BAB XVI

Keduanya berjalan beriringan menapaki trotoar. Tidak terasa, waktu berjalan begitu cepat, membiarkan rembulan mengambil posisi mentari sebagai sumber cahaya di tengah kegelapan. Di masa itu juga, keduanya memilih untuk bungkam dan hanya mengamati keadaan sekitar yang tidak padat seperti tadi.

Gadis bermata bulat itu, sontak menghela napas. Ia benci dengan keadaan seperti ini. Manalagi, ia harus bersama dengan pria yang terus saja membuat jantungnya berdetak tidak karuan.  Bisa-bisanya, ia terlihat baik-baik saja.

Sementara Chanyeol, pria tampan itu sangat santai dengan pembawaannya. Weiwei akui, Chanyeol memang bisa mengendalikan diri. Sekalipun ia sedang gugup. 

Namun, Weiwei kini melihat Chanyeol tersenyum tipis dan menoleh kepadanya. "Ternyata kau punya banyak keahlian juga."

Weiwei yang mendengarnya, sontak melongo. Ia tidak paham. "Maksudmu?"

"Ya, kau ahli dalam komputer dan juga bisa memperbaiki beberapa benda. Itu mengagumkan saat seorang gadislah yang melakukannya." Chanyeol dengan tatapan fokus di depan.

Weiwei tersenyum malu. Sekalipun itu pujian sederhana, tetapi sangat berharga jika Chanyeol yang menguarkannya. Terasa sangat mengagumkan yang membuat ribuan kupu-kupu menggelitiki perutnya.

Untung saja, Chanyeol tidak melihat ia tersenyum malu. "Eh, itu biasa saja. Maksudku, semua gadis tentu harus bisa belajar mandiri dengan melakukan hal yang dianggap tidak mungkin. Benarkan?" 

Chanyeol mengangguk. "Itu benar, tetapi tunggu dulu! Jangan-jangan, karena itulah kau melajang sampai sekarang?" ucapnya sembari berpikir. Ia sedang menggoda Weiwei dan itu menyenangkan hatinya.

Sekilat, meruntuhkan kebahagian yang Weiwei tengah rasakan. "Yak! Apa maksudmu? Kenapa kau menyeret soal aku yang masih betah melajang?" tanyanya dengan kesal. Weiwei bahkan memegang pundak Chanyeol untuk menghentikan langka pria itu.

Chanyeol tentu terkejut dengan balasan Weiwei yang sangat kesal. Dengan tampangnya, ia hanya mengangguk tanpa dosa. "Ya, karena kau terlihat pintar dalam berbagai hal, membuat beberapa pria merasa kurang percaya diri," ucapnya. Akan tetapi, ia merasa tidak enak hati saat melihat tatapan Weiwei yang amat menusuk.

Alhasil, Chanyeol kini tertawa pelan, tetapi Weiwei tetap kukuh pada ekspresinya. "Jangan seperti itu, aku hanya bercanda."

"Tapi bercandamu sangat tidak lucu. Aku tidak suka saat seseorang terus membahas alasan aku terus melajang. Seandainya kau tahu aku melajang itu, karena …." Weiwei mengatakannya dengan menunjuk wajah Chanyeol, terkesan sangat tidak sopan, tetapi ia sungguh kesal. Namun, ia mendadak merutuki diri sendiri saat hampir mengatakan alasan ia melajang yang tidak lain, karena ia yang belum bisa move-on dari Chanyeol---pria yang kini berdiri di hadapannya dan memancingnya untuk keceplosan.

Sehingga, Chanyeol menatap Weiwei dengan penasaran. Sangat menanti Weiwei yang ingin bertutur, tetapi gadis itu malah langsung salah tingkah---kehilangan kata-katanya. 

"Aku … aku harus segera kembali." Hanya itu yang dikatakan Weiwei dengan menunduk menatap aspal dan berlalu. Gadis itu, tidak berniat menatap Chanyeol yang penasaran. Bahkan, Weiwei menulikan pendengarannya saat Chanyeol mencoba untuk memanggil.

Alhasil, Chanyeol dibuat bersalah. Ia sangat yakin, temannya itu pasti sangat tidak senang dengan ucapannya. 

"Ah, aku harus meminta maaf," katanya.

Sesuai yang ia katakan beberapa waktu lalu, Chanyeol yang dibalut mantel langsung saja membiarkan kaki panjangnya untuk menyusul Weiwei yang berjalan begitu cepat. Beruntung, ia memiliki kaki panjang yang dapat melampaui Weiwei. Sehingga, keduanya kembali berjalan beriringan, walau Weiwei tidak berniat untuk menatap Chanyeol sebentar saja---mengeluarkan sepatah kata pun tidak minat.

Chanyeol semakin bersalah. Terbukti saat ia yang menghembuskan napas kasar. "Weiwei, aku tahu aku salah. Untuk itu, maafkan aku," ucap Chanyeol sembari menghentikan langkah Weiwei. 

Weiwei tertegun, manalagi keduanya saling bertatapan, dan terjadi cukup lama. Jemari Chanyeol yang memegang pergelangan Weiwei dengan lembut pun, masih terlihat dengan jelas. Bahkan, angin sepoi berlalu seakan menjadi pendukung keduanya untuk terus bertatapan, hingga Weiwei secara tidak sengaja didorong oleh seseorang yang berlalu, karena mereka memang berada di trotoar. Sontak, hal itu membuat Weiwei langsung berada dalam dekapan Chanyeol yang memang bersiap untuk menangkapnya.

Posisi yang dialaminya itu, membuat Weiwei kehabisan kata-kata dan oksigen. Sungguh, ia tidak pernah membayangkan akan berada dalam situasi seperti ini. Apalagi, itu bersama dengan Chanyeol. Untung saja, ia bisa sadar setelah beberapa saat terjebak akan pesona Chanyeol. Karena itu juga, Weiwei dengan pipinya yang merona, kembali berlalu meninggalkan Chanyeol setelah berkata, "terima kasih."

Chanyeol masih terdiam, tidak mengerti dirinya sendiri dan ditambah dengan kegugupan Weiwei. Akan tetapi, ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu dan memilih kembali mengejar Weiwei.

Ayolah, apa para gadis sangat ingin dikejar? Bahkan, ia belum mendapatkan respon di mana gadis bermata bulat itu memaafkannya. 

Sementara di sisi lain, di tempat yang tidak jauh dari keberadaan Chanyeol dan Weiwei, terdapat seseorang yang menatap keduanya penuh makna dengan kedua tangan mengepal kuat.

***

"Ayah, apa Bibi Weiwei akan datang lagi?" tanya Yeola saat Chanyeol membantu sang putri untuk bersiap-siap dengan memakaikan seragam, sebab sang putri akan menjalani harinya sebagai murid di taman kanak-kanak.

Chanyeol yang mendengar itu, langsung teringat kejadian semalam, yang membuatnya tidak bisa tertidur. Entahlah, ia bingung dengan dirinya sendiri.

"Ayah, apa Chanhyuk bisa memberi Bibi Weiwei cokelat?" tanya anak lelaki itu sembari memegang dua cokelat berbentuk bundar.

Yeola mengangguk sebagai persetujuan dan menatap Chanyeol dengan bahagia. "Itu ide yang bagus, Ayah! Boleh'kan? Sebelum ke sekolah, kita ke rumah Bibi Weiwei dulu," balasnya.

Chanyeol hanya tersenyum tipis, lantas menggeleng. "Tidak, Sayang. Nanti, kalian akan---"

Sikembar secara kilat menggeleng kompak. "Ke rumah Bibi Weiwei, dulu!"

Chanyeol yang merasa tidak memiliki alasan lain untuk menolak, sontak mengangguk. Ia harus pergi bekerja dan tidak ingin membuat drama baru di pagi ini. Ia tidak ingin terlambat, tetapi ia merasa tidak bisa menemui Weiwei untuk saat ini.

Sungguh, Chanyeol masih merasa heran dengan dirinya, kala seluruh pikirannya hanya terbayang akan sosok gadis bermata bulat dari Beijing itu---Hui Wei Wei---di mana seharusnya tidak boleh terjadi.

Mereka teman baik, selama seperti itu. Bahkan, ia hanya akan menjadi milik Misun. Baik untuk kehidupan sekarang, hinggadi masa depan nanti. Walau, ia merasa bingung dengan alur takdir.

Tbc.

Semoga terhibur dan maaf kalau kamu menemukan typo❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top