BAB XX
Sesuai yang Weiwei putuskan kepada dirinya, ia akan mengungkapkan isi hatinya pada Chanyeol hari ini, saat kemarin harus tertunda, karena ia yang disibukkan dengan beberapa tugas dari guru, di mana ia yang harus merangkum nilai-nilai teman sekelasnya. Guru Kimianya memang sangat licik dengan meminta bantuan kepada dirinya. Apalagi, saat ia tidak memiliki alasan untuk menolak.
Saat ini, Weiwei kini berada di taman sekolah. Lebih tepatnya, jembatan yang menjadi jalan alternatif ke taman belakang sebab sekolah ini terdapat danau buatan. Weiwei menunggu Chanyeol di jembatan itu, setelah keduanya sepakat untuk bertemu.
Weiwei sangat bersemangat dan gugup. Menerka-nerka, bagaimana balasan Chanyeol setelah mendengar terus terangnya. Gadis bermata bulat itu juga sangat berharap, ia bisa mengatakan isi hatinya dan memberikan sebuah kotak love berisi cokelat, walau ia sangat tahu akan Chanyeol benci cokelat.
Ia tiba-tiba saja ingin melakukan itu.
"Weiwei, jangan gugup, okay?" ucapnya pada diri sendiri seraya menghembuskan napas. Hal itu, bersamaan dengan kedua matanya yang dapat melihat presensi Chanyeol yang tersenyum ke arahnya.
Sungguh, belum berbicara saja, Weiwei langsung kehilangan kata-kata. Bahkan, saat Chanyeol kini berada di hadapannya dengan senyum bahagia. Weiwei merasakan detak jantungnya yang berdetak tidak karuan.
"Ini benar-benar gila!" Weiwei membatin yang langsung menyembunyikan kotak itu di belakang tubuhnya. Ia belum ingin memberikannya kepada Chanyeol.
"Weiwei, apa kau sudah menunggu sangat lama?" tanya Chanyeol, tetapi Weiwei langsung menggeleng kikuk.
"Aku baru datang, iya, baru saja," ucapnya dengan canggung. Pun, Chanyeol mengangguk.
Chanyeol yang mengingat alasan mereka bertemu, membuat pria jangkung itu kini menumpu kedua tangan. "Apa yang ingin kau katakan? Apa ada masalah?"
"Ini soal hati." Namun, ia mengatakannya dalam hati, lalu menggelengkan kepalanya. "Aku hanya ingin mengatakan sesuatu."
Chanyeol yang penasaran, sontak mengangguk. "Baiklah, katakan saja. Aku akan mendengarnya! Karena hari ini, aku benar-benar sangat bahagia," ucap Chanyeol.
"Sangat bahagia? Wah, sepertinya aku ketinggalan sesuatu," imbuh gadis itu. Ia yang seharusnya mengatakan soal hati, malah penasaran dengan ucapan Chanyeol yang katanya sangat bahagia. Terlebih, ini kali pertamanya Weiwei memang melihat Chanyeol seperti itu.
"Kau dulu! Ayo, katakan!"
Akan tetapi, Weiwei menggeleng dan memberi bahasa isyarat agar Chanyeol membagi kebahagiaannya. Alhasil, Chanyeol kini menghela napas lalu mengangguk.
"Baiklah. Akan aku katakan," putusnya sembari menatap sisi kanan dari jembatan, Weiwei juga melakukannya. Kotak yang dipegangnya pun, masih ia sembunyikan. Menanti Chanyeol menceritakan rasa bahagianya terlebih dulu, sebelum ia memberikan kotak cokelat itu dan mengatakan isi hatinya.
Chanyeol tersenyum bahagia, lalu berkata, "Aku dan Misun kini berkencan."
Deg.
Weiwei tidak berkutik pada detik itu juga. Napasnya serasa berhenti dan detak jantungnya yang tidak lagi terdengar. Sekitarnya mendadak mendesak pikirannya, kala mendengar tutur kata Chanyeol kepadanya.
Lantas, Weiwei mengingat tutur kata Misun sewaktu mereka bercengkeramah kemarin pagi.
"Itu … aku … memang sudah melakukannya. Dia … dia meminta waktu untuk menjawab dan aku menunggunya!"
Weiwei memahami semuanya, di mana lelaki yang Misun maksud adalah Chanyeol. Itu hal gila. Kenapa bisa, ia dan Misun mencintai satu orang lelaki, sekaligus?
Sungguh, Weiwei tidak bisa memahaminya. Bahkan, membuat kotak cokelat itu terjatuh hingga menyentuh kaki Chanyeol. Weiwei mengabaikannya, ia malah menatap sekitar dengan bingung. Namun, kotak yang berbentuk love itu, menyita perhatian Chanyeol, hingga pribadi itulah memungutnya.
"Kotak ini?"
Weiwei yang menyadari itu, langsung mengambil kotak itu dari genggaman Chanyeol dan menggeleng kikuk. "Aku membeli cokelat! Aku---"
"Bukankah sudah kubilang, jangan makan cokelat terus-terusan! Hal itu akan menjadi masalah untukmu sendiri," tegur Chanyeol, membuat Weiwei merasakan kedua bola matanya yang sontak memanas.
Perhatian seperti inilah, yang sering ia salah artikan. Seharusnya, ia tidak memupuk perasaan itu. Seharusnya, ia membinasakannya, agar tidak terjebak seperti ini.
Sekejap, Weiwei mengerjap-erjapkan kedua matanya. Berusaha agar tidak terlihat sedang menangis, dan tersenyum tipis kepada Chanyeol. "Itu berita bagus. Kalian memang serasi dan semoga hubungan kalian berjalan lancar."
Chanyeol mengangguk. "Terima kasih." Lalu ia mengingat alasan mereka bertemu, tetapi Weiwei belum juga mengatakan apapun. "Oh iya, apa yang ingin kau katakan kepadaku?"
"Tidak ada, aku hanya ingin melihatmu, dan … aku harus ke kelas. Sampai jumpa nanti, Yeol!" Pribadi itu langsung berlalu, meninggalkan Chanyeol yang mematung, padahal ia sudah penasaran sejak tadi. Akan tetapi, ia tidak memusingkan hal itu dan memilih menuju ke haluannya yang sempat tertunda.
Tidak ada yang tahu, nyatanya Sehun berdiri tidak jauh dari mereka. Apa yang Weiwei rasakan, dapat Sehun pahami dari pancaran bola mata itu. Termasuk saat Weiwei ingin mengungkapkan isi hatinya. Sangat kentara, tetapi Chanyeol tidak dapat melihat hal itu.
Sehun mengangguk paham, pantas saja Weiwei menolak pernyataan soal perasaannya selama ini yang lebih dari kata teman. Kenyataannya, Weiwei dihadapi dengan perasaan itu kepada Chanyeol.
***
Weiwei tidak bisa melupakan kisah Sekolah Menengah Atasnya. Kisah itu, terus terbayang-bayang di kepalanya dan menjadi alasan ia melajang hingga saat ini. Itu memang benar, dan mana mau ia mengatakan kebenaran itu. Bisa-bisa, ia akan mendengar ejekan dari Bibinya.
Huft. Gadis bermata bulat itu pun menghembuskan napas, sembari menaiki anak tangga menuju rumahnya. Kali ini, ia pulang lumayan cepat. Mentari masih berada diufuk barat, dan ia yang tengah malas untuk berjalan-jalan, memilih langsung bertolak ke rumahnya.
Weiwei berada dimode malas. Terlebih, saat ia yang mendapat rumor yang tidak jelas mengenai dirinya dan Sehun. Sungguh, Weiwei hanya ingin bekerja tanpa terlibat akan kasus apapun, tetapi Tuhan sepertinya sangat suka menguji dirinya. Terbukti saat ini, padahal ia masih dipusingkan dengan perasaannya pada Chanyeol.
"Kau harus belajar bersabar, Weiwei," gumamnya seraya mengelus dada, terus melangkah dan menebar senyum kepada tetangga, tetapi langkah kedua kakinya harus terhenti saat mendengar suara tangis disebuah rumah.
Weiwei terkejut, kala suara tangis itu berasal dari rumah Chanyeol, bahkan Weiwei baru menyadari jika tangis itu seperti tangis anak-anak. Alhasil, membuat Weiwei khawatir, takut-takut terjadi sesuatu.
Untung saja, pintu rumah itu tidak terkunci, hingga ia bisa langsung masuk ke dalam sana dan langsung menemukan sikembar yang menangisi pria tua yang tidak lain adalah Changmin yang kini tergelatak tidak sadarkan diri.
"Kakek …."
Weiwei mendekat, membuat sikembar yang menyadari kehadiran Weiwei, langsung memeluk Weiwei dan menangis.
"Bibi … Kakek jatuh dan seperti ini, hiks …."
"Jangan khawatir, kita akan membawa Kakek kalian ke Rumah Sakit dan mengabari Ayah kalian."
Tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top