BAB 1


Bagi seorang Selena, tidak ada hal yang patut disyukuri dalam hidupnya. Kehidupan yang memuakkan bagaikan sampah. Lahir dan hidup di tengah-tengah keluarga yang broken home, memiliki kekasih yang tidak memiliki pendirian, adik tiri yang hanya menjadi beban, dan kesalahan fatal lainnya adalah memilih ikut sang ayah yang ternyata menjadi neraka paling menyakitkan baginya.

Selena pikir, hidup bersama sang ayah dan keluarga barunya adalah keputusan terbaik, sampai dia tahu bahwa dirinya hanya dijadikan boneka hidup untuk memenuhi ambisi mereka. Sosok ayah yang dulu menjadi cinta pertama baginya, perlahan hilang. Selena bahkan tak lagi mengenal kebahagiaan.

Tidak ada yang memperdulikannya. Bahkan sang kekasih lebih tertarik pada adik tirinya yang berlagak polos dengan sikap lemah lembutnya.

"Sel, gak seharusnya kamu melukai adikmu sendiri seperti ini!"

'Sekarang apa lagi?' jeritnya dalam hati. Selena memandang Bryan dengan tatapan dingin. Lelaki yang berstatus menjadi kekasihnya ini malah menjadi orang yang paling menyakitinya. "Apa lagi yang dia adukan ke kamu?"

"Sofia nggak mengadukan apa pun. Tapi aku tahu, kamu pasti sudah menyakiti hatinya." Bryan memasang wajah kesal yang tak ditutupinya. "Tadi aku berpapasan dengan Sofia di tangga. Dan wajahnya sungguh menyedihkan. Dia seperti orang habis menangis dan juga ada bekas tamparan di pipi kanannya."

"Jadi dengan kata lain, kamu nuduh aku nampar dia?"

"Memangnya siapa lagi jika bukan kamu?" jawab Bryan dengan cepat, "Hanya kamu yang patut dicurigai di sini. Apalagi mengingat kamu yang tidak menyukai Sofia padahal dia adikmu sendiri." Bryan menarik napas panjang. Lelaki itu seakan sudah sangat lelah dengan kelakuan sang kekasih yang makin menjadi tiap hari.

Padahal Selana yang dulu dikenalnya adalah sosok gadis periang yang baik hati. Meski awalnya Selena selalu menolak keberadaannya, tapi dengan gigih dia berhasil menjadikan perempuan itu sebagai kekasihnya.

Bryan merasa menjadi lelaki yang paling beruntung saat itu. Memiliki kekasih cantik dan mandiri seperti Selena. Dia bahkan mulai berusaha mengenal kehidupan sang kekasih sampai membawanya berkenalan dengan Sofia, adik tiri Selena. Perempuan yang berkebalikan dengan sifat Selena. Sofia tampak rapuh, lemah, dan selalu membutuhkan pertolongan orang lain. Entah sadar atau tidak, Bryan selalu ingin melindungi Sofia dan menjadi orang yang bisa perempuan itu andalkan.

"Dengar, Bryan! Pertama, aku baru saja tiba di rumah setelah semalaman menginap di rumah teman. Kedua, aku bahkan tidak memiliki waktu untuk bertemu dengan gadis itu. Aku tidak suka bermain fisik, dan tidak pernah. Ketiga, dia bukan adikku. Jadi, tuduhanmu jelas tidak mendasar."

"Lalu siapa yang melukainya jika bukan kamu?"

Selena mengedikkan bahunya malas. "Kenapa kamu tidak tanya saja pada orangnya."

Bryan mendengus pelan. "Sofia gak akan mengaku. Dia terlalu takut untuk mengadu."

Sekarang giliran Selena yang mendengus keras. Kedua tangannya bersidekap di depan dada. Tatapannya berubah datar, tidak ada riak emosi di wajahnya yang cantik. "Bryan, semakin lama, aku semakin tidak bisa menahan diri lagi."

"Apa maksudmu?" tanya Bryan dengan kerutan samar di keningnya. Dia memberikan tatapan tak mengerti pada sang kekasih.

"Sebenarnya siapa kekasihmu? Aku apa gadis beban itu?"

"Selena, please jangan mulai lagi. Kamu jelas tahu siapa kekasihku."

"Lalu kenapa kamu selalu berpihak padanya? Ketimbang berada di sisiku, kamu lebih banyak berada di sisinya. Seakan menjadi malaikat penjaganya setiap waktu. Kamu bahkan tak segan melukai perasaanku demi dia." Selena meluapkan semua perasaannya. Tujuannya bukan lagi membuat sang kekasih mengerti tentang perasaannya, tapi dia hanya ingin mengungkapkan seluruh perasaannya. Dia sudah sangat muak memendam semuanya selama ini.

Sedangkan Bryan sepertinya tidak bisa menjawab. Tatapan lelaki itu seperti samudra yang menyimpan banyak rahasia.

Selena tersenyum miring, seakan sudah tahu semuanya akan seperti ini. Dia tahu tanpa sang kekasih beritahu. Semuanya terlalu jelas dan sangat transparan baginya.

"Kamu bisa turunkan aku sekarang!" pinta Selana tanpa memandang sang kekasih.

Bryan menoleh, menatap Selana dengan tatapan protesnya. "Jangan kekanakan, Selena."

"Aku hanya minta turun di sini, bukan yang lain."

"Tapi—"

Tiba-tiba getaran di ponselnya membuat Bryan menghentikan ucapannya. Dia melirik benda pipih yang berada tak jauh dari jangkaunnya. Jelas Selena juga bisa melihat siapa yang tengah menghubungi lelaki itu saat ini.

"See, sepertinya ada yang sedang membutuhkan bantuanmu," ejek Selena sambil membuang wajahnya ke samping. Tanpa sadar, kedua tangannya saling mengepal di atas paha. Kejadian ini bukan yang pertama kali dan dia sudah sangat hapal dengan apa yang terjadi setelah ini.

"Sel, gini ..."

"Turunin ajah aku. Aku bisa cari taksi atau yang lain."

Bryan menarik napas panjang. Dia memelankan laju mobilnya dan berhenti di tepi jalan yang tampak lenggang. Lelaki itu masih akan membuka mulut untuk bicara, tapi keburu Selena sudah keluar lebih dulu. Dia tidak bisa melakukan apa pun dan hanya bisa menatap sang kekasih yang berjalan menjauhinya.

Bryan berusaha meyakinkan dirinya jika Selena adalah perempuan yang mandiri dan kuat. Selena pasti bisa menjaga dirinya sendiri.

Sekarang fokusnya beralih pada getaran ponsel yang tak mau berhenti. Bryan segera meraih ponselnya dan menekan warna hijau pada layar.

"Iya, ada apa?"

"..."

"Oke, lima menit lagi aku sampai." Setelah mengatakan hal itu, Bryan memutar kemudinya dan bergegas menghampiri keberadaan Sofia. Lelaki itu bahkan tidak akan pernah menyangka jika pilihannya saat ini akan menimbulkan masalah yang fatal.



Bersambung.  

Psttt, mungkin cerita ini gak akan fast update! Tapi aku berusaha nulis cerita ini setelah sekian lama hiatus. So, enjoy this story, ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top