BAB XXVI
Hujan di luar sana perlahan mereda, tetapi tidak di tempat ini. Tetesan air itu masih ada, bahkan terus membasahi lembah pipi yang sudah lembab sejak tadi. Isakan itu, terdengar di ruangan ini. Tidak ingin berhenti sebab luka menggores terlalu dalam.
Hujan benar-benar menjadi saksi.
Saksi atas penyesalan yang mereka buat tanpa sadar dan dilandasi atas nafsu berahi. Keduanya membuat jarak---seakan mencoba untuk memahami apa yang baru saja mereka lakukan.
Akan tetapi, semakin mencoba memahami, dada gadis itu merasa sesak. Bukan! Ia bukan lagi seorang gadis. Keperawanannya telah direnggut, walau ia tidak memberi perlawanan sama sekali dan itu penyesalan terberatnya.
"Yeol-ah ... melakukan itu tidak akan merubah sesuatu'kan?" tanyanya dengan pilu, seraya memeluk lututnya. Mereka berdua telah berpakaian, setelah melakukan hubungan intim tanpa menyadarkan diri masing-masing.
Dengan kilat, Chanyeol menatap Misun yang terus terisak. Itu menyakitinya. Ia tidak bisa melihat gadis yang dicintainya seperti itu. Seharusnya, ia tidak melakukannya. Seharusnya, ia bisa mengendalikan diri dan tidak menghancurkan impian Misun dan juga impiannya sendiri.
"Misun, aku ...."
"Yeol, pergilah dari sini. Aku ... aku ingin sendiri."
"Tapi---"
Misun menggeleng dengan derai air matanya. "Hujan sudah reda. Pergilah dan biarkan aku sendiri. Untuk saat ini, aku tidak ingin berbicara apapun kepadamu," pangkas Misun lalu mengusap air matanya. "Yeol, kumohon ...."
Tidak ada pilihan lain, Chanyeol yang mengenakan seragamnya dengan kondisi acak-acakkan langsung bangkit sembari mengambil tasnya. Kedua matanya tidak bisa lepas dari Misun yang mengalihkan pandangannya.
Misun benar-benar membutuhkan ruang untuk sendiri, dan Chanyeol? Amat frustasi dengan perbuatannya. Bisa-bisanya ia lepas kendali dan membuat jurang kehancuran untuk dirinya dan Misun.
***
Waktu terus berlalu, dan kejadin itu tidak bisa terlupakan. Namun, Misun dan Chanyeol mencoba untuk bersikap seperti biasanya, sebab keduanya bersalah dalam hal ini. Bahkan, saat Misun terus membuat dirinya paham, di mana melakukan itu, tidak akan merubah kehidupannya. Ia sangat yakin, terlebih Chanyeol tidak seperti lelaki pada umumnya yang bertabiat, habis manis sepah dibuang. Malah, Chanyeol selalu memberinya dukungan dan juga selalu berada disisinya.
Misun belajar dari kejadian itu, walau sesuatu yang paling berharga pada dirinya telah hancur tidak bisa diperbaiki---sekuat apapun ingin mencoba.
Akan tetapi, ia tidak bisa lagi menahan kesedihannya. Ia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya saat ia merasa aneh pada dirinya sendiri dan membuktikan rasa takutnya itu dengan benda yang membuat kedua tangannya bergetar. Bahkan, makin bergetar saat ia telah mengenakannya, terdapat dua garis berwarna merah.
Garis yang menjadi akhir dari kehidupannya, sebab Misun benar-benar hamil. Anak dari Chanyeol.
Sementara Chanyeol sendiri, saat ini tengah mengikuti pertandingan basket dengan tim sekolah lain dan menjadi pertandingan terakhirnya untuk sekolah, sebab beberapa minggu lagi mereka akan lulus.
Dalam pertandingan ini, Chanyeol memiliki peranan penting sebagai pencetak skor. Bahkan, Chanyeol pernah ditawari untuk menjadi kapten basket, tetapi dengan halus, ia menolaknya---tidak ingin membuat Sehun tersingkir dari posisi itu. Lagipula, ia sama sekali tidak berminat untuk mengambil posisi itu, sebab menjadi bagian tim basket saja sudah membuatnya sangat bahagia.
"Yeol! Pash!"
Lelaki jangkung itupun langsung menembakkan bola ke arah Sehun dan berusaha untuk menghalau lawan, hingga akhirnya Sehun mencetak skor dan mereka berpelukan.
Pertandingan terus berlangsung dan Chanyeol yang berusaha untuk menemukan seseorang, tidak sekalipun mendapatkannya. Ia cukup kecewa, saat Misun tidak ada. Entah, ke mana kekasihnya itu.
Namun, ia tidak bisa lengah begitu saja. Banyak orang menaruh harapan pada pertandingan ini dan Chanyeol berusaha untuk membuat sekolahnya menang. Apalagi, saat Chanyeol melihat Weiwei, yang membuat poster besar yang tertulis namanya dan nama Sehun. Gadis itu bahkan berteriak, seakan bebannya telah hilang.
Chanyeol baru ingat, Weiwei menjadi murid nomor 1 dengan nilai tertinggi tahun ini---mengalahkan banyak murid dari kelas lain. Chanyeol akui, Weiwei memang luar biasa dan memiliki kemauan dan tekad yang tinggi. Nyatanya, Weiwei yang belajar selama ini, membuahkan hasil yang manis.
"Yeol!" Chanyeol pun sontak menoleh ke arah Sehun dan menangkap bola itu lalu menggiringnya hingga bola itu masuk ke dalam keranjang basket. Bahkan, saat menjadi akhir dari pertandingan yang usai.
Mereka menang. Alhasil, mereka saling berembuk dan berpelukan. Namun, Chanyeol langsung mengalihkan tatapan melihat sosok yang dinantinya sejak tadi kini berdiri tanpa ekspresi. Berbeda dengan yang lainnya di mana merasakan kebahagiaan, tetapi,Misun malah menitikkan air mata dan langsung berbalik meninggalkan gedung ini.
Chanyeol heran dan khawatir, sehingga memutuskan untuk mengejar Misun setelah meminta izin pada rekannya di mana ia ingin kesuatu tempat.
Weiwei yang baru tiba dan ingin memberi selamat pada Chanyeol, mendadak diam saat Chanyeol pergi---tanpa memberi senyum dan membalas panggilannya. Weiwei dapat melihat, Chanyeol yang merasa resah dan gelisah. Ingin bertanya pada Sehun, itu tidak mungkin sebab lelaki itu sibuk dengan temannya.
Alhasil, Weiwei memutuskan untuk mengekori Chanyeol. Ia sangat khawatir, jika lelaki yang ia sayangi itu tidak baik-baik saja. Akan tetapi, ia seharusnya tidak mengikuti hati yang ingin mengejar, sebab Chanyeol saat ini bertemu dengan pujaan hatinya.
Itu adalah kesalahan terbesarnya, karena saat ini, sesuatu serasa sesak di dalam hatinya. Sekalipun, Weiwei tidak mendengar apa yang mereka tengah bahas hingga Misun menangis tersedu-sedu dan Chanyeol menggenggam jemari Misun---seakan berusaha untuk menenangkan.
"Misun, aku akan bertanggung jawab. Kau tenang sana---"
"Aku tidak bisa tenang, Yeol. Aku bahkan tidak bisa melihat Ibuku yang akan kecewa, nantinya. Aku ... aku hanya anak tunggal dan aku membuatnya sangat sedih! Aku membuat kesalahan besar, Yeol!"
Sekejap Chanyeol menggeleng. "Misun, ini salahku. Aku benar-benar bodoh. Seharusnya, aku menahan diriku dan tidak berada di rumahmu!"
Chanyeol mengangguk untuk menyetujui perkataannya, lalu berkata. "Aku akan melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Kita tidak bisa melenyapkan makhluk yang belum lahir begitu saja, karena ulah kita, Misun. Kau harus percaya kepadaku, kita bisa menjalaninya."
Weiwei tidak tahu apa yang pasangan itu sedang bicarakan, tetapi ia seharusnya pergi jika tidak ingin mendengar kata-kata Chanyeol yang cukup besar---hingga terdengar di telinganya.
"Misun, aku berjanji kepadamu, akan selalu berada disisimu dan menjagamu, sampai kapan pun itu. Kumohon, berhentilah menangis," ucap Chanyeol. Misun yang terisak langsung memeluk tubuh Chanyeol---menumpahkan semua ketakutan dan kesedihannya.
Weiwei tersenyum miris. Walaupun ia mengatakan pada dirinya telah membinasakan perasaan itu, hatinya malah mengkhianati dirinya sendiri.
Alhasil, dengan tatapan menahan tangis, gadis itu berbalik untuk meninggalkan tempat itu---masih memegangi poster dan berharap, ia bisa membawa perasaan ini jauh dari kehidupannya---selamanya.
Tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top