d u a b e l a s
"Besok meluncur ke kantor nyokap gue ya, Bi!" seru Dion dengan bersemangat.
Bia menatap catatannya yang berisi data pribadi mama Dion dan manajernya, ia geli sendiri ketika membaca ulang bagian favorit mereka berdua. Keduanya sama-sama suka menonton drama Korea, astaga, Bia saja tidak suka menonton drama.
"Bia!" seru Dion lagi, membuat gadis itu terkesiap. Sedetik kemudian Bia menyadari jika dirinya belum menjawab usulan Dion.
"Hm. Besok gue sama Andra kesana."
"Big noo! Nggak ada Andra, cuma lo sama gue."
"Ih ogah! Siapa yang temenin gue ntar?!"
"Kan ada gue!" Dion nyolot, matanya melotot, tidak ingin kemauannya ditolak.
Bia yang juga keras kepala, bersikukuh untuk mengajak Andra ke kantor tersebut. "Ogah, Dion. Nanti gue harus bilang apa sama Tante Aisyah kalo dia curiga? Kalo ada Andra, kan, dia bisa bantu yakinin nyokap lo, biar rencana lo juga cepet kelar."
"Halah, bilang aja lo naksir Andra, nggak mau jauh-jauh dari dia."
"Idih, kenapa sih lo selalu nuduh gue naksir Andra?"
"Keliatannya begitu kok, jelas!"
"Jelas, jelas, pantat lo jelas! Bilang aja lo pengen berduaan sama gue, kan? Dasar roh halus ganjen!"
Mulut Dion terbuka seperti mau menjawab pertanyaan Bia. Namun, suara Andra yang memanggil Bia menyapa pendengaran keduanya, kepala Bia berputar 90 derajat hanya untuk menyambut Andra yang berkunjung ke rumahnya.
Andra menghampiri Bia sambil tersenyum, cowok itu mengecek goresan di wajah Bia. "Ada Dion, ya? Kedengeran suara lo ribut-ribut dari depan," ujarnya.
"Tiga hari nggak ketemu, gue lupa gimana rasanya ditraktir lo, Ndra," sahut Bia asal. Dion yang mendengarnya hanya mencebikkan bibir, sambil menirukan bagaimana Bia berbicara.
Andra tersenyum simpul, dia memang jarang banyak bicara. Meski terkadang ada kalanya Andra bawel. Kemudian cowok itu mengeluarkan satu keranjang ayam goreng tepung dari restoran dengan logo kakek-kakek, Bia berjingkrak kegirangan melihatnya.
Segera Bia membuka isi dari keranjang tersebut, ia makan besar hari ini sebab ayam goreng tepung ini merupakan makanan favorit keduanya, sementara itu Andra mengambil nasi yang selalu tersedia di magic jar Bia ke dapur.
Ada yang beda dari Andra, cowok itu jadi lebih diam dari biasanya. Padahal Bia sudah memancingnya untuk berbicara, tetap saja Andra hanya meresponnya dengan senyuman. Paling mentok Andra hanya menjawab ocehan Bia dengan "iya, enggak, hehe." Bia sudah menambah nasinya sampai tiga kali, satu keranjang ayam pun sudah ludes oleh keduanya, namun Andra masih pasif.
"Andra, Babon! Gue udah capek ngomong lo masih aja diem, gak biasanya, bikin bete!" Bia bersungut-sungut, kemudian dengan menghentakkan kakinya ia pergi ke dapur, mencuci peralatan makan bekas dirinya dan Andra.
Memang sebenarnya, Andra sedikit kesal pada sang sahabat.
°°°
Terik matahari kota Jakarta seperti membakar kulit Bia, gadis itu tidak tahan lagi, segeralah ia berlari masuk ketika menemukan sebuah kafe. Dion memang kurang ajar, menyuruh Bia menyusuri jalan raya sambil berjalan kaki agar bisa mengawasi Aisyah—mama Dion yang sedang melakukan survei bersama sang manajer.
Ya, kedua orang dewasa itu sedang meninjau lokasi pembangunan apartemen, dan Dion meminta Bia membuntuti keduanya mulai dari kantor hingga terjun ke lapangan. Sialnya, Andra yang tadinya bersedia menemani Bia tiba-tiba membatalkan diri karena ada kegiatan ekstrakurikuler. Jadilah Bia seorang diri, tidak. Gadis itu bersama dengan Dion, tapi tetap saja Bia terlihat sendirian.
"Bi, ayo dong jangan leha-leha. Nanti kalo kita ketinggalan informasi gimana?" Dion membujuk Bia, padahal Bia baru duduk lima menit. Bahkan minuman yang ia pesan saja belum disajikan.
Ingin sekali Bia marah dan berteriak pada Dion, namun Bia masih menahannya. Ini tempat umum, bisa-bisa ia dianggap gila oleh orang-orang. Lalu Bia menempelkan ponsel pada telinga kirinya, berpura-pura menelepon seseorang. Cara ini kerap ia gunakan ketika hendak berbicara kepada Dion. "Lo gila apa gimana sih? Nggak liat diluar panasnya kayak jahanam? Lagian, gue baru banget balik sekolah langsung kerja rodi begini!"
"Panas apa sih, Bi. Gue nggak rasain apa-apa tuh."
"Lo kan roh halus! Ih, bener-bener lo!" desis Bia, ia berbicara agak berbisik.
"Ayolah, Bi. Lo cuma perlu ngasih bunga ke nyokap gue tapi seolah-olah tuh Om Andy yang kasih," Dion membujuk Bia lagi.
Seorang pelayan datang dan menyajikan strawberry sorbet dan mango float dalam kemasan take away. Bia tersenyum simpul, dan memberikan sejumlah uang sesuai dengan yang tertera pada tagihan. Dion menyaksikan Bia yang menegak strawberry sorbetnya dengan sedikit rakus, sampai Bia meletakkan kembali gelas minumannya yang tersisa setengah pun, pandangan Dion tak lepas darinya.
Kemudian Bia balik menatapnya, dengan menempelkan ponsel di telinga kiri Bia berkata pada Dion. "Tahu nggak, apa yang lebih ribet dari perang dunia?"
Dion menggeleng.
"Nurutin kemauan lo!"
Setelah itu Bia keluar dari kafe, Aisyah—mama Dion dan Andy—manajernya berjalan memasuki kafe.
Bingo!
Segera Bia menggunakan topi baseball yang tadi ia tenteng di jari tangannya, kemudian dengan sengaja Bia mendorong Aisyah sambil menunduk menyembunyikan wajahnya. Dion melotot marah melihat aksi Bia, ia berlari dengan sigap untuk menangkap tubuh ibunya yang limbung. Namun, selangkah sebelum Dion meraih ibunya, Aisyah sudah jatuh ke pelukan Andy.
Dibalik topi putihnya, Bia tersenyum karena rencananya berhasil.
Dion ternganga melihat adegan dimana ibunya direngkuh, Aisyah dan Andy saling menatap. Aisyah juga agak lama berada dipelukan Andy.
Seperti sinetron saja!
Daripada jadi bahan omongan orang, Bia lantas menghampiri Aisyah dan berpura-pura meminta maaf. Tidak lupa ia berakting agar kesengajaannya tidak Nampak.
"Maaf ya Bu, saya …." Bia menengadah, pandangan matanya bertemu dengan Aisyah.
"Loh, Bia? Kamu kok nangis?"
"Huaa!! Tantee!" Bia memeluk Aisyah, refleks. Aisyah yang kebingungan membalas pelukan Bia, ditenangkannya gadis itu yang tiba-tiba menangis.
Ekhem, berpura-pura menangis maksudnya.
Dibalik tubuh Aisyah, Bia melirik Dion dan mengedipkan sebelah matanya. Mengisyaratkan jika idenya berhasil mendekatkan Aisyah dan manajernya. Dion hanya mengembuskan napas, meski jengkel karena ibunya nyaris terjatuh tadi.
Sementara itu, Aisyah dan Andy saling berpandangan. Mereka sama-sama kebingungan, bukankah tadi Bia yang jalan dengan tergesa? Kenapa sekarang malah menangis? Andy menaikkan alisnya, menanyakan siapa gadis yang tiba-tiba memeluk Aisyah. Dengan tanpa suara mulut Aisyah bergerak, menjawab Andy jika yang dipeluknya adalah temannya Dion.
"Bia … kamu kenapa?" tanya Aisyah lembut, sementara Bia masih berakting menangis dalam dekapan Aisyah. Tak lama Bia melepaskan pelukannya dan mengelap air mata buayanya.
"Bia abis diputusin, Tante." Bia berbohong. "Maaf, ya, Bia tabrak Tante tadi."
Aisyah tersenyum, sedangkan Andy bernafas lega. Mereka sudah khawatir Bia menjadi korban kriminal tadi. Dion yang berada tak jauh dari sana, malah menunjukkan ekspresi mualnya. Akting Bia memang totalitas!
"Kirain Tante kenapa, yaudah, Bia kamu mau Tante anter pulang?" tanya Aisyah dengan lembut, tangannya bergerak mengusap pipi Bia yang lembab.
Bia melirik Aisyah dan Andy bergantian, "Gak pa-pa Tante, Bia minta jemput Andra aja. Gak enak takut ganggu," ujarnya, sambil tersenyum simpul.
"Ganggu apa? Enggak kok." Aisyah tersenyum malu, ia sempat melirik Andy yang malah salah tingkah.
Beberapa detik kemudian pria bernama Andy itu tersenyum pada Aisyah dan juga Bia, "Rumah kamu dimana? Biar kami antar," ucapnya.
Dalam hati Bia bersorak penuh kemenangan, sepertinya Aisyah dan Andy memang sudah memiliki perasaan satu sama lain, namun belum diungkapkan saja. Kalau begini kan tugas Bia hanya tinggal meyakinkan keduanya agar melangkah kepada hubungan yang lebih serius.
"Beneran Tante?" tanya Bia memelas, air matanya turun lagi.
Aisyah menganggukan kepalanya sebagai jawaban seraya tersenyum, diluar dugaan Bia kembali memeluknya sambil menangis. Bia meracau jika ia merindukan Mami-nya dan terus mengucap kekecewaan pada lelaki yang telah memutuskan hubungannya. Tentu saja racauan itu dibuat-buat.
Sambil menangis Bia dituntun oleh Aisyah kedalam mobil, dan Bia terus menangis di kursi belakang. Awalnya Aisyah menawarkan diri untuk tetap duduk di kursi belakang menemani Bia, namun gadis itu menolak. Tentu saja agar Aisyah bisa berdekatan dengan Andy yang mengendarai mobilnya sendiri tanpa jasa supir.
Dion sangat tidak menyangka jika Bia melakukan akting sampai sekhidmat itu, ia masih terkejut dengan bakat terpendam Bia yang baru Dion ketahui. Dion mengikuti Bia, ia masih ingin tahu drama apa lagi yang akan dilakukan oleh gadis itu untuk mendekatkan Aisyah dan Andy, sayangnya Bia malah tertidur di tengah-tengah perjalanan.
Sepertinya Bia kelelahan karena mengeluarkan banyak air mata tadi, bahkan ia sempat meracau dan sedikit meraung. Padahal Bia belum memberitahukan kalau rumahnya pindah blok kepada Aisyah maupun Andy, jadilah gadis itu diantarkan ke rumah Andra atas inisiatif Aisyah. Wanita itu tidak tega membangunkan Bia yang tertidur pulas sambil mendengkur halus.
Dua jam kemudian.
Belum ada suara maupun penampakan Bia di rumah Andra. Apa jangan-jangan Bia masih tidur?
Penasaran, Dion mengecek ke kamar tamu ruangan dimana Bia ditidurkan. Cowok itu terperanjat, ia sedikit terkejut dengan pemandangan yang dilihatnya saat ini. Bukan, itu bukan pemandangan mengerikan atau memalukan. Melainkan sesuatu yang harus Dion tuntaskan.
🌻🌻🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top