The Daughter of Rose and Bones
"Ketika kau mengetahui kebenaran yang tak sesuai dengan harapmu, saat itu juga ingin lari sekuat tenaga. Maka kita akan memilih lebih baik tak mengetahui apa pun, dan bersikap bodoh dalam ketidaktahuan."
Pembicaraan mengenai Tuan Putri Moane dari negeri Bulan memang sering terjadi kesimpangsiuran; ledakan dusta tak terelakkan di segala penjuru Bumi. Bersama beberapa pengawalnya, Moane turun ke Bumi─lebih tepatnya ke Dataran Matahari di mana Kaisar Kirihara bermukim. Bukan untuk mengklarifikasi dan menjaga nama baik. Tidak ada yang tahu apa yang menjadi motif Tuan Putri datang berkunjung, tapi hampir sebagian besar penduduk Bumi menaruh curiga kepadanya.
Tak seorang pun penduduk Bumi menyukai orang Bulan, sekalipun Moane memiliki wajah putih cantik bagaikan salju dan berkepribadian ramah. Terdapat berbagai kisah atau pendapat yang tak saling melengkapi. Padahal di Bulan terdapat berbagai jenis magic rose dan dianggap sebagai kekhasan. Sayangnya manusia-manusia Bumi tidak terpikat.
Moane sendiri tampaknya tak mempedulikan desas-desus yang beredar mengenai dirinya di kalangan Bumi. Ia tetap berpegang teguh pada apa yang menjadi keyakinannya, dan tetap menjadi diri Moane yang asli.
"Yang Mulia, Kaisar Kirihara sudah menunggu." Itu panggilan dari Sai, salah satu pengawalnya. Ia dibesarkan dan dilatih sejak kecil. Malahan, Sai lebih cocok dipanggil anak didik Moane dibandingkan pengawal. Usia Sai bahkan lebih muda dua belas putaran. "Semuanya sudah disiapkan sesuai yang Nona minta."
"Baiklah ... terima kasih, Sai. Beri aku waktu sebentar," balas Moane, masih berkutat pada portscreen yang menampilkan data-data beserta laporan.
"Dimengerti."
Sai berdiam di tempatnya, memperhatikan Moane dengan tatapan lekat-lekat; memiliki wajah putih cantik, rambut panjang berwarna ungu, dan mata ungu tua─tatapannya menyiratkan kebaikan hati tak terkira. Sejak dahulu, Moane tak pernah berubah; selalu bekerja keras, bertanggungjawab, mempertahankan hak-haknya, setia, dan totalitas. Ia adalah sosok yang paling Sai hormati dan sayangi sejauh ini, sebab hanya Moane-lah yang memberi perhatian kepadanya di saat ia diasingkan, dibuang.
Siapa peduli soal desas-desus yang beredar? Tak ada satu pun yang menguak kebenaran; yang tersebar hanyalah dusta semata.
Sejauh yang Sai mampu ingat, Moane memang tidak pernah menceritakan mengenai siapa orang tuanya, siapa sang raja dan ratu Bulan─Sai pun belum pernah bertemu dengan mereka, ataupun melihat wajah mereka. Setiap putri dan pangeran keluarga bangsawan memiliki region dan kastel khusus lalu memimpin di sana, dan region Tuan Putri Moane menjadi salah satu region terbaik di Bulan.
Sai sering dengar, region pusat Bulan memiliki rezim paling militan; hidup di sana perlu perjuangan besar agar tetap waras. Terlebih terdapat legiun tulang yang terkenal tanpa belas kasih. Siapa pun yang menyatakan perang terhadap negeri Bulan, maka bersiaplah melawan legiun tersebut.
Apa yang salah dari hal itu? Tuan Putri Moane tidak sedang mengajak perang─menjauhinya malahan, maka seharusnya penduduk Bumi tak perlu khawatir berlebihan.
"Sai," panggil Moane, menutup portscreen-nya, "bagaimana pendapatmu soal Dataran Matahari?"
"Mereka aneh; menyembah matahari. Kenapa tak sekalian saja membuat negeri Matahari?" Jawaban Sai berakhir retoris, dan terdengar kasar. Di hadapan Moane, ia memang seperti ini. "Lalu tak punya tata krama dan sopan santun," tambahnya, menunjukkan ekspresi kebencian yang kentara.
Moane cukup bersabar menghadapi Sai. Ia tersenyum sebagai balasan. "Jaga bicaramu, Sai. Aku tidak mengajarkanmu untuk menjadi pribadi yang kasar." Moane bangkit dan memakai jubah Bulan-nya. "Ikut aku di pertemuan. Jangan bicara jika itu akan menyebabkan kesalahpahaman. Jangan menyerang jika tak ada bahaya. Mengerti?"
Anggukan dari kepala Sai sebagai jawaban begitu kaku, sebelum menanggapi sebagaimana biasanya: "Dimengerti."
Maka berangkatlah mereka ke pertemuan, hanya memerlukan waktu singkat.
Di ruang kekaisaran tampak Kaisar Kirihara tengah duduk berlulut di lantai kayu, menghadap ke pintu masuk. Begitu Moane dan Sai menampakkan diri, ia bangkit untuk memberi hormat lantas mempersilakan duduk. Hanya ada dua prajurit di sana, itu pun memasang jarak yang cukup lebar.
Kaisar Kirihara dan Tuan Putri Moane memulai perbincangan. Arahnya masih belum Sai mengerti, malahan sedikit diserang bosan. Namun, mengapa semakin lama ia merasa mereka tengah membicarakan dirinya?
Sudah nyari sepuluh menit Sai mendengarkan, memasang konsentrasi penuh untuk memahami baik-baik. Sepanjang Kaisar Kirihara bertanya dan Moane menjelaskan, kepalanya seolah dihantam gada; pecah, hancur berkeping-keping, darah meledak, dan susunan otak meleleh. Deru napasnya pun putus-putus, seolah paru-parunya tak sanggup menghirup lebih dari kapasitas yang biasanya.
Sai membalikkan badan; saat itu juga langsung terkapar di lantai kayu; memegangi dadanya dan menjerit kesakitan. Matanya terbuka sedikit, menemukan presensi Moana berada di hadapannya sembari berseru khawatir. Tetapi ada yang aneh dari rautnya, seolah menyembunyikan sesuatu.
"My love, I'm sorry to hurt you," ujar Moane, memberikan kalimat pengantarnya. "But, there's one truth you must know. Bahwa, kau lahir di Bumi, berasal dari sini; Dataran Matahari. Ibumu, Rose, seorang penyihir ilmu gelap dan menikahi orang-orang mati. Kau lahir dari jutaan sel mani." Moana benar-benar tak sanggup mengatakan ini. "Aku menemukanmu saat Rose berusaha membunuhmu. Jadi, setelah meminta izin Kaisar Kirihara, aku membawamu pergi dan memberikan kekuatan Bulan."
Moane beringsut memeluk Sai erat meski masih mengerang kesakitan. "Tetapi, ada jangka waktu tertentu sampai kekuatan Bulan menjadi racun bagi tubuh manusia dari Bumi. Karena itulah, aku bersama Kaisar melafalkan mantra khusus untuk menghentikan kekuatan tersebut. Setelah ini, kau tak akan bisa pulang ke Bulan dan ... Kaisar yang akan merawatmu."
Pelukannya semakin erat, Moane pun tak kuasa menahan air matanya. Jelas, Sai tahu betul berapa Moane sangat menyayanginya. Ia ingin berteriak, atau setidaknya membalas segala tutur kata Moane. Namun, lidahnya bahkan terlalu kelu untuk digerakkan, kerongkongannya kering tanpa udara. Barangkali Sai bisa memahami segala hal yang tidak diketahui sebelum ini, apakah ia akan membiarkan dirinya berpisah dengan Tuan Putri Moane?
Tidak. Sai menjerit dalam hati. Tidak, tidak, tidak.
Tibalah pidato terakhir dari Moane. "Rasa sakit itu sebentar lagi akan hilang. Ingatlah semua yang kuajarkan." Ia melepas pelukannya dan mengecup kening Sai singkat. "Ini yang terbaik agar kau tetap hidup."
Apa artinya hidup bagi Sai jika tanpa Moane? Sekali lagi, Sai ingin berteriak dan menyatakan penolakannya keras-keras. Bukan ini yang ia mau. Tak apa jika hidupnya hanya sebentar. Bagi Sai, bersama Moane sepanjang waktu lebih ia inginkan dibandingkan apa pun.
Di lain sisi, Moane nyaris menangis lagi dan ingin membatalkan pilihannya. Ini terlalu berat, sulit baginya untuk melepaskan Sai yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri. Terlalu banyak kenangan indah yang sudah mereka ukir bersama. "Aku selalu menyayangimu, Sai," ucapnya, penuh penekanan. "Aku menginginkan yang terbaik untukmu. Aku tahu kau masih ingin belajar banyak hal, maka lihatlah dunia ini dengan matamu." Barangkali masih tenggelam akan rasa enggan, Moane melanjutkan pidatonya. Dan kali ini, ia benar-benar harus mengakhirinya; ditutup oleh mantra keyakinan penutup: "You're the daughter of Rose and Bones, from the Earth. Then keep yourself alive and pursue happiness." []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top