Kliwon Night

Tia baru saja merantau ke Jogja untuk kuliah. Sepanjang mempersiapkan persiapan kuliahnyaーmulai dari mencari indekos, barang-barang, ospekーia merasa sangat senang dan tidak sabar. Kerja kerasnya selama ini terbayarkan. Akhirnya ia bisa kuliah di kampus dan jurusan yang diimpikannya sedari dulu. Kini ia harus berjuang lagi selama empat tahun sebagai bentuk tanggung jawab atas pilihannya.

"Hati-hati ya, Nak. Belajar yang rajin, jaga pergaulan, dan sering-sering berkabar," pesan Ibunya.

Tia mengangguk. Ia belum pernah tinggal jauh dari orang tua. Sekaranglah saatnya untuk belajar hidup mandiri. Mulanya Tia agak cemas, bagaimana jika ia nanti home sick? Bagaimana jika ia tidak bisa membereskan masalah dan malah mengacaukan? Yah, segalanya masih kekhawatiran yang terjadi di kepala, belum betulan terjadi. Justru kesempatan ini harus Tia manfaatkan. Istilahnya jangan takut dan berani mencoba.

Di indekosnya, Tia beruntung mendapat tempat yang nyaman, dekat dengan fakultasnya pula. Pemiliknya pun baik dan ramah. Orang-orang memanggilnya Mbok Rum. Selain itu, Tia juga mendapat teman-teman baru. Ada yang satu kampus, berbeda kampus, bahkan satu orang sudah bekerja. Mbak Siti namanya.

Ditilik dari kepribadian dan penampilan, Mbak Siti biasa-biasa saja. Namun seisi indekos kadang-kadang membicarakannya.

"Mbak Siti itu hampir setiap hari di dalam kamar, tapi isi dompetnya selalu penuh," kata Zahra, anak kampus sebelah.

"Dia itu kerja nggak sih?" timpal Sarah, masih satu kampus dengan Tia, cuma beda angkatan dan jurusan.

Tia merasa tidak enak jika harus membicarakan orang lain, terutama mereka baru saja saling mengenal. Mereka tidak tahu kehidupan orang lain yang sebenarnya dan hanya membicarakan dari asumsi. "Bukannya sekarang ada pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah? Freelancer? Youtuber? Vtuber? Banyak."

Zahra mengangguk-angguk. "Bener sih, tapi apa nggak suntuk setiap hari di kamar terus?"

"Tiap orang kan beda-beda." Tia menggelengkan kepalanya. "Udah yuk, nggak enak ngomongin orang kayak gini. Mendingan kita tanya langsung orangnya. Mbak Siti kelihatannya nggak akan tersinggung, tapi tetep harus tanya baik-baik. "

"Kadang aku takut ngobrol sama Mbak Siti," kata Sarah, menimpali lagi. "Kamarku kan sebelahan. Tiap Jumat Kliwon aku suka denger suara aneh dari kamarnya."

Tia dan Zahra saling berpandangan, mendadak aura di sekeliling mereka berubah mencekam. Zahra mengusap-usap lengannya bergantian. "Masa sih? Jangan-jangan dia ngepet?!"

"Hush! Gak boleh suudzon!" protes Tia.

Pembicaraan ini agak di luar ekspektasinya. Seharusnya tidak mengherankan, daerah kota ini barangkali cukup lumrah akan hal-hal mistis seperti itu. Tia tidak pernah berani mencari tahu lebih jauh. Ia hanya ingin belajar di kota ini dengan tenang, menikmati tempat wisatanya, dan mempelajari budayanyaーbukan malah hal-hal mistis ... tidak sama sekali.

"Eh, tapi bentar lagi Jumat Kliwon," kata Zahra sambil mengecek kalendar Jawa di ponselnya. "Wuih, pas banget malam ini."

Tia mendadak merasa mulas. Ia menatap Zahra dengan harap-harap cemas. "Terus kenapa? Emangnya kita mau ngapain?"

"Ke kamar Sarah terus nguping?" jawab Zahra blak-blakan.

Sarah menimpali dengan semangat, "Ide bagus!"

Mulanya Tia tidak mau ikut-ikutan, tapi ia tetap diseret paksa. Bisa mengenal dan berkawan dengan mereka memang menyenangkan, tetapi Tia ingin menghindari hal-hal semacam ini.

Dan di sinilah mereka bertiga, berada di kamar Sarah. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Zahra dan Sarah sudah bersiap menguping, sementara Tia berpura-pura sibuk mengerjakan tugas di laptopnya.

"Itu ges!" bisik Sarah, menempelkan jari telunjuknya ke bibir. "Suara serem."

Tia penasaran. Ia jalan mengendap-endap dan mendekati keduanya yang berada di dekat dinding, berusaha menangkap suara yang dimaksud. "Mana?"

"Coba diem."

Tia masih berusaha berkonsentrasi. Samar-samar memang terdengar suara aneh ... tetapi Tia mengenal suara tersebut.

Itu cuma backsound film horor. Terdapat versi instrumentalnya yang bisa dicari di Youtube. Tia pernah baca, ada beberapa orang yang menyukai jenis musik tersebut. Siapa tahu Mbak Siti termasuk salah satunya.

"Dia beneran ngepet?" tanya Zahra tak percaya.

Tidak ada korelasi antara menyetel lagu horor dengan ngepet ... barangkali untuk menghidupkan suasana? Mana mungkin! Bukankah makhluk-makhluk itu tidak suka bila ada suara lain? Ah, entahlah, Tia tidak mau ambil pusing. Ia pergi meninggalkan mereka berdua dan segera menuju kamarnya.

Keesokan harinya Tia menemui Mbak Siti dan bertanya. Lebih baik seperti ini daripada menebak-nebak dan menyebarkan gosip yang tidak-tidak.

"Oh, itu," kata Mbak Siti, "kedengeran kah? Kamu merasa terganggu?"

"Ah, enggak sih ... cuma penasaran."

"Itu buat konten doang kok. Mbak kan Vtuber, haha. Sini aku kasih liat channel-ku."

Mbak Siti menyodorkan ponselnya. Ia betulan seorang Vtuber spesialis narator konten horor. Subscribers-nya sudah lumayan banyak.

"Tapi jangan spill ke orang-orang yang punya channel ini aku, yah," pinta Mbak Siti. "Aku harus merahasiakan wajah asli. Nanti bisa-bisa dipecat."

Semenjak saat itu Tia sering menonton channel Mbak Siti dan menjadi penggemarnya. Mbak Siti sangat berbakat dalam bercerita horor, tidak heran channel-nya meningkat pesan. Ia tidak perlu repot-repot bekerja di perusahaan, berangkat pagi pulang malam, punggung encok. Pekerjaan ini sudah ideal untuknya, dan yang paling penting, isi dompet aman.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top