14. Mereka Bertemu (MB)
Tandai typo
Happy Reading
.
.
.
.
🌞Billal Pov
Akhirnya aku bisa menghirup udara Jakarta yang macet penuh polusi. Aku bersama dengan Pasha duduk di kursi tunggu kedatangan. Kami berdua menunggu jemputan setelah berlibur sejenak di Jogja bersama yang lainnya sebelum kami mendapat tugas pertama. Tapi dengan begonya aku mengikuti apa kata Pasha, pulang ke rumah harus memakai seragam khas taruna, karena kalau tetangga lihat siapa tahu ketemu jodoh. Peak.
Ku lihat gadis cantik yang ikut sedang duduk dengan sedih di sana. Dia sepertinya ingin menangis. Aku berjalan mendekat dan sepertinya aku menginjak sesuatu. Ku lihat ada dompet berwarna biru muda di depanku.
Gadis cantik yang sangat imut. Seperti melihat boneka yang didandanin miliknya Kia. Pasti gadis kecil itu sekarang sudah besar. Ah juga si kembar anaknya abangku yang udah laku. Ku berikan dompet itu padanya. Dia membalasku dengan senyuman manisnya.
Deg
Deg
Jantungku bereaksi dengannya hanya karena senyuman manis miliknya. Ini kali Kedua aku merasakan seperti ini. Dulu saat Nana masih hidup, jantungku ini juga bereaksi sama.
"Bro, Ayo cabut". Pasha menarikku agar segera keluar ke parkiran.
"Bye". Kataku padanya.
Aku rasanya tak rela harus berhenti ngobrol dengannya. Gadis itu sangat cantik dan sayang jika di biarkan sendiri disana tanpa ada yang menemaninya.
🌞🌞🌞
Ku hembuskan nafas sejenak sebelum Ku ketuk pintu bercat coklat itu.
Tok tok tok
"Iya sebentar" degup jantung ku menjadi tak menentu. Suara yang ku rindukan selama 4 tahun ini.
Ceklek
Pintu terbuka dan menampilkan wajah ayu wanita paruh baya yang Ku sayangi. Ku peluk erat Mama cantik ku.
"Kangen Mama" ucap Ku di sela tangisan Mama.
"Ayo masuk anak Mama yang ganteng ini" aku tersenyum kala mama menyebutku ganteng.
Mama memeluk lengan ku dan berjalan beriringan menuju ruang tengah yang sedang ramai.
"Apa kabar semua?" Sapa ku pada semua yang ada disana.
Kok Rena berlari memeluk adik bungsunya ini erat, membuatku terkekeh dan membalas pelukan kak Renata.
Menguraikan pelukannya dan memberi hormat pada Papa dan memeluknya erat. Sosok Papa yang membuatku bangga dan menjadi panutan Ku selama ini untuk menjadi seorang tentara.
"Papa kangen kamu dek" Aku terkekeh, baru kali ini Papa mengucapkan kata kangen pada anak-anaknya.
"Yes makan diluar nih, Papa bilang kangen sama Billal" sorakku gembira dan mendapat toyoran dikepala oleh abang Melvi.
"Sini peluk abang" Ku tertawa dan memeluk abangku erat. Sosok kakak yang selalu menjaga ku dan memberikan wejangan Pada Ku selama aku menjalani Akmil di Magelang.
"Om Bilbil" ku rentangkan tangan agar dipeluk oleh keponakanku itu.
"Apa kabar nih calon dokter Om?" Gadis kecil itu tersenyum dan memeluk leher Ku erat.
"Baik dong. Kan Kia calon dokter" ucapnya dengan logat cadel khas anak umur 4 tahun.
"Om Bilbil". si kembar itu berlari dan menabrakku. Memeluk diriku tak kalah erat. Jadi pengen punya anak kembar tapi cowok, gak boleh kalah sama abang.
"Opa mana Ma? Kok gak ikut?" Tanya Ku yang sejak tadi tidak melihat Opa disini.
"Lagi mandi di rumah sebelah. Sana ganti baju kamu, bau" ejek Mamaku.
"Siap komandan" memberi hormat dan berlari menuju kamarku di lantai dua.
Merebahkan diri lebih dulu di kasur kesayanganku. Kasur yang selalu Ku rindukan selama menajalani Akmil.
Aku memandang langit-langit kamarku, senyuman terbit di bibirku kala membayangkan wajah gadis yang tadi ku temui di bandara.
Gadis itu kebingungan mencari dompetnya yang terjatuh di dekat ku. menghampiri gadis itu.
"Dompet kamu?" Gadis itu mendongakkan wajahnya menatapku yang juga sedang menatapku.
Cantik. Batin Billal.
"Do you hear me?" dia mengangguk. "This is youre wallet?"
"Ya. Thanks" jawabnya gugup.
Ku ulurkan tangan untuk berkenalan dengan gadis di depanku ini.
"Billal"
"Shae".
Tok tok
Suara ketukan di pintu membuat ku terlonjak kaget, aku bergegas masuk ke kamar mandi sebelum pintu kamarku di dobrak oleh Mama.
Aku turun dengan wajah segar, memakai kaos putih polos fit body dan celana Chino warna coklat.
"Lama" sindir Mama. Aku cuma nyengir kuda dan menghampiri Mama yang sedang duduk bersama papaku.
Bukan aku namanya jika selalu mengusik kebersamaan Papa dan Mama. Aku bahkan selalu mengambil duduk di tengah mereka dan memeluk Mama erat mengabaikan tatapan tajam Papa padaku.
"Udah Letda kok masih manja aja" sindir Papa.
"Biarin, aku kan anak Mama, iya kan Ma?" Mama mengangguk dan memeluk Ku.
"Anak Mama yang ganteng tapi manja dan petakilan, biang onar mirip Papa" aku tertawa karena ucapan Mama benar adanya.
💂💂💂
Aku kini sedang duduk di salah satu cafe untuk menunggu Mama cantikku.
Aku mendengus sebal karena Mama sudah tidak mengizinkan diriku menemui Mama di rumah sakit langsung, karena setiap pulang dari rumah sakit dan Mama berjumpa dengan seorang lelaki seumurannya dan menyapanya, aku akan memberitahu Papa. Dan Papa tentunya cemburu dan mengurung Mama dikamar semalaman. Tapi bagiku itu anugrah karena aku dapat uang jajan lebih.
Aku memandang sekitar, cafe ini terlihat seperti didesain masa kini. Banyak para pemuda yang seumuran denganku mengunjungi cafe ini. Satu yang membuatku semakin menarik.
Seorang gadis yang menggunakan baju khas seorang chef berdiri di depan penggorengan. Ruangan dapur yang didesain transparan membuat para pengunjung cafe bisa melihat bagaimana makanan yang mereka pesan dimasak dengan cekatan oleh para chef ternama.
Samperin aja daripada gue mati penasaran. Batin Ku berteriak saat dirinya selesai memasak..
Aki menghampiri gadis itu yang sedang bercengkrama dengan temannya yang juga bekerja di cafe itu.
"Haiy, ingat saya?" Sapa Ku padanya.
Gadis itu menoleh dan mencoba mengingat siapa aku di depannya saat ini.
"yes i remember you. Billal right?" aku mengangguk dan tersenyum manis di depan gadis itu.
Para pegawai cafe yang melihat senyumanku jadi histeris sendiri. Dan untungnya hari ini aku tidak memakai seragam lorengku.
Ku lirik name tag yang tertulis di baju chefnya.
Shaenette, unik namanya. Batin ku
"Kamu lagi apa disini?" Tanya Shae padaku.
"Lagi nunggu--" belum selesai ku berucap sudah dipotong oleh Shae.
"Pacar ya?" Dengan nada kecewa. Aku menggaruk pelipisku.
"Mama saya" Shae menundukkan kepalanya kala aku meneruskan kata-kataku yang di potongnya, dia merasa malu pada ku.
"Billal?" Sapa seorang perempuan dari arah belakang.
Aku menoleh dan mendapati teman SMA Ku yang dulu terobsesi padaku sedang berdiri disana. Gawat Negara Api menyerang.
"Apa kabarnya Bil?" Tanyanya mendekat. Aku risih dekat dengannya.
Aku mundur ke belakang dan berdiri di samping Shae. Menggenggam tangan Shae dan menyatukan jemari kami . Jantung Ku sudah tidak karuan sedari tadi saat berdekatan dengan Shae.
"Siapa kamu Bil?" Aku tersenyum tipis, menoleh kearah Shae yang pipinya sudah bersemu merah.
Ku lepaskan gandengan tangan kami dan memeluk pinggang Shae yang ramping agar mendekat padaku.
"Kenalkan, dia calon istri gue". Shae langsung melotot kearahku.
Negara Api itu akhirnya pergi. Shae melepaskan tanganku di pinggangnya yang ramping. Dia menatapku tajam,dan mencengkram kerah kemejaku.
"Jangan macam-macam ya".
Wooow gadis yang menarik.
"Slow sayang. Dia Billal". Tanpa Alexa melepaskan cengkraman tangan Shae yang mungil itu.
"Pasti Billal yang mulai ya Shae?". Mama mencubit lenganku. "Ingat dia Shae? Kamu pernah ketemu Billal dulu?".
Shae?
Ku putar Otak pintarku untuk mengingat Shae,gadis cantik bak boneka ini. Lalu detik berikutnya aku melotot kala mengingat gadis yang juga berkenalan dengan Nana, dan katanya melihat bayangan hitam.
Serem.
"Cocok lho kamu Bil sama Shae, iya kan Lex?".
🌞🌞🌞
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top