19. Jangan Ada Dia Diantara Waktu (JADDW)
Tandai typo...
Happy Reading
.
.
.
.
🌞 Shaeenette Pov
Aku tahu apa yang Ku lakukan saat ini salah. Aku menghilang disaat seorang lelaki seperti Billal melamarku. Tapi aku takut dan tidak percaya diri. Aku merasa tidak pantas bersanding dengan Billal dengan keadaan Ku saat ini.
Aku juga ingin memantapkan hatiku, apakah benar aku mencintai Billal, apakah aku hanya sebagai pelariannya saja. Aku takut menerima kenyataan yang sangat menyakitkan. Aku takut.
Ku langkahkan kakiku menuju makam tempat dimana seseorang yang Ku sayang sudah berada di sana. Aku di temani Sanee menuju pusara kakak yang sangat perhatian padaku dan Sanee. Lelaki yang sudah meninggalkan aku bertahun-tahun lamanya.
Genta Narendra Ahmad
Lelaki yang sudah Ku anggap kakakku sendiri telah pergi meninggalkan diriku. Aku masih ingat bagaimana dia mengalami kecelakaan waktu itu.
Kak Genta datang ke Bandung menghampiri aku yang memang tinggal dengan Granny. Dia yang terpaut usia 4 tahun denganku itu datang bersama Kedua orang tuanya. Dan saat itu Mommy dan Daddy kebetulan ada disana juga.
"Maksud kedatangan saya kemari adalah untuk melamar Shae. Nanti setelah dia lulus, saya akan menikahinya, Om, Tante".
Ucapannya lantang dan penuh dengan keyakinan. Aku terharu mendengarnya. Aku dan kak Genta memang sepakat untuk tidak pacaran, hanya saja aku kaget karena dia tiba-tiba datang dan melamarku.
Dia yang saat itu sedang kuliah kedokteran di Perancis, datang langsung untuk melamarku. Aku yang saat itu baru saja naik keras 12 sungguh rasanya ingin segera lulus dan menikah dengannya.
Selama enam bulan kami menjalani Ldr dengannya. Dia di Perancis dan aku di Bandung. Namun naas, saat aku liburan semester, dan akan menjemputnya di airport. Berita tentang kecelakaan pesawat yang dia tumpangi kecelakaan saat akan mendarat. Dan dirinya meninggal.
Jangan ditanya bagaimana aku saat itu. Aku terpuruk, bahkan Mommy rela menemaniku selama satu minggu penuh. Dan aku dibawa ke Jakarta untuk tinggal bersama Mommy dan Daddy beserta Sanee.
"Haiy kak, apa kabar?". Ku usap batu nisan kak Genta, rasanya aku membutuhkan kak Genta. "Aku butuh kamu".
"Jangan nangis Shae, nanti kak Genta sedih". Aku mengangguk.
Aku berdiri diikuti Sanee. Sanee yang menawarkanku waktu untuk menjauh dari Billal sejenak. Menjauh dari orang-orang yang mengatakan bahwa aku gila. Bertrand pun gak Ku beri kabar. Aku ingin sendiri. Sanee membawa Ku menuju tempat yang benar-benar aku butuhkan.
"Gue pergi ya, lo baik-baik disini. Nanti kalau lo siap untuk ketemu Billal, lo hubungi Gue". Aku mengangguk. Lalu memeluk Sanee.
"Sampaikan maaf Gue ke Mommy dan Daddy". Sanee mengangguk, lalu dia pergi.
Aku masuk dan mendengar panggilan bahwa pesawat Ku akan segera take off.
🌞 🌞 🌞
"Chef, ini".
Seorang anak lelaki yang sangat manis memberikan sekuntum bunga mawar padaku. Aku tersenyum dan Ku ambil bunga itu. Dia nyengir dan memperlihatkan giginya yang berlubang dua.
"Terimakasih". Dia menarik tanganku menuju jalan setapak menjauh dari tempat pengungsian. Dia membawaku menuju jalan setapak. Disana banyak sekali bunga, dari bunga mawar, bunga sepatu dan melati.
Aku tersenyum saat Rio memetikkan bunga itu satu persatu dan dijadikan satu, lalu dia berikan padaku. Rio bahkan mengajakku duduk di bebatuan besar itu.
"Chef, senyum".
Aku mengangguk saat Rio menunjukkan padaku bagaimana caranya tersenyum. Aku bahkan sudah lupa untuk tersenyum seperti ini sejak aku berada di camp pengungsian ini.
Ini sudah enam bulan lamanya aku berada disini, tanpa menghubungi Mommy, Sanee bahkan Billal. Bagaimana kabar Billal ya. Apa dia benar-benar melupakan aku.
Kalaupun dia memang sudah melupakan aku, aku harusnya menerima kenyataan itu. Karena disini aku yang salah. Bagaimana pun aku sudah mengecewakannya. Maafin aku Bil.
"Rio, Ayo kembali, sebentar lagi Chef harus masak". Dia mengangguk dan menggandengku.
"Aku bantuin ya chef?". Aku mengangguk dan dia melonjak kegirangan.
Aku memasak makanan di camp pengungsian ini dengan beberapa chef yang juga sama, menjadi relawan sukarela disini. Ada juga pengajar bahkan mereka juga bergantian. Yang selalu mengingatkan aku tentang Billal adalah, adanya para tentara disini. Mereka bahkan ada yang membantuku memasak jika diperlukan.
Aku duduk saat aku selesai memasak dan menaruh di piring-piring untuk mereka semua. Dio dan Raden teman seperjuanganku di camp ini juga ikutkan duduk.
"Lo tahu Sha, katanya para tentara itu akan ada yang di ganti". Dio sudah memulai gosipnya.
Aku sudah tahu mereka akan di ganti. Bahkan para pengajar ataupun dokter juga akan bergantian di ganti. Hanya saja kami bertiga belum ada pengganti.
"Lo kangen mak lo?". Raden,si bujangan asal jawa ini sudah memulai dengan kata-kata pedasnya. "Sana ajuin diri buat pulang bareng tentara itu".
"Gue menghindar dari si perempuan gila yang suka nyatronin Gue di cafe. Pusing". Aku dan Raden tertawa mendengar ocehan Dio.
"Kenapa gak hindarin aja?". Tanyaku penasaran. Jika dilihat -lihat, Dio ini termasuk kategori tampan, tapi Entah kenapa ketampanannya masih kurang jika berada di dekat Billal.
Billal lagi.
"Dia itu anak pemilik cafe Sha. Mana bisa Gue hindarin terus". Raden makin tertawa mengejeknya.
Raden ini lelaki manis yang mempunyai lesung di pipinya,jika dia tersenyum dan berbicara, lesung pipi itu akan terlihat. Masih kalah dengan Billal.
"Kalau lo Den?".
"Gue sedikit mengulur waktu untuk perjodohan Gue yang gak masuk akal itu. Gimana bisa mamak Gue main jodohin Gue dengan perempuan yang gak Gue kenal, atas nama darah ningrat". Aku mendengarkannya saat dia serius sekali bercerita.
"Masih ada ya yang kayak nyokap lo,kolot". Raden mengangguk setuju. "Kalau elo Sha?".
Ku hela nafas Ku sejenak, mungkin jika aku berbagi cerita dengan mereka, bebanku akan berkurang. Ku ceritakan pada mereka tentang Billal dan tentang lamarannya yang mendadak. Dan tentang traumaku pasca kejadian itu.
Mereka memelukku bergantian, menepuk kepalaku pelan dan tersenyum. Mereka jadi paham bagaimana saat hari pertama aku datang disini. Bahkan aku tidak mau berbicara dengan mereka atau lelaki manapun. Tanganku bahkan bergetar saat mereka tak sengaja menyenggol Ku.
Seorang tentara yang menjadi idola kaum perempuan setelah Dio dan Raden adalah Pasha. Pasha mendekatiku dan mengajakku untuk berteman saat aku sudah mulai menyesuaikan diri disini. Sekitar dua bulan pertama. Bahkan dia juga bercerita tentang temannya yang kalang kabut ditinggalkan calon istrinya pergi.
Kok mirip kisahku dan Billal.
"Besok, teman Gue yang kehilangan calon istrinya itu bakalan kesini gantiin si Andika. Ntar Gue kenalin ke elo Sha,siapa tahu jodoh".
Bahkan Dio dan Raden menertawakannya. Menganggap aku yang ansos ini tak akan mampu membuat si teman Pasha itu klepek-klepek padaku. Aku juga gak minat. Pikiranku hanya ada Billal dan Billal.
Aku menyerah kalah.
Billal aku kangen kamu.
🌞 🌞 🌞
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top