Chapter 4

Baru saja memasuki mobil BMW keluaran terbaru, Miawly sudah memasang wajah jutek dengan mata menyipit curiga. Gimana tidak curiga kalau dengan tiba-tiba Pangeran menjemputnya di kampus? Miawly mengambil kuliah fashion design dan creation di universitas khusus fashion yang berada di Jakarta Selatan. Setelah 3,5 tahun dia menghabiskan waktunya mengambil jurusan akuntansi dan lulus, akhirnya dia sadar kalau dirinya menginginkan hal lain yaitu belajar fashion—yang mana sekarang sedang dia jalani sejak enam bulan lalu.

"Ada angin apa jemput gue? Kesurupan setan baik?"

Bukannya mendapat jawaban, Miawly malah dicueki Pangeran. Ampun ... Miawly ingin menampar wajah Pangeran sampai lima jarinya berceplak!

"Hellooooow, Freezer! Lo punya mulut, kan? Dilaknat Tuhan lo, ya, nggak gunain mulut buat jawab pertanyaan orang. Ngeselin banget!" dumel Miawly kesal.

"Hm?"

"Ham, hem, ham, hem, mulu! Jangan sok cool, deh. Lo pikir situ oke? NGGAK!"

Miawly mendesah kasar. Setelah pulang kuliah sudah capek terus bertemu Pangeran yang irit ngomong. Lengkap sudah kekesalannya.

"Ya, Tuhan ... kenapa gue mesti nikah sama makhluk macem gini? Dosa apa, sih, gue sampai sial begini?!" gerutu Miawly pelan. Namun, sepelan-pelannya semua kalimat yang keluar dari bibir Miawly, Pangeran dapat mendengarnya karena mobilnya sunyi dan senyap.

"Nih, minum." Pangeran menyodorkan caramel macchiato kesukaan Miawly yang sengaja dibelinya sebelum jemput.

"Apaan, nih? Racun, ya?"

"Minum aja."

Miawly mengambil cup berukuran kecil yang berselimut kertas karton cokelat pada badan cup-nya itu, mengendus aroma wanginya, lalu menyesap isinya.

"Kok tau, sih, gue suka ini? Aduh, ini tuh enak banget," Miawly nyerocos mendadak sembari menyesap beberapa kali minumannya. "Btw, lo suka minum kopi nggak?"

"Nggak."

"Bisa nggak, sih, lo kasih jawaban lebih panjang?"

"Bisa."

Miawly menyerah. Dia menyesal sudah bertanya. Dia tahu sebagian diri Pangeran tercipta dari es batu. Lebih baik dia menikmati caramel macchiato daripada darah tinggi bicara sama suaminya.

"Tadi siang kamu ke rumah sakit Haritama. Untuk apa?" tanya Pangeran setelah suasana hening mulai menyapa.

"Rahasia," jawab Miawly singkat. Iya, dia sengaja biar Pangeran tahu rasanya dikasih jawaban singkat.

"Oh."

Dan Miawly salah. Pangeran memang cuma ingin tahu bukan peduli.

"Kalau nggak mau tau nggak usah nanya-nanya. Buang waktu semenit cuma untuk ngeladenin lo tau!" dengkus Miawly sebal.

"Oke."

Miawly mendesis kasar. "Nggak usah ngomong kalau jawaban lo cuma oke, hm, iya, sama bisa. Anak umur empat tahun pun bisa ngomong begitu."

Pangeran menyodorkan makanan ke depan Miawly. "Makan ini. Jangan marah terus."

"Gimana gue nggak marah? Gue kayak ngomong sama bocah baru bisa belajar ngomong gini!" sembur Miawly kesal. Namun, kue kering di dalam plastik yang disodorkan Pangeran membuatnya luluh. "Thank you kuenya. Jangan ngomong iya doang. Gue nggak mau dengar respons yang kayak gitu."

"Besok kita ke Bali," ucap Pangeran tiba-tiba.

"Bali? Ngapain?"

"Bulan madu."

Miawly tertawa terbahak-bahak. Satu tangannya mampir di kening Pangeran untuk memastikan kalau laki-laki itu baik-baik saja. Saat melihat wajah Pangeran menunjukkan keseriusan atas ucapannya Miawly berhenti tertawa.

"Lo serius?" Miawly bertanya mencoba meyakinkan kalau ucapan tadi bukan candaan belaka. "Beneran? Nggak lagi bercanda? Iya?"

"Iya, serius."

"Cuma gitu doang?! Wah ... lo bener-bener robot, ya. Masa cuma jawab sesingkat itu tanpa kasih penjelasan kenapa kita harus bulan madu. Bukannya kita udah sepakat nggak ada bulan madu? Kenapa mendadak mau bulan madu?" cerocos Miawly sewot.

Pangeran tak menjawab selama satu menit ke depan. Dia menepikan mobilnya, lalu melihat Miawly yang menunjukkan wajah kesal.

"Saya berubah pikiran. Saya ingin bulan madu sama kamu," jawab Pangeran akhirnya setelah cukup lama diam.

Miawly mengangkat satu alisnya. "Kepala lo kepentok sesuatu, ya?"

"Apa ada yang salah kalau saya ingin bulan madu sama kamu?"

Miawly menggeleng. "Nggak ada tapi berhubung lo yang ngomong, semuanya salah. Gue nggak habis pikir aja manusia kayak lo tiba-tiba mau bulan madu. Jangankan bulan madu, tidur aja kita pisah. Jadinya gue heran sama—"

Bibir Miawly tak lagi bergerak. Sebab, Pangeran membungkam bibirnya dengan ciuman. Mata Miawly langsung melebar saat merasakan sentuhan bibir Pangeran yang sempat diciumnya kemarin. Tubuh laki-laki itu sedikit condong ke arahnya dan satu tangannya menarik tengkuk lehernya dengan hati-hati.

Ciuman yang awalnya hanya sebatas menempel itu berubah menjadi ciuman saling membalas. Miawly ingin menarik diri, tapi entah mengapa hati kecilnya tak ingin ciuman ini berakhir. Entah karena dia ikut larut dalam ciuman lembut nan menggoda atau dia mulai tidak waras karena sudah membiarkan dirinya terbuai dalam ciuman laknat ini.

"Mmphh...." Miawly berusaha mengeluarkan suaranya tapi dia malah seperti mendesah menikmati permainan bibir suaminya. Ya, Gustiiiiii! Akibatnya dia memilih diam dan menikmati ciuman yang tak terlihat akan berakhir dengan cepat.

Namun, Miawly tak menyangka tangan Pangeran akan senakal sekarang. Tidak sama sekali! Kalau sebatas ciuman saja mungkin dia bisa memberi toleransi, tapi kalau sampai tangannya meraba punggung pertanda ... oh, shit! Mungkinkah Pangeran menginginkan sesuatu yang lebih?

Pikiran Miawly bercampur aduk sekarang. Bibir yang bertaut semakin membelenggu dan menyita akal sehat. Beruntungnya tangan nakal Pangeran berhenti meraba-raba karena mungkin laki-laki itu hanya iseng.

Iya, mungkin iseng.

*****

Setelah insiden ciuman di mobil setengah jam lalu, baik Miawly maupun Pangeran hanya diam. Miawly turun dari mobil, lalu mengejar langkah Pangeran yang sudah cukup jauh.

"Heh! Pangeran Kodok!" teriak Miawly. Namun, Pangeran hanya diam sambil terus melangkah. "Dasar gila! Jelasin apa maksud ciuman tadi!"

Pangeran tetap diam dan tak menoleh sedikit pun. Miawly tak tinggal diam. Dia berhenti, lalu melepas sepatu sneakers yang dipakainya dan melempar hingga mengenai dinding. Niat hati ingin mengenai Pangeran, sepatunya malah menyasar kena dinding.

"Heh! Gue ngomong sama lo! Berhenti dulu, kek!"

Pangeran berhenti setelah sepatu istrinya lewat. "Jadi, sekarang mau kasih sepatu?"

Miawly mengacak rambutnya frustrasi. Sungguh, dia tidak tahu suaminya terbuat dari apa sampai sikapnya minta ditampar tiap detik. "Ya, Tuhaaaaaan! Bukan gitu. Gue mau lo jelasin apa maksud ciuman tadi. Belum lagi raba-raba. Apa, sih, mau lo, Manusia Kutub?!"

"Yang saya tau kamu menikmati ciumannya. Jadi nggak ada yang perlu saya jelasin," jawab Pangeran dingin. Wajah dan reaksinya masih seperti biasa—datar dan dingin—atau lebih tepatnya hanya bisa menunjukkan raut wajah yang sama.

"Itu terbawa suasana doang. Jangan kegeeran gue suka dicium. Lagi pula buat apa lo raba-raba punggung gue? Mau tau punggung gue selebar apa? Atau, mau nyolong bra yang gue pakai?"

Pangeran tertawa tanpa suara. Miawly yang melihatnya langsung melongo. Gimana tidak melongo? Ini pertama kalinya dia melihat Pangeran tertawa!

"Kok, malah ketawa? Emangnya ada yang lucu? Gue, tuh, lagi mempertanyakan sikap lo di mobil tadi. Lo bener-bener nggak waras." Miawly menggigit bibir bawahnya gemas. Dia memelototi Pangeran yang masih tertawa. "Sumpah, ya, seharusnya gue nggak usah setuju nikah sama lo biar dipaksa. Kenapa, sih, lo mau nikah sama gue? Harusnya lo nikah, tuh, sama tembok biar sejalan."

Pangeran maju perlahan mendekati istrinya. Setelah berhasil berdiri di depan Miawly, perempuan itu mundur selangkah. Namun, dia maju selangkah dan mengulanginya ketika Miawly berusaha menghindar.

"Ma-ma-mau ngapain lo? Jangan mepet-mepet. Gue pukul, ya!" ancam Miawly panik.

"Mau cium kamu. Kenapa?"

"Emangnya berani?" tantang Miawly.

"Kamu nantangin saya?"

Miawly menggeleng cepat. "Nggak. Lupain aja. Jangan macem-macem atau gue pukul kepala lo. Jangan dikira gue nggak bisa beladiri, ya. Gini-gini gue udah sabuk hitam Taekwondo."

"Saya nggak peduli."

Miawly mengepal tangannya makin kesal. Dia sudah bersiap-siap akan memukul Pangeran kalau jawaban laki-laki itu makin menambah emosi.

"Kalau gitu mundur. Lo pikir lagi nonton konser? Mepet-mepet segala!" suruh Miawly sambil melotot.

Pangeran tidak memedulikan kata-kata Miawly. Dia tetap maju sampai tubuh Miawly menabrak dinding garasi. Perempuan itu tetap memelototinya tanpa takut. Wajah Miawly yang garang dan galak seperti ini yang disukai Pangeran. Entah kenapa dia malah semakin suka kalau Miawly bersikap galak dan semakin cerewet.

Dengan satu tangan bersandar pada dinding, Pangeran berkata, "Kamu mau tau kenapa saya bersedia menikahi kamu?"

"Kenapa?"

Satu tangan Pangeran yang bebas menarik dagu Miawly hingga perempuan itu mendongak padanya. Sambil tersenyum miring Pangeran menjawab, "Karena saya mencintai kamu."

Miawly terkaget-kaget. Bola matanya melebar. "Hah?! Jangan bercanda lo, Malih!"

"Saya nggak bercanda. Saya mencintai kamu, Miawly Ann."

*****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top