Chapter 2
Tiga bulan yang lalu....
"Aduh, kita telat, nih," Saras ngedumel karena terjebak macet.
"Santai aja, sih, Ma. Calon besan yang Mama bilang nggak akan protes kalau kita telat. Iya, kan?" sahut Miawly.
Miawly sedang dalam perjalanan menuju restoran bersama orang tua, kakak, dan keponakannya. Kakaknya yang mengemudikan mobil, sedangkan ayahnya memangku sang cucu.
"Lagian kenapa jalannya mepet-mepet, sih, Ma? Udah tau jalanan di Jakarta nggak bisa diprediksi," kata Kenzo, kakaknya Miawly.
"Ya, Mama pikir cuma dua puluh menit dari rumah. Mana tau bisa sampai 45 menit begini. Ada apa, sih, di jalanan sampai macet nggak karuan?" Saras melihat ke luar jendela, suasana jalanan sangat ramai dan padat.
"Nggak tau. Ini hari Sabtu, jam-jamnya jomlo dan orang pacaran keluar rumah," ucap Kenzo.
"Iya, sih. Apa nggak ada alternatif jalan lain, Ken?" tanya Saras.
"Ada, Ma. Tapi opsi untuk putar balik aja susah di tengah kemacetan kayak gini. Paling nunggu sepuluh menit untuk putar balik dan jalan alternatif itu lumayan sepi," jawab Kenzo.
"Ya udah. Nanti lewat jalan alternatif aja. Mama nggak sanggup kalau kita stuck di sini. Bisa-bisa batal, nih, nikahannya Miawly sama calon jodohnya karena kita terlambat," kata Mama.
"Oke, Ma." Kenzo mengangguk dan mengacungkan ibu jarinya setuju.
"Omong-omong, kapan kamu mau nikah, Ken? Kyomi butuh ibu. Kamu, kan, sibuk terbang ke luar negeri terus," tanya Virza.
"Nanti, Pa," jawab Kenzo.
"Nanti? Kapan? Tunggu sampai Kyomi gede? Kamu jarang di rumah, kasihan Kyomi main sama kakek dan neneknya terus," kata Virza.
Miawly tidak mengerti entah kenapa kakaknya mengadopsi anak. Padahal kakaknya sering dinas terbang ke luar negeri dikarenakan profesinya sebagai pilot.
"Kejan udah dapat jodoh belum, tuh? Kalian berdua betah banget ngejomlo," sambung Saras.
"Kejan juga belum nyari jodoh." Kenzo memberi tahu dengan santai.
"Jodohin sama temannya Chanel aja, tuh, Ma. Temannya Chanel yang sesama personel girlband, tapi bukan personel Pulchra. Yang personel Puretty soalnya Kak Kenzo fans beratnya Pocha Winata," usul Miawly.
"Pocha, tuh, yang mana?" tanya Saras. Dia kurang hafal personel girlband atau boyband di Indonesia. Saras hanya tahu artis-artis yang seumuran dengannya.
"Sebentar...." Miawly mengambil ponsel dari dalam tasnya, membuka aplikasi Instagram dan menunjukkan akun personel yang dia sebutkan, lalu terakhir memberi tahu ibunya. "Ini yang namanya Pocha, Ma. Ayahnya, tuh, pemilik maskapai Samudera Air, Ma."
"Cantik, ya. Mama sama Papa nggak kenal. Kalau dijodohin emangnya kamu mau, Ken?" tanya Saras.
"Mau aja kalau orangnya Pocha. Iya, kan, Kak?" jawab Miawly lebih dulu mewakili kakaknya.
"Iya," hanya itu yang menjadi jawaban Kenzo.
"Tuh, kan! I told you, Mom. Kak Kenzo fans beratnya Pocha. Dia nggak mungkin nolak." Miawly tertawa puas karena bisa menyuarakan yang kakaknya inginkan.
"Coba kamu tanya Chanel dulu, Mi. Dia masih jomlo atau udah mau nikah. Urusan lainnya nanti Papa bisa pikirkan," ucap Virza.
"Oke, Pa." Miawly mengacungkan ibu jarinya. "Cie ... bentar lagi menyusul Jevan, nih. Jangan jomlo mulu, Kak."
"Setelah Mama pikir, keluarga kita yang nikah muda cuma Jevan aja. Sisanya tua-tua. Jevon sama Jevin aja belum nikah. Milano juga belum," Saras menyuarakan pemikirannya.
"Maklum yang bucinnya selangit cuma Jevan, Ma. Sisanya belum sebucin itu sama pasangannya," Miawly menanggapi seraya mengambil permen karet di dalam tasnya dan mengunyah dengan santai.
"Nanti juga lo bucin sama calon lo ini," sela Kenzo.
"Oh, nggak akan. Gue bukan tipe yang gampang bucin. Bisa aja dia yang bucinin gue." Miawly tertawa merasa percaya diri.
"Hati-hati, Mi. Kadang ucapan bisa berbalik," kata Virza.
"Ih ... Papa! Jangan, ah," protes Miawly.
Semuanya tertawa mendengar protes Miawaly. Obrolan mereka berakhir. Tak lama ada jalur putar balik dan Kenzo segera mengambil jalan alternatif lainnya menuju tempat tujuan mereka.
Setelah cukup lama terjebak macet, akhirnya mereka tiba lebih cepat dengan menggunakan jalan alternatif lain. Mereka bergegas menuju restoran yang sudah dipesan. Begitu sampai restoran, mereka segera dipandu menuju ruangan khusus dalam restoran.
Setelah pintu terbuka, Miawly terbelalak. Dia melihat Pangeran duduk bersama orang tuanya. Miawly sempat mendengar nama Hendrawan sebagai orang yang memesan tempat, tapi dia pikir ada banyak nama Hendrawan di muka bumi. Ternyata Hendrawan Tanujaya, ayahnya Pangeran!
"Aduh, Atmi. Maaf terlambat. Jalanan macet banget. Nggak nyangka bakal selama ini." Saras memasang wajah memelas begitu mendekati Atmi.
"Nggak masalah, Saras. Kami juga datangnya agak telat karena jalanan macet makanya waswas takut terlambat," ucap Atmi seraya mengecup kedua pipi Saras.
"Oh, calon lo ternyata Pangeran," bisik Kenzo di telinga Miawly.
Miawly tidak pernah menyangka kalau dia akan dijodohkan dengan Pangeran. Tentu saja dia mengenal Pangeran. Laki-laki itu selalu satu sekolah dengannya. Dimulai dari TK sampai kuliah, hanya jurusan saja yang berbeda. Waktu SMA, Pangeran mengambil jurusan IPA. Sementara dirinya IPS. Saat kuliah Miawly mengambil jurusan ekonomi dan Pangeran mengambil jurusan kedokteran, yang kebetulan termasuk salah satu jurusan di kampusnya. Mereka selalu bertemu di satu tempat hanya berbeda saat kerja saja. Miawly sempat bekerja kantoran di perusahaan besar bagian keuangan. Sementara Pangeran berprofesi sebagai dokter sampai sekarang.
"Miawly cantik banget, ya," puji Atmi.
"Makasih, Tante," balas Miawly sambil tersenyum.
Pangeran mengamati Miawly. Dia ingin tersenyum, tapi dia tahan sebentar. Setidaknya dia bisa meminang Miawly melalui perjodohan ini. Hatinya senang.
"Ayo, duduk, Miawly." Hendrawan menunjuk kursi kosong yang ada di depannya.
Miawly segera duduk. Dia tetap mempertahankan senyum dikala rasa tidak percaya masih melambung tinggi. Miawly pikir ada orang baru di hidupnya yang akan menjadi suaminya nanti. Ternyata tidak jauh-jauh dari laki-laki dingin itu.
Setelah pulang dari pertemuan ini, Miawly harus cerita dengan Kissy dan Belva. Sungguh, ini tidak pernah terbayangkan olehnya.
****
Tanggapan pertama yang terdengar adalah suara tawa Kissy setelah Miawly menceritakan mengenai pertemuan hari ini. Pulang dari pertemuan itu dan membicarakan segala tetek bengeknya, Miawly langsung menghubungi Kissy dan Belva melalui telepon. Mereka telepon bertiga.
"Kenapa, sih, lo malah ketawa?" tegur Miawly kesal.
"Lucu, Mi. Soalnya dia, kan, dingin banget terus lo cerewet parah. Kombinasi yang luar biasa. Bravo!" jawab Kissy, masih tertawa terbahak-bahak di seberang sana.
"Kampret banget punya sahabat kayak lo!"
"Ini Pangeran yang sebelah rumahnya Ann? Pangeran yang sering diomongin anak kedokteran di kampus kita?" sela Belva.
"Iya, Bel. Pangeran yang mukanya ganteng dan berlesung pipi itu. Panggilannya Dan. Orangnya jarang ngomong dan kalem banget. Sekalinya ngomong ketus, deh." Kissy memberi tahu.
"Oh, dia. Gue ucapin selamat, Ann! Semoga lo bahagia. Gue tinggal nunggu undangan, nih," kata Belva.
Miawly menghela napas kasar. "Bisa-bisanya gue disuruh nikah sama titisan freezer kayak gitu. Gue pikir jodoh gue, tuh, member band terkenal atau aktor yang ganteng. Eh, malah dia. Ini mah dunia gue berasa sempit banget!"
Kissy masih menikmati tawa. Lalu, Belva menanggapi, "Terima aja, Ann. Berarti lo sama Pangeran emang berjodoh. Kalau lo nggak mau, kenapa nggak nolak?"
Miawly mendesah kasar seraya mengamati langit-langit kamarnya sambil tiduran di atas tempat tidur. "Gue nggak berani nolak. Orang tua pasti tau yang terbaik buat anaknya. Lagian gue nggak punya waktu cari jodoh sendiri karena nggak akan awet."
"Itu salah lo. Pacaran buat serius sampai nikah, bukan buat dikoleksi doang," celetuk Kissy.
"Heh! Gue nggak koleksi, ya. Emang belum ada yang pas untuk jadi suami gue makanya putus terus. Kalau koleksi mantan udah lebih dari seratus," koreksi Miawly.
"Mantan lo juga banyak. Lebih dari dua lusin. Apa bukan koleksi?" ledek Kissy dengan nada meledek.
"Cukup, cukup. Intinya kita harus merayakan kebahagiaan ini sama Ann. Kalau emang udah mantap dan setuju mau menikah, lo harus baik-baik sama Pangeran. Gue yakin lo bisa bahagia sama dia," sela Belva.
"Bel, lo ngomong gini sebagai sahabat atau mantan terlama Mimi, nih?" serobot Kissy dengan nada menggoda.
"Both. Pokoknya gue doakan lo selalu bahagia, Ann. Gue menunggu keponakan," kata Belva.
"Keponakan, keponakan! Gue aja nggak tau bakal gimana kalau sama dia. Pasti awkward banget karena kita udah kenal lama, tapi nggak pernah ngobrol banyak." Miawly berguling ke samping kanan dan kiri berulang kali.
"Gue jamin seiring jalannya waktu kalian akan lebih dekat kayak perangko," balas Belva.
"Bisa aja nanti Mimi bucin dan cinta berat sama Pangeran," sambung Belva.
"Apaan, sih. Gue belum cinta sama Pangeran. Biar dia aja yang bucin. Gue nggak mau bucinin manusia kayak dia. Not my type banget," respons Miawly.
"Hati-hati, Mimi. Kadang ucapan bisa berlawanan dari takdir, lho! Bisa aja lo bucin dan cinta banget sama dia. Pada saat itu tiba, gue orang pertama yang akan ngeledekin lo. Ha ha...." Kissy tertawa lagi.
"Sial! Ini anak ngeselin banget." Miawly mendesah kasar. "Udah, ah, gue matiin teleponnya. Gue mau mandi."
"Semangat, Ann. Sekali lagi selamat! I wish the best for you," Belva berucap dengan lembut di seberang sana.
"Gue juga ngucapin selamat. Mangat, Mimiku! See you later!" sambung Kissy diselipi suara kecupan. "Bye juga, Bebel."
Sambungan telepon berakhir. Miawly meletakkan ponsel di atas nakas. Dia masih merebahkan tubuhnya dan memandangi langit-langit kamar.
Miawly tidak tahu bagaimana hidupnya setelah menikah dengan Pangeran. Dia hanya tahu Pangeran adalah laki-laki yang baik. Iya, setidaknya itu yang dia ketahui.
****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top