak mau masuk ke perangkap Dion. "Ekspresi melas lo nggak mempan buat gue, Ong," ketusnya.

"Bia, sekarang lo ngomong sama pohon?" tanya salah satu dari teman sekelasnya yang barusan mengintip sambil merekam Bia.

Bia menoleh pada dua orang temannya yang tengah mentertawakan dirinya itu, Bia bersumpah seandainya ini bukan wilayah sekolah pasti kedua orang itu sudah dilemparnya beserta ponsel mereka ke sungai Ciliwung.

"Bil, lo mulai gila beneran?" kata teman yang satunya. Setelah itu keduanya tertawa bersama sambil memandangi hasil rekaman videonya.

Sebentar lagi pasti wajahnya tersebar di akun Instagram @lambe.bimasakti, alias akun yang mem-posting gosip atau hal-hal konyol yang dilakukan murid SMA Bima Sakti. Bukan hal aneh lagi bagi Bia jika wajahnya tersebar di media sosial, semua karena ulah teman-teman sekelasnya.

Entah kenapa, Bia pun tak tahu. Teman-teman di kelasnya sangat hobi menjahili dirinya, padahal, Bia sendiri tidak pernah melakukan sesuatu yang mengganggu mereka.

"Lo berdua buta?! Gue lagi—" Seperti sihir, Dion menghilang dari hadapan Bia. Kedua kalinya cowok itu pergi tanpa pamit.

Sialan! Awas saja nanti jika Dion kembali menemui Bia, gadis itu bersumpah akan menendang kedua tulang kering Dion.

Kedua teman Bia tertawa puas melihat ekspresi kesal Bia, lalu mereka berjalan menjauhi Bia tanpa menghentikan tawanya. Untung saja mental Bia bukan mental agar-agar yang lembek, sehingga gadis itu masih berada di bawah batas kesabarannya.

Tidak mau memikirkan kedua temannya yang kurang berakhlak, Bia akhirnya kembali ke tujuan utamanya: pergi ke kelas.

🌻🌻🌻

Hormon endorfin: hormon bahagia karena menertawakan hal yg lucu/konyol.

Thx for reading 💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top