BAB XVII
Pagi ini, Weiwei tidak terburu-buru seperti kemarin, karena ia bangun lebih cepat pada umumnya. Bukan karena ia memikirkan pekerjaan, hanya karena kejadian semalam yang tidak bisa membuatnya tertidur dengan tenang. Kejadian itu, terus membuat tangan dan kakinya mendadak dingin, juga pipinya yang langsung merona. Entahlah, ia memang merasa dirinya sangat aneh jika berhubungan dengan cinta pertamanya itu.
Dengan langkah tidak bersemangat setelah menghabiskan roti isi yang dibuatnya sebagai sarapan, Weiwei langsung mengambil tasnya untuk bergegas ke kantor. Memang, ini masih sangat pagi, tetapi ia bisa saja mengerjakan beberapa pekerjaan yang sempat tertunda. Lumayan untuk memanimalisir waktunya.
Namun, baru beberapa langkah menuju daun pintu utama, bel rumahnya langsung terdengar, membuatnya langsung bertanya-tanya, siapa yang ingin bertamu dijam sibuk seperti ini? Jika itu adalah Bibinya, dunia benar-benar meresahkan.
Akan tetapi, kedua matanya yang mencoba memastikan terlebih dahulu dicelah jendela, membuatnya langsung mendelik. Bahkan, jantung serasa mendapatkan olahraga ekstra.
"Akh! Kenapa Chanyeol dan sikembar ada di depan rumahku?" Weiwei bergumam sembari menggigiti bibir bawahnya.
Sungguh, ia malah berniat untuk menyembunyikan wajahnya satu hari ini, setelah kejadian semalam. Akan tetapi, Tuhan sepertinya sangat suka membuatnya tertekan. Seperti sekarang ini.
"Bibi Weiwei, aku dan kakakku ingin menemui Bibi!"
Itu suara Yeola. Oh Tuhan! Dunia benar-benar sangat sempit saat ia harus terjebak seperti ini. Ia tidak memiliki alasan lain menolak untuk membuka pintu, sehingga pintu rumahnya secara perlahan kini terbuka.
Weiwei dapat melihat senyum semangat sikembar yang mengenakan seragam sekolah, dan juga Chanyeol yang hanya tersenyum simpul kepadanya. Alhasil, seluruh tubuhnya sontak korsleting, tetapi ia mencoba untuk baik-baik saja. Sangat berakibat fatal jika ia sangat kentara terlihat salah tingkah.
Dengan senyum kikuk, Weiwei menatap bingung kearah sikembar dan Chanyeol. "Em, selamat pagi. Apa kalian butuh sesuatu?"
"Selamat pagi juga, Bibi!" Sikembar berujar dengan serempak, sembari membungkukkan tubuhnya. Chanyeol memilih terdiam, membiarkan kedua anaknya mendominasi, sebab karena Chanhyuk dan Yeola, ia harus berada di hadapan Weiwei.
"Bibi, kami mau memberikan ini! Waktu itu, Bibi memberi kami juga cokelat, jadi ini untuk Bibi!" seru Chanhyuk yang langsung menaruh cokelat itu ke telapak tangan Weiwei.
Menurut Weiwei, itu sangat menggemaskan. Alhasil, Weiwei langsung mensejajarkan dirinya pada sikembar dan mengusap masing-masing pipi tembam itu dengan lembut. "Kalian berdua memang sangat baik. Sebelumnya, Bibi tidak pernah mendapatkan cokelat," ujarnya dengan kedua pipi yang mengembung.
Yeola yang mendengarnya sontak mendelik. "Kenapa nasib Bibi sama seperti aku dan Kakak. Kami tidak pernah mendapat cokelat, bahkan tidak dari Ayah."
Chanhyuk mengangguk. "Katanya, nanti ada monster gigi yang membuat gigi kami bolong dan parahnya, bisa tinggal dua!" tambah anak lelaki itu dengan ngeri.
Sebenarnya, Chanyeol ingin memperbaiki maksud dari tutur kata anaknya, tetapi ia malah membiarkan hal itu terjadi. Bahkan, saat Chanyeol dapat melihat Weiwei tersenyum dan mengangguk mantap kepadanya.
Weiwei mengalihkan tatapan untuk mengamati si kembar. "Itu memang benar. Sebenarnya, cokelat itu tidak baik jika kita memakannya secara berlebihan dan bahkan jika kita tidak menggosok gigi. Temanku juga pernah berkata seperti itu," ujarnya dengan tertawa pelan.
Chanyeol tentu paham jika ia tengah disindir, sebab sewaktu masih sekolah menengah atas, ia selalu memberikan pencerahan saat melihat teman-temannya memakan cokelat. Bahkan, Weiwei masih sangat mengingat, saat Chanyeol malah membuatnya terus makan sayur. Er … Weiwei benci sayuran. Apalagi kalau sayurnya sangat pahit seperti pare.
Gadis itu hanya tertawa pelan, lantas mengusap kedua pipi gembul sikembar. "Terima kasih untuk cokelatnya, nanti Bibi akan memakannya secara diam-diam supaya teman Bibi itu tidak mengetahuinya."
Sikembar mengangguk bahagia, sementara Chanyeol hanya menggeleng melihat interaksi itu. Ia tidal habis pikir saja. Namun, Chanyeol langsung disadarkan di mana sikembar harus segera bersekolah.
Dengan lembut ia mengusap pucuk rambut kedua anaknya. "Ayo, kalian harus ke sekolah. Sudah memberi cokelatnya kepada Bibi Weiwei'kan?"
Alhasil, tiga sosok itu mengalihkan tatapannya untuk memberi fokus pada Chanyeol. Sekilat, sikembar mengangguk. Weiwei juga ikutan mengangguk lalu bangkit.
"Kalian harus sekolah anak-anak. Bibi Weiwei juga harus pergi bekerja, begitupun dengan Ayah kalian---"
"Kita jalannya bersama-sama kalau begitu," pangkas Yeola dengan mata berbinar, menatap Chanyeol dan Weiwei yang mendadak canggung. Weiwei dapat melihat Chanyeol yang terdiam dan berusaha mengendalikan diri. Walaupun permintaan ini sangat sederhana, tetapi serasa sulit untuk mereka lakukan. Kenyataannya seperti itu, dan sangat sulit untuk mereka jabarkan apa yang mereka maksud, termasuk dengan Chanyeol sendiri.
"Ayah! Bibi Weiwei!" panggil Chanhyuk untuk menyadarkan kedua orang dewasa itu yang sedang melamun dengan saling melempar tatapan, membuat keduanya langsung mengangguk secara bersamaan.
"Em … tentu boleh. Kenapa tidak? Bibi Weiwei juga harus pergi bekerja, kita bisa pergi bersama," balas Chanyeol.
Weiwei mengangguk setuju, "Itu ide yang bagus!" Sehingga buru-buru ia mengunci rumah dan berlalu bersama sikembar dan Chanyeol secara beriringan. Weiwei juga merutuki diri sendiri, saat mengatakan itu adalah ide bagus. Hahaha, nyatanya itu sangatlah buruk untuk jantungnya, di mana ia harus berjalan beriringan dengan Chanyeol, sembari memegangi jemari mungil Yeola yang terus mengoceh dengan Chanhyuk. Keduanya bahkan tidak segan-segan akan saling memberi balasan dengan membuat pukulan kecil, sehingga Weiwei dan Chanyeol akan menjadi penengah untuk keduanya.
Jika orang-orang sekitar yang melihat itu, tentu akan terhibur dengan pemandangan keluarga kecil yang terlihat harmonis. Mungkin juga, banyak orang yang menyangka Weiwei adalah ibu dari sikembar dan istri dari pria tampan itu, sebab mereka terlihat seperti keluarga serasi dan sangat dekat.
Chanyeol baru menyadari satu hal, saat kedua anaknya terlihat akrab dengan Weiwei, padahal mereka baru beberapa kali bertemu. Sangat berbeda jika sikembar bertemu dengan teman lamanya dan berkunjung ke rumah. Sikembar akan acuh, tetapi Weiwei, mereka sangat antunsias. Memang, Weiwei telah menyelamatkan anaknya dan membawanya pulang dengan selamat, tetapi seharusnya tidak seperti itu juga, karena Chanyeol memahami kedua anaknya yang tidak secepat itu percaya dengan sekitar.
Akan tetapi, Chanyeol memang mengakui, sikap Weiwei kepada kedua anaknya begitu tulus dan sikembar tidak pernah merasakan hal itu dari wanita lain, termasuk dari ibunya sendiri yang terlebih dulu, meninggalkan dunia.
Namun, tunggu dulu, kenapa pikiran Chanyeol bisa sampai situ?
Tbc.
Aku minta maaf kalau nggak ngefeel sama kalian👉👈 semoga terhibur.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top