BAB XIV
Sekarang hari libur. Weiwei memilih untuk tidur sepanjang hari untuk menyegarkan dirinya, agar kobaran semangat untuk beraktifitas pada esok hari menbuncah. Sungguh, baru bekerja selama dua hari di Yue Xi Corp, membuat seluruh tubuhnya remuk, akibat berlamaan duduk memandang komputer. Itulah tugasnya sebagai programer.
Terlihat, Weiwei masih bergelut manja di dalam selimut. Tidak memedulikan kicaun burung yang terdengar, sebab itu hanya terdengar seperti alunan lagu tidur. Untung saja Weiwei tidak menyetel alarm, sehingga ia tidak mendengar suara panggilan yang menggelegar. Manalagi, suasana yang menyejukkan, benar-benar nikmat untuk tertidur. Lagipula, Weiwei tidak memiliki daftar kegiatan hari ini.
Ya, ia memikirkan itu.
Akan tetapi, suara kegaduhan seseorang yang mengedor pintu rumahnya, membuat suasana hati Weiwei langsung hancur berantakan. Berpikir, siapa yang ingin mengajaknya bertengkar? Namun, Weiwei mengabaikannya. Barangkali, itu hanya orang iseng atau hanya khayalannya saja.
Awalnya seperti itu, jika saja orang itu tidak terus mengedor. Bahkan, kini berteriak seperti orang kesurupan.
"Yak! Weiwei! Keponakan macam apa kau yang membiarkan Bibimu seperti orang tidak waras di sini!"
"Bahkan! Kau tidak memberi kabar jika kau telah tiba di Seoul. Sungguh, aku benar-benar ingin membunuhmu!"
Itulah yang dapat didengar Weiwei dengan mata terpejam. Weiwei belum sadar dengan keadaan, hingga kedua matanya langsung mendelik. Beriringan dengan ia yang menyibak selimut.
"Bibi? Astaga!" ucap Weiwei kalut. Lantas melirik jam beker yang telah mengarah di jam 9. Kemudian, tanpa memikirkan apapun lagi, langsung melesat dengan pakaian tidur bergambar pandanya.
Benar-benar gila. Waktu istirahatnya harus terganggu. Manalagi, saat Weiwei mencoba memastikan lewat jendela. Benar saja! Itu adalah Bibinya, Bibi Song.
Weiwei hanya merapikan sedikit penampilannya, hingga akhirnya ia membuka pintu dengan sedikit celah. Raut wajahnya yang memasang senyum cengir, membuat Bibi Song alis Song Aeri, gemas dengan tingkah anak dari kakak perempuannya itu.
"Yak! Dasar anak kurang ajar!" pekiknya. Beberapa tetangga yang sedang beraktivitas di depan rumah mereka, membuat Weiwei memejamkan mata. Ia malu saat bibinya membuat keributan di pagi hari.
"Bibi, bukan seperti itu. Aku---"
"Lalu seperti apa? Kau ini menjengkelkan sekali. Pantas saja kau masih lajang hingga sekarang!" pekik Bibi Song sembari melangkah masuk ke dalam. "Lagipula, aku tidak tua sekali jika bersamamu! Jangan panggil aku Bibi. Aeri, itu namaku!"
Weiwei terdiam. Ia sangat gemas, lantas mencoba mengamati sekitar dan meminta maaf atas keributan yang harus mereka lihat. Bahkan, Weiwei harus merasakan setruman dari listrik, kala melihat Chanyeol yang menatap ke arahnya tanpa ekspresi.
"Ah, ini benar-benar sial!" Tanpa melihat ke arah Chanyeol lagi, Weiwei langsung masuk dan mengunci pintu rumahnya. Bersandar dibelakang pintu dengan detak jantung yang berdetak tidak karuan.
Weiwei menarik napas, mencoba untuk tenang, hingga akhirnya mencari keberadaan sang bibi yang ternyata sedang meminum botol berisi jus jeruk. Oh, Weiwei akui, adik dari ibunya memang luar biasa. Bibinya itu memang masih muda, sekiranya masih berusia 30 tahun dengan wajah yang masih awet dan masih betah kencan dengan kekasihnya---belum memiliki niat untuk menikah. Lagipula, pria siapa yang ingin menikahi wanita seperti Bibinya?
Sekejap, Weiwei tertawa. Membuat wanita yang memang dipanggil Aeri tetapi Weiwei suka menggodanya dengan panggilan Bibi Song, mengerutkan dahi. "Apa yang kau tertawai?"
Weiwei menggeleng dan memilih duduk di kursi. "Bibi---maksudku---Aeri, apa yang akan kau lakukan di sini? Aku ingin tidur. Besok, aku harus kembali bekerja."
"Ck! Dasar pemalas! Sekalipun ini hari minggu, kau tidak boleh malas-malasan dengan tidur seharian saja. Ada banyak kerjaan---"
"Tetapi aku tidak punya. Semuanya akan dikerjakan besok!" pangkas Weiwei dengan nada kesalnya. Inilah menjadi alasan kenapa ia tidak ingin tinggal seatap dengan bibinya. Bisa-bisa, ia akan dipekerjakan sebagai babu.
Mendengar balasan dari keponakan, membuat Weiwei menggeleng dengan datar. "Segera mandi! Aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Akan lebih baik, kau melakukan suatu hal yang berharga daripada tertidur---"
"Tetapi …."
"Ini sebagai hukuman saat kau tidak berniat mengabari ketibaanmu di Seoul! Untung saja, Ibumu meneleponku dan menanyakan kabarmu. Dari sana, aku tahu semuanya."
Kalau sudah seperti itu, Weiwei tidak bisa menolak. Ia hanya tersenyum tipis (tidak rela), lantas menuntun dirinya untuk berbenah diri.
"Aku mau tidur!"
***
Weiwei hanya diam, saat mengamati bibinya kini membawanya pergi. Nyatanya, berhenti di sebuah kedai makan yang ia singgah pada waktu itu. Kedai makan yang menjadi tempat kerja Chanyeol. Astaga, kenapa bumi begitu sempit seperti ini? Kenapa, ia tidak tahu jika Bibinya membuat peluang usaha dengan bisnis kuliner? Ada apa dengan ia dan takdirnya?
"Yak! Weiwei! Apa kau hanya ingin berdiri di sana?" tanya Aeri dengan suara melengking---menjadi ciri khasnya.
Sekilat, membuat Weiwei menggeleng dan akhirnya mengekori Sang Bibi yang masuk ke sana terlebih dahulu. Suasana kedai ini tidak seperti saat ia datang, tidak terlalu ramai. Ajaibnya, baru ia melangkah beberapa saja, aroma masakan kedai ini sudah tercium diindranya. Membuat perutnya langsung berbunyi minta diisi. Bahkan, ia belum makan.
Weiwei masih mengamati kedai ini, dan berdoa; tidak akan bertemu dengan Chanyeol---sehari ini saja. Ia masih ingin menyimpan wajahya saat keributan tadi. Manalagi, dengan wajah khas bangun tidurnya.
Ia yang masih menjadi pengamat, langsung teralihkan di mana Bibinya berada bersama dengan seorang pekerjanya. Dibagian kasir. Bibinya juga sedang mengomel. Alhasil, Weiwei memilih untuk mendekat.
"Astaga! Kenapa printer kasirnya tiba-tiba rusak?" tanyanya dengan kesal.
"Ada apa---"
"Diamlah! Aku sedang kesal!" balasnya tidak bersahabat, sembari mengeluarkan ponsel. Mungkin, Bibinya itu hendak menghubungi seseorang. Dasar tukang marah!
Sang pekerja kasir yang melihat itu, mencoba menjelaskan apa yang sedang terjadi. Ini malah printer kasir yang tidak bisa mencetak struk.
Hoh, Weiwei sudah paham.
"Apa aku bisa mengeceknya?" tanya Weiwei meminta izin pada sang bibi yang masih sibuk pada ponselnya. Hendak menanti orang diseberang sana.
Mendengar hal itu, membuat Aeri menaikkan sebelah alisnya. "Kau tahu apa?"
"Aku pernah memperbaiki printer kasir saat magang dulu. Aku cukup tahulah," gumamnya. Tanpa menanti balasan, kini berhadapan dengan printer.
Aeri hanya mengamati apa yang dilakukan oleh Weiwei, di mana Weiwei menekan suatu tombol dan menahannya. Lalu Weiwei menyalakan printernya dan melakukan beberapa hal yang tidak dipahami oleh Aeri. Namun, yang jelasnya, ia dapat melihat saat printer kasir berjalan normal. Menandakan, kesalahan teknis telah teratasi.
"Sudah selesai. Hanya kesalahan biasa saja, tidak terlalu parah," imbuh Weiwei.
Melihat hal itu, Aeri menggeleng dengan pelan. "Kenyataannya, kau itu mahir dalam hal ini juga. Bukan dalam komputer saja," ucapnya. Untuk pertama kali, Weiwei mendapat pujian dari sang bibi dan ia sangat tersanjung.
Dengan rasa senang, ia keluar dari area kasir. Kedua matanya menjelajahi kedai ini dan ia langsung menemukan kehadiran seorang pria yang dihindarinya tengah memakai pakaian khusus koki. Tentu, itu adalah Chanyeol.
Sementara Aeri yang tadinya berbincang dengan penjaga kasir, langsung mengikuti arah pandangan Weiwei yang terpusat pada Chanyeol---salah satu koki di kedainya.
"Apa yang kau lihat? Apa kau---"
Weiwei sontak menggeleng. "Aku hanya melihat kedai ini, hanya itu," ucapnya dengan canggung. Seakan, ia baru saja membuat kesalahan fatal. Tidak ingin terjebak, Weiwei langsung meninggalkan Aeri yang bersiap untuk menggodanya. Semacam pembalasan.
Aeri hanya mengangguk dengan senyumannya. Lagipula, ia tahu makna tatapan kagum Weiwei. Ouh, begini rasanya jika melihat Weiwei yang tidak pernah berkencan, menatap kagum pada seorang pria.
Sementara Chanyeol, tentu dapat melihat presensi Weiwei yang berbicara dengan atasan yang tidak lain adalah bibi Weiwei. Itu sebuah fakta, setelah ia mengetahuinya saat hendak pergi bekerja.
Bahkan, Chanyeol dapat melihat Weiwei yang tadinya memperbaiki printer kasir. Gadis itu, memiliki banyak keahlian. Chanyeol sangat kagum, saat Weiwei sekarang, bisa menjaga dirinya dan menggapai impian dengan menjadi seorang programer. Bahkan, Chanyeol masih sangat ingat, saat Weiwei benci dengan game, tetapi ia dapat membuat Weiwei memiliki minat pada game.
Semuanya seperti sihir saja. Di mana tidak mungkin, menjadi sangat mungkin.
Tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top