Ch 9; My Happiness is My Family -END-

TOLONG UNTUK BACA A/N YANG ADA DI BAWAH SETELAH BACA INI. JANGAN DISKIP

SON ENDING CHAPTER

HAPPY READING!

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YAAA!

.

.

.

Xiao Zhan meyakinkan diri bahwa semua barang-barangnya sudah dimasukkan ke koper miliknya dan milik putranya. Tinggal sepatu sekolah milik Juan yang masih di rak sepatu depan. Ia menghela napas, lalu berjongkok dan menutup koper hitam miliknya rapat-rapat.

"Juan yakin semua barang Juan sudah dimasukkan ke tas?"

Anak itu beranjak dari kasur dan berjalan ke arah Mamanya. "Yakin. Juan sudah masukin robotnya juga ke tas."

Rasa lelah Xiao Zhan hilang seketika saat mendengar ucapan polos anaknya. Ia pun tak sanggup menahan untuk tidak membelai kepala putranya, "pintar."

"Habis ini kita pulang, kan, Ma?"

"Iya."

Juan langsung bersorak senang dan berlari keluar untuk menuju Haikuan yang sedang berada di dapur.

Tadi memang Haikuan baru pulang setelah langit gelap dan pastinya dia belum mengetahui niat kepulangannya malam ini karena pemuda jangkung itu sedari tadi di dapur sedang menikmati kopinya.

"Paman!"

Xiao Zhan yang sedang merapikan kamar tamu −yang 2 malam ia huni− tersebut, mendengar suara Juan dengan jelas.

"Paman, nanti Juan dan Mama pulang, lhoh."

"Apa?!"

Pemuda 27 tahun itu mendengar suara kursi yang bergeser, setelah itu Haikuan sudah berada di ambang pintu kamar tamu dan menatap Xiao Zhan.

"Benar kamu pulang malam ini?"

Xiao Zhan tersenyum tipis, "iya." Dirasa kamarnya sudah rapi, Xiao Zhan berjalan untuk lebih dekat dengan Haikuan. Juan langsung berlari dan memeluk pinggangnya hingga otomatis Xiao Zhan langsung menangkapnya, "setelah aku pikir-pikir, aku memang terlalu kekanakan."

"Aku senang kamu menyadarinya."

Xiao Zhan sedikit kesal karena Haikuan sama sekali tidak menyangkal ucapannya tadi.

"Maaf kalau selama 2 malam di sini, aku merepotkanmu."

"Untungnya sih tidak. Ada kamu malah pola makanku lebih baik."

Xiao Zhan tersenyum hingga tulang pipinya terangkat, "carilah pasangan dan menikahlah. Nanti ada yang mengurusmu."

Haikuan berdecak sebal jika disinggung masalah jodoh dan nikah. Itu dua hal yang sangat sensitif baginya setelah Xiao Zhan direbut oleh sang adik sepupu.

"Diamlah." Tegurnya saat Xiao Zhan terus tertawa.

"Maaf." Pemuda manis itu menutup mulutnya untuk menghentikan tawanya.

"Perlu aku antar ke rumah Kalian?"

"Tidak perlu. Kita bisa naik taksi."

Haikuan menghela napas, "sudah malam, lhoh ini. Nanti Juan ketiduran, kamu yang susah membawanya."

"Juan nggak akan tidur sebelum sampai rumah." Balita itu menyela dan langsung nyengir lebar dan memperlihatkan gigi susunya yang putih.

Pria jangkung itu berjongkok –menyamakan tingginya dengan anak adiknya itu, "janji, ya? Nanti jika Juan ketiduran, Mamamu kesusahan."

"Janjiiiii!" Juan menunjukkan jari kelingkingnya di depan wajah Haikuan, "janji jari kelingking!"

Haikuan pun tertawa dan menerima ajakan janji khas bocah yang ditawarkan balita itu.

Xiao Zhan yang melihatnya hanya tetawa dan membelai kepala sang anak.

Setelah melakukan 'perjanjian' dengan Juan, Haikuan berdiri dan menatap Xiao Zhan, "aku ingin berpesan padamu."

"Apa?"

"Jangan terlalu diambil hati dengan apa yang adikku lakukan. Dia orang yang baik. Tidak akan menyakitimu dan Juan."

Xiao Zhan menunduk dan diam. Ia juga mengerti akan hal itu. Dia juga menyesal karena telah berpikiran negatif tentang suaminya.

"Dia tipenya keras. Dari kecil memang sudah dididik seperti itu. Jadi, mungkin terbawa hingga sekarang."

"Daddy nggak jahat, kok."

Haikuan menunduk dan melihat ke arah Juan, "kamu benar, Juan. Ayahmu bukan orang jahat. Dia orang baik."

Juan mengangguk-angguk setuju.

"Anak kecil juga bisa merasakan mana orang yang jahat, mana orang baik."

"Aku mengerti..." ucap Xiao Zhan lirih.

Haikuan kini tersenyum dan menepuk pelan bahu sahabatnya, "jagalah adik brengsekku itu. Rukun-rukunlah kalian karena kini sudah ada tanggungan."

Xiao Zhan mengangguk.

"Juan?"

"Ya, paman Kuan?"

Haikuan kembali berjongkok, "sering-sering, ya main ke tempat paman. Jangan nakal, dengerin apa kata Mama dan Daddymu. Oke?"

"Oke!" Juan menjawabnya dengan gerakan seperti prajurit dan memberi hormat pada Haikuan sehingga pria jangkung itu merasa gemas dan mengangkatnya untuk ia gendong.

"Mau pulang sekarang?"

Xiao Zhan mengangguk, ia lalu membawa koper dan tas milik Juan. "Tinggal sepatu Juan yang ada di rak depan belum aku masukkan."

"Baiklah. Ayo ke depan. Aku antar sampai keluar gedung ini.

Xiao Zhan mengangguk, ia berjalan di belakang mengikuti Haikuan yang menggendong Juan. Pria jangkung itu benar-benar mengantarnya hingga keluar gedung dan menemaninya menunggu taksi di pinggir jalan.

Haikuan baru masuk lagi ke apartemennya setelah Xiao Zhan dan Juan masuk ke dalam taksi dan pergi.

****

Juan ingkar janji.Anak itu tidur dengan pulasnya selama perjalanan.Xiao Zhan tak tega untuk membangunkan anaknya. Jadi, dia meminta bantuan sang supir taksi untuk membawa tasnya sampai ke depan pintu gerbang. Sementara dirinya mengangkat Juan yang sama sekali tak terusik bangun.

"Terimakasih, pak."

Xiao Zhan memberikan beberapa lembar uang. Setelah itu, pria paruh baya itu menunduk untuk pamit.

Xiao Zhan berbalik, sambil membawa Juan dalam gendongannya, ia menghirup napas dalam dan memutuskan untuk memencet bel.

Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Yibo belum menampakan diri di monitor bel pintu. Sehingga Xiao Zhan bertanya-tanya, apakah dia di dalam atau tidak.

Sekali lagi, Xiao Zhan memencet bel pintu tersebut. Detik berikutnya, wajah Yibo terpampang di monitor.

"Xiao Zhan. Kamu kah itu?"

Pemuda itu menelan ludahnya, "iya. Ini aku."

Terlihat Yibo tersenyum lebar, "aku segera keluar."

Ssetelah itu, monitor belnya mati.Belum juga semenit, Yibo berlari dari pintu rumah menuju ke pintu gerbang.

"Tak usah berlari-lari." Xiao Zhan memperingatkan. Namun, Yibo tetap tersenyum dengan membuka pintu gerbang secara bar-bar.

"Aku senang kamu pulang."

Xiao Zhan tersenyum tipis. Melihat wajah suaminya yang terlihat pucat dan lingkar matanya yang menghitam, membuatnya dirundung rasa bersalah yang besar. Xiao Zhan begitu bodoh karena mengikuti egonya.

Yibo sebagai suami memang baik. Tapi ia belum terbiasa mengurus anak-anak. Harusnya ia memaklumi jika suaminya kaku dengan Juan.

"Juan ketiduran?"

Xiao Zhan mengangguk.

"Ayo masuk. Udara malam tidak bagus untuk Juan."

Yibo membuka lebar pintu gerbangnya dan mempersilahkan Xiao Zhan untuk masuk duluan. Sementara itu, dia mengangkat koper dan tas Juan untuk ia bawa masuk ke dalam.

Tidak menyangka, ini seperti mimpi. Xiao Zhan akhirnya pulang. Seketika rasa pusing dan perut yang melilit langsung sembuh dengan kedatangan orang yang ia cintai.

Sebelum masuk, Yibo menutup pintu gerbang dan berjalan dengan senyum yang masih terus mengembang di wajahnya.

*****

"Maaf. Rumah berantakan."

Meski begitu, Yibo masih merasa kaku dengan Xiao Zhan. Dia takut jika salah bicara, Xiao Zhan akan marah lagi padanya.

"Tidak apa. Besok aku bersihkan."

"Tidak usah. Aku sudah menyewa asisten rumah tangga harian untuk membersihkannya."

Lalu mereka kembali diam. Juan sudah Xiao Zhan tidurkan di kamarnya. Kini keadaan rumah tetap sunyi seperti malam di mana Xiao Zhan pergi.

"Zhan, aku minta maaf."

"Tidak usah minta maaf lagi. Di sini, kita sama-sama memiliki kesalahan." Ucapnya pemuda bergigi kelinci itu.

Yibo memandang Xiao Zhan yang kini menunduk sambil memainkan jari-jarinya.

"Aku...akan menjadi ayah yang baik untuk Juan dan suami yang bisa kamu terima."

"Tidak usah seperti itu, Yibo..."

Yibo mendekatkan jaraknya dengan Xiao Zhan dan menaruh sebelah tangannya pada paha pemuda itu.

"Sekarang, bisa kita perbaiki semuanya? Kamu bisa terbuka segalanya denganku. Jika kamu memang tidak suka dengan tindakanku, katakan saja."

Bukannya menjawab, Xiao Zhan malah menghapus air matanya. Pemuda itu menunduk semakin dalam. Ia merasa sangat bodoh dengan sikapnya beberapa hari yang lalu. Jika dia bertanya terlebih dahulu pada Juan tentang insiden di kamar itu, tentu kejadiannya tidak seperti ini.

"Jangan menangis. Kan kamu bilang, kita berdua yang salah. Kita memang belum ada pengalaman jadi orang tua."

"Tapi aku menuduhmu yang tidak-tidak. Aku sungguh kekanakan." Ucapnya dengan suara yang parau. Bahkan dia sedikit kesal hingga memukul pahanya menggunakan tangan.

"Sudahlah..." Yibo mencoba menenangkan. Pria 30 tahun itu membelai bahu Xiao Zhan. "Setelah kejadian ini, ayo kita belajar bersama, saling memahami dan saling terbuka dengan pikiran kita."

Xiao Zhan mendongak. Mata dan hidungnya memerah. Ia memandang suaminya dengan kedua mata yang berkaca-kaca.

"Aku minta maaf, aku janji tidak akan egois seperti kemarin."

Yibo tersenyum dengan masih membelai bahu pemuda itu untuk menenangkan. "Aku memaafkanmu. Anggap saja, kejadian ini sebagai pembelajaran agar kita menjadi lebih baik sebagai orang tua untuk Juan."

Xiao Zhan mengangguk, lalu ia menghambur ke pelukan Yibo dan kembali menangis. Sesekali ia minta maaf dengan suara lirih di tengah tangisannya. Ia sungguh menyesal. Karena sikapnya yang egois, Yibo jadi tak terurus dan sakit. Bahkan kini Xiao Zhan merasakan jika tubuh suaminya terasa panas.

Xiao Zhan membayangkan, betapa tersiksanya Yibo saat sakit, namun tak ada yang mengurusnya. Sementara dirinya malah enak-enakan di rumah kakak sepupu suaminya dan makan dengan enak. Dia sungguh jahat. Bahkan ia malu telah menuduh Yibo memiliki sifat buruk. Padahal dirinya lebih buruk.

"Maafkan aku, Yibo..."

****

Xiao Zhan memasak dengan senyum mengembang di bibir tipisnya. Semalam dia sudah bercerita banyak dengan sang suami. Tapi Xiao Zhan semalam sedikit repot karena Yibo mengalami demam. Suhu tubuhnya yang semula tidak terlalu panas, pada tengah malam meninggi sehingga membuat mereka berhenti berdiskusi dan membiarkan Xiao Zhan untuk mengurus Yibo agar suhu tubuhnya turun.

Pemuda 27 tahun itu hampir tidak tidur. Ia terlelap saat jarum jam menunjukkan pukul 3 pagi. Tapi ia tidak merasa kantuk meski tadi bangun pukul 6. Untunglah nanti ada asisten harian yang datang membersihkan rumah, jadi dia kini bisa beristirahat setelah mengantarkan Juan sekolah.

"Pagi."

"Oh? Yibo! Harusnya kamu di kamar saja. Nanti sarapannya aku antar, kok."

Yibo tersenyum, ia bukannya menurut malah mendudukkan dirinya di ruang makan.

"Aku sudah tidak demam lagi. Panasku sudah turun."

"Benarkah?" Xiao Zhan meletakkan spatulanya dan berjalan menuju ke arah suaminya untuk mengecek suhunya dengan menempelkan punggung tangannya ke dahi sang suami.

"Benar, kan? Aku sudah sembuh."

"Iya, sih. Tapi kamu hari ini jangan bekerja dulu, ya?" Xiao Zhan memandang suaminya dengan wajah khawatir, dan itu sukses membuat hati Yibo menghangat.

"Iya. Kemarin aku juga sudah mengirim surat dokter ke kantor."

"Syukurlah." Ia membelai pipi suaminya dan memandangnya dengan penuh rasa sayang. Tapi seketika berhenti saat suara seorang bocah menginterupsi mereka.

"Mama!"

Itu Juan. Dia berteriak dari lantai atas. Segera saja baik Yibo dan Xiao Zhan langsung mengarah pandangannya ke lantai 2.

"Juan bangun."

"Iya. Sebentar, aku ke atas dulu." Pamitnya pada Yibo. Namun segera dihentikan dengan memegang lengan halus Xiao Zhan.

"Biar aku saja. Kamu lanjutkan saja memasaknya."

"Benar, nih?"

"Iya. Tenang. Aku tidak akan membentaknya. Kita sudah bicarakan ini semalam, kan?"

Xiao Zhan mengangguk dan tersenyum, "baiklah."

Yibo pun beranjak untuk berjalan ke lantai 2 dan menyusul Juan, sementara Xiao Zhan kembali berkonsentrasi pada masakan terakhirnya.

Semalam mereka memang sudah membahasnya. Tentang Yibo yang meminta ijin padanya untuk bisa mendisiplinkan Juan dengan caranya. Pria itu juga menunjukkan video dari salah satu program acara terkenal, di mana seorang aktor kenamaan di negeri Gingseng mendisiplinkan anaknya tanpa adanya kekerasan.

Yibo bercerita jika aktor tersebut berhasil menjadikan anak-anaknya mandiri dan pintar. Xiao Zhan pun baru sadar jika dirinya dan Yibo bukanlah orang tua pada umumnya. Mereka pasangan gay. Meski pemerintah telah melegalkan hubungan mereka, masih banyak orang kolot yang menentangnya.

Seperti halnya ibunya Zhishu. Yibo bercerita, penyebab dia mendisiplinkan Juan waktu itu adalah ucapan dari wanita tersebut. Dia tidak ingin Juan menjadi terpuruk jika ada yang berbicara seperti itu lagi, terlebih untuk Xiao Zhan.

Xiao Zhan menghela napas dan berpikir kalau suaminya yang kaku sungguh kritis hingga bisa memikirkan sejauh ini untuk Juan. Yah, meski sekarang Juan belum mengerti jika dijelaskan ini semua, tapi Xiao Zhan berjanji akan mencoba menerangkan kondisi keluarganya pada Juan dengan baik. Tentu saja itu dengan bantuan dari Yibo.

Lamunan Xiao Zhan pecah saat Juan merengek di gendongan Yibo dengan kedua matanya yang terpejam. Hal itu membuat Xiao Zhan segera memasukkan sop krimnya ke dalam mangkuk besar dan melepaskan apronnya.

"Dia kenapa?" Tanyanya sambil menaruh sup tersebut ke atas meja makan.

"Juan ingin tidur lagi, tapi tidak aku ijinkan. Ini 'kan sudah waktunya sarapan." Yibo meletakkan Juan ke baby seatnya dengan pelan. Sementara Juan masih merengek sambil mengusap kedua matanya.

Dengan senyuman hangat, Xiao Zhan membelai rambut putranya, "Benar kata Daddy. Juan harus sarapan. Tidurnya bisa dilanjutin nanti sepulang sekolah. Bagaimana?"

"Tapi Juan memang masih mengantuk, Ma."–lalu anak itu menguap lebar.

Xiao Zhan mengerti, anak seumuran Juan, meski sudah tidur banyak, terkadang masih tetap saja mengantuk.

"Mama antar ke kamar mandi buat cuci muka, ya?"

"Hei, katanya pria sejati. Pria sejati tidak tidur saat sarapan." Tegur Yibo, "sana cuci muka."

Meski terdengar perintah yang tegas, tapiJuan mengangguk dan susah payah turun dari kursinya yang cukup tinggi tanpa meminta bantuan.

"Ma, Juan cuci muka sendiri saja."

"Benar?"

Juan mengangguk dan berjalan pelan menuju kamar mandi.

Seketika itu pula, Xiao Zhan menoleh ke arah suaminya yang menyeringai sambil melihat Juan yang sudah berbelok ke arah kamar mandi.

"Kamu lihat, kan?" Tanyanya pada Xiao Zhan, "Juan jadi mandiri jika terbiasa dengan perintah tegas."

"Kamu benar." Pemuda manis itu menghela napas, "aku terlalu paranoid dan malah terlalu memanjakannya. Tak sekalipun memikirkan masa depannya.

"Tak apa." Yibo berkata sambil tersenyum, "boleh sesekali memanjakannya. Tapi untuk hal-hal kecil seperti tadi, cobalah untuk dilatih melakukannya sendiri."

"Aku mengerti."

"Mama, Juan sudah cuci muka. Pakai sabun mukanya Daddy."

"Yah!!!"

Xiao Zhan membelalakkan kedua matanya, segera saja dia berlari menghampiri Juan dan kembali menyuruhnya untuk masuk ke kamar mandi. Sementara Yibo mencoba untuk mengabaikannya dan menikmati sarapan paginya.

Ternyata benar, anaknya ini tidak bisa didisiplinkan dengan cara biasa.

*****

Xiao Zhan tersenyum puas sambil terus melihat akta lahir yang 2 hari ini telah ia urus bersama Yibo. Kini Juan benar-benar sah di mata hukum sebagai anaknya dan Yibo. Harusnya dia sudah harus membuatnya saat Juan baru pindah. Karena konflik waku itu, urusan pendaftaran penduduk ini baru dilakukan.

"Senang sekali melihat akta milik Juan."

Xiao Zhan menoleh ke arah suaminya yang sedang memakai seat beltnya.

"Tentu saja senang. Kini Juan benar-benar sah menjadi anak kita secara legal."

Yibo ikut tersenyum. Ia sengaja ijin dari kantor hanya untuk mengantar Xiao Zhan ke kantor sipil pusat untuk menyelesaikan administrasi kependudukan milik Juan. Ia sebenarnya juga lega telah melakukan ini untuk Xiao Zhan dan Juan.

"Untungnya marganya Juan bisa diubah.Wang Juan." Xiao Zhan kembali membaca nama yang tertera pada akta, "bukankah, cocok? Dia sudah menjadi anakmu secara hukum karena dia memakai marga Wang."

"Iya, tahu." Xiao Zhan masih saja curiga dengannya karena kejadian 2 minggu yang lalu.Meski kini mereka sudah kembali hangat, tapi pemuda manis itu juga terkadang suka menyentil masalah waktu itu.

"Lhoh, kok, belok? Bukannya arah rumah lurus?"

"Kita sekalian menjemput Juan di Daycare. Sebentar lagi dia pulang, kan?"

Xiao Zhan melihat jam tangannya. Benar juga.Sekarang sudah pukul 2 siang. Setengah jam lagi Juan pulang.

"Yibo..."

"Hm?"

"Terimakasih, ya?"

Yibo menaikan sebelah alisnya heran, "untuk?"

"Menyematkan namamu pada Juan. Itu berarti kamu sungguh menganggap Juan anakmu." Apalagi mengurus kependudukan prosesnya ribet dan mahal. Bahkan Yibo rela berkali-kali ijin kantor untuk mengurus hal ini.

Sebelah tangan besar Yibo terangkat.Ia membelai kepala Xiao Zhan dan tersenyum dengan masih memandang jalanan.

"Tentu saja Juan anakku. Anak siapa lagi? Mantanmu?" lalu Xiao Zhan mendesis kesal saat Yibo tertawa setelah meledeknya.

"Aku berjanji, Yibo. Aku berjanji tidak terlalu memanjakan Juan."

Yibo mendengkus, "tidak perlu janji-janji. Anak seumuran Juan memang masih perlu dimanja. Asal jangan berlebihan. 'kan kita sudah membahas ini."

Pemuda bergigi kelinci itu tersenyum lebar, ia mendekatkan tubuhnya ke arah suaminya untuk menyenderkan kepalanya pada bahu sang suami. Ia sungguh bersyukur Yibo begitu mengerti dirinya. Tidak salah jika ia menjadikan Yibo sebagai suami meski terkadang ceroboh dan mesum.

Tidak terasa, mereka sampai di depan Daycare. Saat mereka sampai di sana, ternyata kelas sudah berakhir, beberapa anak tela dijemput orang tuanya. Tapi Juan belum terlihat. Mungkin masih di dalam.

"Banyak anak-anak."

Xiao Zhan mendengar gumaman suaminya. Ini terdengar aneh, "tentu saja. Ini kan tempatnya anak-anak." Sanggahnya.

"Kamu saja yang masuk. Aku menunggu di mobil."

Xiao Zhan sedikit kecewa, padahal Xiao Zhan kira suaminya yang mau menyusul Juan ke dalam. Kan tidak pernah.

"Sekali-kali, kamu, gitu."

"Tidak.Makasih."

Mungkin jika di rumah ada anak lagi, suaminya akan terbiasa dengan anak-anak. Tiba-tiba muncul ide yang melintas di otak pemuda manis itu yang membuat ia tersenyum lebar.

"Bagaimana kalau kita mengadopsi bayi perempuan?"

Yibo segera menoleh cepat ke arah Xiao Zhan. Ia menatap pemuda itu seakan-akan dia telah melontarkan ucapan horror padanya.

"Ap-apa? Bayi?"

Xiao Zhan mengangguk cepat."Iya. Untuk jadi adiknya Juan." Lalu pemuda itu menatap ke langit-langit mobil dengan menyunggingkan senyum, sepertinya dia sedang membayangkan sesuatu. Dan itu membuat Yibo merasa ngeri.

"Bayangkan jika rumah kita dipenuhi celotehan anak-anak."

Dirinya tidak akan kuat. Begitu jawab Yibo dalam hati. Ia berharap itu hanya keinginan Xiao Zhan yang sekejap. Semoga saja besok dia lupa dengan keinginannya ini.

END

A/N : Maaf Endingnya rada maksa ya kawan. Hahaha... duh, makasih ya buat readers setiaku yang menyediakan waktunya untuk membaca cerita absurd saya di fandom BJYX ini. sungguh kalau liat komen-komen kalian tuh bikin aku semangat terus bikin ff YiZhan.

Jangan minta saquel ya, kawan hahaha.... lebih baik baca cerita lainnya punya saya.

Untuk terakhir di chapter ini, saya pengin komen yang banyak dari kalian ^^

Akhir kata,

Arigatchu~ :*

Sampai jumpa di cerita YiZhan berikutnya!!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top