Wealth
Skenario takdir-Nya.
Jika aku harus memilih, aku ingin membuka skenario takdir di mana rumahku dipenuhi harta. Tentu saja diperlukan usaha. Namun orang-orang menyuruhku 'berpikirlah rasional' yang artinya aku dikalungi label tidak akan bisa. Sudah terlanjur miskin, ya untuk apa? Jangan mengeluh dan terima saja. Sudah takdirnya.
Ha. Lucu sekali mereka. Aku kan memang tidak mengeluh, malahan mulutku selalu terkunci rapat dan kurasa mereka belum pernah mendengarku bicara. Dasar sok tahu dan sok berkuasa! Mereka pikir bisa mengatur hidup orang lain seenaknya?! Toh aku memang ingin tinggal sendiri tanpa mengganggu ketenangan hidup mereka. Kapan aku dapat menyaksikan rumahku yang bergelimang harta?
Kalau saja kakiku tidak dirantai, tidak akan begini jadinya. Aku pasti sudah gerak cepat, siang malam, terus menerobos hingga melebihi kecepatan kereta. Aku benci diatur para bangkai tua. Ini kan hidupku, akulah yang menjalani dan bertanggungjawab atasnya. Bukan mereka!
Temanku benar, ternyata aku punya ambisi─luar biasa! Walaupun kedengarannya picik dengan mengincar harta. Masih mending daripada nyawa. Nyawa Yang Mulia.
Kembali kepada harta. Lalu, apakah hal tersebut sudah dijamin bahagia?
"Tidak, tentu saja," kata mereka. "Bahagia bisa tanpa harta. Kau kurang bersyukur, ya?"
Ya, karena aku tidak punya apa-apa. Jadi, untuk saat ini, harta akan membuatku bahagia. Rumput yang lebih hijau selalu milik tetangga. Jangan menutup mata dari kelimat basi 'harta bukan segalanya, tapi segalanya butuh harta'. Jika aku ingin mengisi perut, apa yang harus kulakukan untuk membayar makanannya? Apa yang akan terjadi jika aku tidak punya?
Kelaparan, kekurangan berat badan, sakit, tak berdaya. Dengan alasan itu diriku menginginkan harta. Berhentilah menghina. Kalian orang luar yang tidak tahu apa-apa. Di negeri ini aku menderita. Aku menyelesaikan sendirian adalah bentuk usaha. Masing-masing dari kalian juga pasti punya perkara. Apakah masih belum berat sampai harus ikut campur ke mana-mana?
Maklum, mereka tidak berkaca. Tidak juga memiliki mata dan telinga. Mereka itu kasihan sekali sebenarnya. Lebih baik harta mereka untukku saja. []
a/n: ini saya muter otak gimana caranya biar 250 kata, jadilah sebuah monolog yang bertele-tele :(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top