Ch 7; If You're Fine, Please Comeback

Jadi Gaes, aku sempet gelagapan karena file chapter 7 ke sana hilang di laptopku. Eh, ya, akhirnya ketemu dong. Masih rejeki kalian kalau gini hahaha...kalau hilang masalahnya nggak bakal aku ketik lagi XD

Ya, silakan baca, jangan lupa tinggalin jejak berupa vote dan komentar ^^

.

.

.

Yibo segera menutup pintu kamar sebelum Xiao Zhan benar-benar mencapai kamar anaknya itu. Dia segera menurunkan Juan dari rengkuhannya, sementara anak itu masih menangis hebat.

"Juan..."

Anak 4 tahun lebih beberapa bulan itu, masih saja menangis hebat sambil duduk di lantai. Yibo ingin berteriak saja dan menyuruh anak itu untuk diam. Tapi ia tahan, ia ingat Xiao Zhan. Dia tidak akan suka jika ia membentak anak ini. Jadi pria 30 tahun itu mencoba menghirup napas pelan dan menghembuskannya.

"Juan..." Panggilnya halus. Namun, si balita masih tetap menangis. Jadi Yibo menundukkan tubuhnya kemudian ia tegakkan tubuh balita itu untuk berdiri menghadapnya.

"Juan, lihat Daddy." Juan masih tetap menangis, tapi matanya sudah melihat ke arah ayahnya. "Juan. Berhenti menangis." Perintahnya. Namun, anak itu malah bertambah pecah tangisannya saat mendengar suara Xiao Zhan memanggil dirinya dan balita itu.

"MAMA!"

"Juan!"

Kesabaran Yibo telah habis, ia akhirnya memanggil nama balita itu dengan keras. Tapi mendapat hasil yang cukup membuat Yibo sedikit mengurangi amarahnya. Nyatanya, kini anak itu berhenti menangis dengan mengatupkan kedua belah bibir mungilnya yang memerah.

"Nak, Daddy tidak akan memarahimu. Jadi, dengarkan ucapan Daddy."

Anak itu mengangguk, tapi ia masih melihat ke arah pintu, berharap mamaknya masuk untuk menyelamatkannya.

"Kamu nakal lagi. Kamu tahu, apa kenakalanmu?"

"Pergi dari sekolah."

"Terus?"

"Pergi membawa Zhishu dan tidak minta ijin Daddy dan Mama."

Anak itu berkata dengan serak karena tenggorokannya yang kering akibat menangis.

"Pintar."

"Maafin Juan, Dad. Juan salah."

Yibo yang masih memegang kedua lengan Juan, kini menunduk. Lama-lama dia tidak tega juga melihat wajah memelas anaknya. Tapi dia harus mendisiplinkan anaknya itu agar tidak mengulangi kesalahan lain di masa depan.

Di pintu masih terdengar Xiao Zhan yang mengetuk-ngetuk pintu dengan keras di sela-sela suaranya yang parau karena lelah memanggil dirinya.

"Juan. Daddy memaafkanmu. Tapi kamu janji 'kan, jadi anak yang baik? Kamu sayang pada Mama?"

Juan mengangguk cepat.

"Jika kau sayang Mama, jangan buat dia khawatir. Apalagi membuatnya menangis. Jangan seperti Daddy yang membuat mamamu menangis sekarang."

"Berarti Daddy tidak sayang Mama?"

"Sayang. Nanti juga kamu akan mengerti setelah dewasa."

Juan menghapus air matanya dengan punggung tangannya secara serampangan. Yibo yang melihat itu, langsung membantunya.

"Laki-laki tidak boleh memangis. Ngerti?"

"Ngerti. Juan 'kan sudah janji sama Daddy."

Mau tidak mau, Yibo tersenyum dan mengusap puncak kepala balita itu.

"Tapi laki-laki juga harus menanggung semua akibat yang dia perbuat."

Anak itu menelengkan kepalanya dan bingung. "Maksud Daddy?"

"Setiap melakukan kesalahan, pasti harus ada hukuman."

Juan semakin bingung.

"Karena Juan sudah salah, Daddy akan hukum Juan."

"Tapi Dad –"

Yibo berdiri, ia mengambil kursi kecil yang ada di kamar anak itu dan menempatkannya di sudut kamar.

"Juan, kemari."

Anak itu menurut. Dia berjalan ke arah ayahnya dan berdiri di sampingnya sambil menatap kursi kecil itu.

"Kamu duduk di sini dan menghadap tembok selama 10 menit. Pikirkan kesalahanmu agar kamu tidak melakukannya lagi."

"Tapi Juan –"

"Daddy menunggu di luar dengan Mama. Kamu bisa 'kan menjalani hukuman ini? Nanti setelah Daddy kembali masuk ke sini, hukumanmu selesai."

Juan tahu, dia tidak akan bisa menolaknya. Jadi dengan memasang wajah sedih, balita ini menurut dan duduk di kursi yang dilatakka oleh ayahnya tadi.

"Juan."

Balita itu menoleh ke belakang dan melihat ayahnya yang mendekatinya.

"Berdiri sebentar."

Juan menurut. Ia memandang ayahnya dengan kedua mata bulatnya. "Juan mau dihukum, kok, Dad."

"Kemari."

Yibo merendakan tubuhnya dan berjongkok. Saat Juan sudah berada di dekatnya, ia peluk balita itu dan berkata,

"Maafkan Daddy. Ini bukan hukuman. Tapi ini bentuk kepedulian Daddy padamu agar menjadi anak yang baik."

Balita itu diam, tapi tangan mungilnya membalas pelukan sang ayah dengan menepuk-nepuk kecil punggung lebar ayahnya.

"Kamu boleh benci ke Daddy, tapi jangan pernah kamu membenci Mama Xiao Zhan. Kamu bisa kan jaga Mama ketika Daddy nggak ada?"

"Bisa!"

Yibo melepaskan pelukannya, ia tersenyum dan kembali mengucap kepala bocah itu.

"Aku percaya padamu, nak."

Setelah itu, Juan kembali duduk di kursinya sesuai perintah ayahnya tadi. Juan mendengar pintu kamar tertutup dan terkunci. Juan yakin, 10 menit itu sebentar dan Daddy nya akan kembali lagi ke kamar.

Tapi, saat Yibo sudah di luar, Juan mendengar Mamanya berteriak ke Daddy nya.

Dalam kepala kecilnya, Juan mengira-ngira, apa yang sedang terjadi di luar sana?

*****

Yibo kira hukuman kemarin itu tidak terlalu berlebihan. Ia mencontoh bagaimana Song Il guk –sang aktor Korea yang mengurus ketiga putra kembarnya, saat tidak mendengarkan nasihatnya. Lihatlah sekarang, ketiga putra kembar aktor itu tumbuh besar menjadi anak yang mandiri.

Dirinya juga ingin mempunyai anak seperti itu. Tapi Yibo lupa, keluarga dari aktor itu memang kompak. Song Il Guk bisa menghukum ketiga putranya karena memang sang istri pun setuju dengan metode parenting tersebut. Tidak seperti dirinya...

Padahal waku itu dia tidak ingin marah pada Xiao Zhan. Tapi pemuda itu yang memancing amarahnya hingga dia berbuat kasar. Inilah akibat jika menikahi pria yang jauh lebih muda darinya. Apalagi Xiao Zhan adalah anak manja.

Yibo menghela napas. Ia letakkan berkas-berkas yang sedang ia baca di meja kerjanya dan memandang nanar ke arah depan.

Sedang apa Xiao Zhan sekarang di tempat Haikuan?

Apa dia tidak ada sedikit pun memikirkan dirinya yang sendirian di rumah?

Lamunan Yibo segera berakhir saat perut bagian kirinya mendadak perih. Ini sudah berlangsung sejak semalam. Yibo menduga, kalau asam lambungnya kini sedang naik karena sejak kemarin dirinya tidak makan nasi.

Pria itu memegang bagian perutnya yang sakit. Ingin pergi ke klinik tapi kerjaan masih cukup banyak. Dia belum mendata bagian persediaan gudang. Masa iya harus meminta tolong lagi pada Yubin. Tidak enak bila terus-terusan meminta tolong pada dia.

Tapi...

"Arghh... masa bodoh. Dia kan jomblo. Pasti kalau kerjaan sudah selesai kerjaannya hanya main PS."

Yibo segera menelepon ke ruangan Yubin lewat telepon kantor yang ada di meja ruangannya. Dia tidak peduli. Kali ini memang benar-benar sakit. Jika dibiarkan saja malah mmerepotkan ketika sampai rumah. Dia sadar, sekarang tidak ada yang mengurusnya di rumah. Ia harus bisa menjaga dirinya sendiri.

Ternyata hidup sendirian tidak ada enaknya sama sekali. Apalagi jika kamu telah terbiasa bersama seseorang yang mau mengurusmu dengan sepenuh hati.

Ah, sepertinya kali ini dia harus meninggalkan mobilnya di kantor. Tidak mungkin menyetir dalam kondisi perut yang luar biasa sakit ini.

****

Xiao Zhan keluar dari rumah Yibo ketika jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Dia harus segera pulang jika tidak ingin mendapat bentakan dari Haikuan yang sedari tadi meneleponnya karena Juan menangis mencari dirinya.

Tidak terasa, 2 jam dia berada di rumah ini. Xiao Zhan sungguh tidak tega melihat kondisi rumah yang sangat berantakan dan seperti tak terurus. Ia bahkan tadi hampir menangis saat sedang membuang sampah-sampa mie cup yang berceceran.

Apa benar ucapan Haikuan tadi pagi jika Yibo tidak suka membeli makanan di restoran? Tidak kah dia lapar dan ingin makan nasi?

Ia sedikit menyesal, namun egonya masih menguasai dirinya. Dia tidak salah. Yibo seperti itu juga karena sikapnya yang kasar dan membuatnya ingin pergi dari rumah. Jika Mama dan ibu mertuanya tahu dia pergi dari rumah, sudah pasti dirinya akan dimarahi habis-habisan. Terutama oleh ibunya Yibo.

Ia membuka gerbang depan dan keluar menuju ke jalanan. Tubuhnya sedikit lemas karena kini banyak yang ia pikirkan.

"Apa aku harus pulang sekarang?" Kakinya hendak melangkah, tapi ia urungkan kembali untuk memandang rumah yang sudah ia tempati 2 tahun ini bersama sang suami.

"Aku tidak ingin Juan dimarahi dan dihukum dia lagi. Aku bingung harus berbuat apa kali ini."

Pikirannya terpecah saat suara ponselnya berdering untuk yang kesekian kalinya. Dia sudah menduga kalau itu dari Haikuan. Saat dia mengeluarkan ponsel itu dari tas selempangnya, ia langsung menjawabnya.

"Ya?"

"Kapan kamu pulang?"

"Ini. Aku mau ke sana. Juan sudah tidak nangis lagi?"

"Dia sudah tidur. Mungkin kelelahan menangis."

Alis Xiao Zhan naik sebelah, "kok kelelahan menangis. Memang kamu tidak mencoba membuatnya berhenti menangis?"

"Sudah. Tapi tidak berhasil. Jadi aku biarkan saja dia guling-guling di karpet sambil menangis hingga kelelahan."

"Yaish! Dasar! Aku segera pulang."

"Oh. Oke."

Xiao Zhan memasukkan ponselnya dengan cukup kasar ke dalam tasnya. Dia sungguh marah pada Haikuan yang tidak bisa menjaga anaknya meski ditinggal sebentar. Ada untungnya dia tidak menjadikan Haikuan suaminya. Ternyata dia sama kakunya dengan Yibo.

Ia menutup pintu gerbang itu dan memastikan pintu tersebut tertutup dengan benar dan kuncinya terpasang kembali. Jika tidak dikunci, Yibo mengira maling yang masuk ke rumah ini.

Saat dirinya berbalik, sebuah taksi berhenti tepat di sampingnya –membuatnya sedikit penasaran dengan penumpang taksi itu.

Namun, detik berikutnya ia menyesal telah berlama-lama di sana saat penumpang yang baru saja turun dari taksi itu adalah Yibo.

Xiao Zhan benci skenario seperti ini jika menonton drama. Tapi kenapa sekarang dirinya yang mengalaminya? Dirinya selalu marah pada tokoh di drama saat sedang di situasi seperti sekarang karena tidak lari.

Kini dia tahu, kenapa si tokoh tidak lari, karena sekarang dirinya juga seperti sulit untuk berlari dan kakinya seperti membeku.

Shit!

Seperti yang kalian duga, Yibo juga terlihat membeku saat melihat pemuda manis itu berdiri di depan pintu rumahnya.

"Xiao Zhan."

Setelah taksi itu pergi, barulah Yibo mengeluarkan suaranya. Tangan kanannya memegang bungkusan plastik putih yang diremas olehnya. Xiao Zhan sedikit penasaran sebenarnya.

Pemuda itu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jari-jarinya mengerat di tali tas selempangnya. Ia seperti seorang pencuri yang kepergok oleh tuan rumahnya.

"Kamu pulang?"

Mendengar itu, Xiao Zhan langsung menoleh ke arah Yibo dan berkata dengan cepat, "Tidak. Aku hanya mengambil sesuatu yang tertinggal di rumah." Bohongnya.

Terlihat sekali, Yibo kini kecewa setelah mendengar penuturan dari Xiao Zhan dengan nada ketusnya.

"Oh. Begitu. Juan di mana?"

"Di tempat aman. Tidak seperti di sini."

Meski Yibo adalah pria yang cukup tegar sejak dia masih anak-anak, tapi kali ini dia merasa ulu hatinya tertusuk sesuatu saat Xiao Zhan menyindir dirinya.

Meski ucapannya sedikit kasar, sebenarnya Xiao Zhan sedikit kasihan melihat ekspresi Yibo yang berubah sedih. –dan kini dia terlihat sedikit pucat. Kenapa dia? Yang lebih mengherankan, kenapa jam segini Yibo sudah pulang? Biasanya jam 6 baru pulang ke rumah.

"Aku mau pulang. Permisi –"

"−mau pulang ke mana? Rumahmu di sini."

Xiao Zhan merasa hatinya tertohok mendengar itu. Langkahnya terhenti dan sukses membuatnya menoleh kembali ke belakang untuk melihat Yibo. Pria itu berdiri dengan lunglai memandangnya. Wajah pucatnya terlihat sedih, Xiao Zhan yakin, jika ia terus memandang Yibo, dirinya akan benar-benar menangis.

"Pulanglah, Zhan. Bawa Juan juga ke sini. Jika aku ada salah, tolong maafkan aku."

Yibo memindahkan bungkusan plastik putih itu ke tangan kirinya, lalu dia melangkahkan kaki untuk mendekati Xiao Zhan. Namun, pemuda itu malah semakin mundur hingga membuatnya menghentikan aksinya dan kembali diam di tempatnya.

"Dua hari ini, apa kalian berdua makan dengan baik? Sebenarnya aku ingin menjemput kalian, tapi aku rasa, kalian butuh waktu untuk kembali lagi ke sini."

"Juan lebih senang di sana." Xiao Zhan mati-matian mengatur suaranya agar tidak terdengar bergetar. Dirinya ingin menangis saja jika terus-terusan menatap Yibo seperti ini.

"Benarkah?"

Xiao Zhan tidak menjawab. Ia malah melengos dan tak mau memandang Yibo.

"Berarti aku saja yang lemah di sini. Aku habis ke dokter karena sejak semalam perutku perih. Kata dokter, asam lambungku naik. Nih, aku harus menghabiskan obat-obat ini." Yibo mengangkat bungkusan plastik putih itu ketika Xiao Zhan sudah mau memandangnya lagi.

"Mungkin aku memang sudah tua, jadi tidak bisa jika telat makan." Ucap Yibo lagi. Pria itu mengantungi obat tersebut dan kembali memandang Xiao Zhan. "Pulanglah ketika kalian mau. Aku tidak akan menolak kehadiran kalian."

Setelah berkata seperti itu, Yibo masuk ke dalam rumahnya. Sementara Xiao Zhan diam mematung di sana hingga dirinya tak merasa kalau air matanya telah jatuh.

*****

"Xiao Zhan. Aku berangkat."

Haikuan sedikit ragu untuk berangkat dinas sore itu. Setelah pulang dari luar, Xiao Zhan mengurung dirinya di kamar. Bahkan Juan tidak dibiarkan masuk. Ia baru mau keluar saat Juan mengeluh lapar dan ingin makan disuapi oleh Xiao Zhan.

Wajah pemuda manis itu terlihat sembab dan merah ketika menyiapkan makan untuk Juan. Haikuan tidak menanyakan perihal itu. Dia diam sambil menonton TV. Tapi setelah selesai mengurus anaknya, Xiao Zhan kembali masuk ke kamar dan tidak mengijinkan siapapun untuk masuk ke dalam.

Haikuan tidak mengerti, sungguh.

Dia sudah rapi menggunakan seragam dinasnya, sudah ingin berangkat, namun tak tega meninggalkan Xiao Zhan yang seperti itu serta Juan yang bermain sendirian di depan TV. Bagaimana jika anak itu pergi ke dapur karena tidak diawasi? Bisa bahaya.

Ia akhirnya menelepon adik sepupunya, barangkali adiknya itu tahu jalan keluarnya.

"Dik! Syukurlah kamu masih hidup."

"Aku akan mati jika kamu mati duluan."

Oh...Haikuan lupa kalau Adiknya ini lebih galak dari harimau Sumatera.

"Yibo, istrimu sepertinya ada masalah. Dia sejak kembali ke apartemenku setelah keluar, dia mengurung diri di kamar."

Yibo tidak bersuara, jadi Haikuan kembali berbicara.

"Sepertinya ada masalah. Saat keluar kamar, wajahnya merah dan sembab seperti baru menangis."

"Benarkah?"

"Iya."

"Sebenarnya tadi dia ke rumahku, dan bertemu denganku."

"Apa? Bagaimana –"

"Aku ke apartemenmu sekarang."

"Eh?! Tunggu, Yibo! Aku –"

Belum juga selesai, sambungan telepon malah dimatikan.

"Aku tidak akan lagi berurusan dengan rumah tangga adikku lagi."

TBC

Jangan lupa untuk kasih vote dan komentar ya...

Arigatchu~ :*


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top