They Took Away Our Dreams
Di Balfourland biasanya segala aktivitas memang sunyi senyap, tapi tak seperti sekarang. Negeri ini sudah bagaikan kota mati.
Dahulu mengurung diri di ruang segi empat penuh rak buku selalu menjadi rutinitas Yatven. Pagi hari, jendelanya dibuka; udara segar masuk dan burung-burung berkicau nyaring. Ia menikmati keasrian sembari sarapan sepiring butter croissant dan segelas cokelat hangat─lengkap untuk memulai hari. Biasanya Yatven bakalan membaca satu sampai lima halaman cerita fiksi lebih dulu sebagai penyegaran sebelum merangkai beragam kosa kata.
Setelah mentari merangkak lebih tinggi, barulah Yatven ambil posisi. Di hadapan mesin ketik, ia rela menghabiskan berjam-jam lamanya hanya untuk menyalurkan isi kepala yang liar sekaligus senam jari. Karya-karya luar biasa lahir, penggemar selalu menantikan karya terbaru, dan berbagai penghargaan pun digenggamnya. Yatven sangat bahagia dan menikmati hidupnya; berkarir sebagai seorang penulis lebih dari cukup untuk menunjang kehidupannya yang sebatang kara.
Sayang, karirnya harus kandas dan semua itu hanya tinggal kenangan. Gara-gara dekrit raja sialan ... seluruh penulis kehilangan pekerjaannya. Dekrit itu berisi larangan menulis (baik fiksi maupun non-fiksi, ditulis tangan atau diketik) karena mengakibatkan kerugian besar. Para manusia menjadi menarik diri, sibuk sendiri-sendiri, autis, tenggelam dalam dunia imajinasi hampa yang berakhir putusnya interaksi sosial. Jika hanya sebagian, tentu raja tak perlu repot-repot mengeluarkan dekrit yang mengundang sejuta resiko. Masalahnya, angka yang dicapai hampir 75% penduduk. Penghasilan Balfourland dari pekerjaan yang berpengaruh menurun, tak ada aksi nyata di kehidupan sosial, dan negeri tertinggal jauh dari yang lain.
Hari yang bersejarah itu selalu menjadi mimpi buruk mematikan bagi siapa saja yang menyukai dunia literasi─hari di mana seluruh buku, novel, dan kertas dibakar di tengah kota.
"Demi Balfourland yang lebih bersahabat!"
Yatven pada hari itu masih saja mengurung diri; pikirannya berkecamuk, hatinya dikuasai amarah, kekesalan, terluka, kehilangan harapan. Segala peluh keringat yang ia keluarkan tak berarti apa-apa lagi. Karya-karya yang ia ciptakan dan karya-karya yang ia koleksi ... menghilang begitu saja menjadi abu. Bagaimana rasanya seluruh duniamu direbut untuk kepentingan dunia yang lain?
Siapa sangka Balfourland perlu penyesuaian keras terhadap dekrit ini. Segalanya serba sulit, dalam pendidikan, pekerjaan, laporan-laporan keuangan, dan masih banyak lagi. Namun bagi para penulis, ini jelas menyiksa. Mereka tidak bisa hidup tanpa penulis.
Sehari saja isi kepalamu tak disalurkan, maka warasmu 'kan diporakporandakan oleh si monster dan semakin bertambah setiap harinya. Ini kutukan, sejatinya penulis memang orang-orang yang kesepian dan tersakiti oleh dunia. Lantaran realita menampar keras, maka larut dalam imajinasi adalah keharusan.
Tidak heran jika 75% penduduk Balfourland itu memilih merenggut nyawa ke negeri Peter Pan.
Menyedihkan. Dekrit tersebut berakhir bagaikan peribahasa senjata makan tuan─kerugiannya berdampak lebih besar. Yatven menyadari jika hidup terlalu berharga untuk disia-siakan, masih ada kisah-kisah yang ingin ia rangkai. Namun mustahil ... tak ada lagi jalan. Ia harus merelakan kecintaannya dalam menulis seperti penulis lain.
Yatven memilih pura-pura hidup. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top