BAB IX

Hari ini, menjadi hari pertama gadis berambut pendek itu bersekolah dan menjadi murid baru pindahan dari Beijing di Hanyang High School. Dengan rasa kagum pada sekolah barunya, gadis itu kini melangkah lebar dengan senyum lebar yang memperlihatkan jejeran giginya yang rapi.

"Selamat datang di sekolah barumu, Hui Weiwei," serunya sembari merentangkan kedua tangan. 

Gadis itu bernama Hui Weiwei, asli keturunan China, tetapi harus menyambung masa sekolah di Seoul, karena keputusan dari orangtuanya. Ia pun tidak bisa menolak dan hanya melakukannya saja. Terlebih, Seoul menurutnya tidak buruk juga.

Ya, itu memang benar.

Akan tetapi, keyakinannya itu harus luntur, kala tiga orang gadis---murid yang seangkatan dengannya---secara terang-terangan, menyatakan tidak suka dengan kehadirannya yang seperti sampah sekolah---tidak sesuai dengan kriteria siswa-siswi Hanyang High School yang keren.

Weiwei sebenarnya tidak mengerti maksud dari gadis bernama Kim Ji Su yang katanya anak ketua yayasan. Sebab, ia ke sini hanya ingin belajar untuk menggapai mimpinya. 

"Wow, dia ingin menggapai mimpinya! Sepertinya, dia sedang tertidur!" ucap Jisu dengan suara lantang di taman sekolah. Membuat beberapa orang yang berlalu di pagi hari, memberikan sedikit perhatian.

"Biarkan aku pergi," ucap Weiwei memohon. Ia takut, melihat tatapan Jisu dan teman-temannya yang seperti ingin melakukan sesuatu kepadanya.

Dan itu terbukti saat Jisu menjentikkan jemarinya sebagai aba-aba pada salah seorang temannya. Tidak lama, temannya datang membawa seember air. Ketakutan dalam diri Weiwei pun semakin meningkat.

"Kumohon---"

"Aku akan membuat anak baru ini terbangun dalam mimpinya," ucap Jisu sambil mengambil alih ember dan bersiap untuk menerjangkannya ke tubuh Weiwei.

Suara air yang tumpah pun, terdengar. Beberapa orang memilih untuk terpejam, karena tidak tega melihat anak baru yang menjadi keusilan Jisu. Namun, tidak ada yang menyadari jika bukan Weiwei'lah yang terkena air itu. Melainkan, seorang lelaki yang kini mencoba menahan ember itu tetapi ia harus pasrah karena seragamnya benar-benar basah.

"Chanyeol?"

Weiwei yang memejamkan matanya sejak tadi dan tidak merasakan apa-apa selain mendengar suara air tumpah juga orang sekitarnya yang menyebut nama seseorang, sontak membuka mata dengan perlahan.

Pantas saja! Ia tidak merasakan kejanggalan pada dirinya. Kenyataannya, seorang lelaki mencoba melindunginya---maksudnya, menghentikan ulah usil Jisu.

Lelaki itu tersenyum tipis pada Jisu. "Sehun, bagaimana dengan rekamannya? Apa kita bisa membawanya ke ruangan bimbingan konseling dan menyebarkannya?" ucap lelaki yang tidak lain ada Shin Chanyeol. Pangeran sekolah dengan kesederhanaannya.

Lelaki yang menjadi temannya, Sehun, sontak memberikan jempol sebagai bahasa isyarat, setelah menyimpan rekaman video diponsel itu.

Chanyeol tentu bahagia dan memberikan tatapan penuh pada Jisu dengan kedua alis yang terangkat. "Bagaimana menurutmu, Nona Kim Jisu yang terhormat?"

Sontak, Jisu menunjuk wajah Chanyeol karena kesal dan menatap sekitar yang terkikik melihatnya. Dengan kekesalan yang menggebu, Jisu langsung meninggalkan tempat ini. Alhasil, Chanyeol dan Sehun langsung tertawa terbahak-bahak. Beriringan dengan semua orang yang tadinya berkumpul, tersebar untuk melanjutkan  kegiatan mereka yang sempat tertunda.

"Kau memang licik Chanyeol," ucap Sehun tidak menyangka.

Chanyeol hanya menanggapinya dengan tawa. Mengabaikan seragamnya yang basah dan Sehun memahami hal itu. 

"Tenang saja, Teman. Aku punya seragam cadangan di loker dan aku yakin, pas ditubuhmu," ucap Sehun sekali  lagi.

Chanyeol mengangguk dengan senyumnya. Ia sebenarnya tidak memikirkan hal itu. Sebab, gadis baru yang menjadi bahan bully'an Jisulah yang menjadi pusat perhatiannya. Sehingga, ia kini menatap gadis itu yang kini menunduk karena takut. Sehun pun ikut menatap gadis itu.

"Aku harap, kau baik-baik saja. Maafkan dia dan kau tidak perlu takut, dia tidak akan menggangumu lagi---"

"Aku tidak yakin. Dia pasti akan menggangguku lagi. Aku … aku sangat takut," ucap Weiwei sambil meremas ujung seragamnya.

Chanyeol yang mendengar dan melihatnya, sangat paham dengan hal itu. "Jisu tidak akan menganggumu, kau ada kita berdua dan oh iya, siapa namamu?" ucap Chanyeol dengan ramah.

Weiwei yang tadinya menunduk, sontak menatap dua pria tampan yang berada di hadapannya. Ia sangat gugup dan takut soal tadi. Akan tetapi, melihat senyum manis seorang lelaki yang saat ini mengulurkan jemarinya untuk berkenalan, membuat jemarinya memberi balasan.

"Hui … Wei--Wei …."

Chanyeol mengangguk lagi. "Aku Shin Chanyeol dan ini Lee Sehun. Senang bisa bertemu denganmu, Weiwei!"

***

"Ini pertama kali kita bertemu lagi dan kau menolongku. Aku sangat berterima kasih, Weiwei," ucap Chanyeol yang membawa barang belanjaan Weiwei ke rumah barunya yang tidak jauh dari rumahnya. Lima rumah dibagian kanan---ia akan tiba di rumah Weiwei.

Weiwei hanya mengangguk dengan senyum tipis. "Seperti saat pertemuan pertama kita, Yeol. Kau menolongku dari aksi Jisu dan hari ini, pertemuan kita setelah sekian lama, sangat kebetulan sekali, kala aku menolongmu dengan mengantar kedua anakmu yang tengah tersesat ," ucapnya dalam hati.

Weiwei tentu tidak mengatakan hal itu. Berjalan beriringan dengan Chanyeol, membuat darahnya langsung berdesir. Ia juga merasakan tangan dan kakinya yang mendadak dingin karena gugup. Padahal, sekarang memasuki musim panas.

"Em, bagaimana kabarmu dengan Misun? Dan oh iya, aku baru tahu jika kau mempunyai anak kembar. Chanhyuk dan Yeola sangat menggemaskan," ucap Weiwei yang mengiringi langkah mereka.

Sekejap, mimik muka Chanyeol yang tadinya bahagia, mendadak berubah sedih. Weiwei yang dapat melihatnya, tidak mengerti makna itu. Sungguh, sejak lulus dari Hanyang High School, ia memang tidak pernah membuka obrolan grup yang membahas banyak hal. Bahkan, Weiwei tidak pernah bertukar kabar dengan teman SMA, termasuk pada Chanyeol. Kabar terakhir yang didengar pun, soal pernikahan Chanyeol dan Misun yang berlangsung saat di bangku kuliah.

Chanyeol menarik napas dan menghembuskannya. "Misun sudah meninggal lima tahun lalu karena pendarahan."

Alhasil, Weiwei langsung menghentikan langkahnya. Menyadari Weiwei yang berhenti, membuat Chanyeol juga melakukannya dan menatap Weiwei yang memberikan ekspresi wajah tidak enak hati.

"Yeol, aku tidak bermaksud untuk membuatmu sedih. Aku benar-benar tidak tahu jika Misun telah meninggal. Bahkan, aku juga tidak tahu jika kau telah memiliki anak kembar. Sungguh! Seandainya aku tahu, aku--aku--pasti---"

"Tidak masalah, Weiwei. Itu memang kenyataannya. Walau memang menyedihkan," ucapnya dengan senyum sederhana. Beriringan dengan keduanya yang kembali mengambil langkah. Hingga, sampai di depan pintu rumah Weiwei.

Dengan segera, Chanyeol menaruh belanjaan Weiwei di depan pintu dan tersenyum. "Untuk sekian kalinya, aku ingin berterima kasih, Weiwei---"

"Ayolah, Yeol. Kita teman, sudah seharusnya saling menolong. Jadi, tidak perlu berterima kasih seperti itu," ucap Weiwei yang memangkas ucapan Chanyeol.

Chanyeol memang membenarkan. Akan tetapi, ia tetap ingin melakukannya, karena sikembar begitu berharga untuknya. Seandainya Weiwei tidak membantu anaknya yang tengah tersesat, ia tidak bisa membayangkan hal buruk yang akan terjadi.

"Kau memang baik dan tidak pernah berubah," ucapnya. Hanya karena itu, Weiwei merasakan jantungnya berdetak tidak karuan. Senyum Chanyeol memang tidak ada duanya. "Jika ada waktu, datanglah ke rumahku untuk makan malam."

"Tentu saja, aku pasti akan datang. Apalagi, kaukan memang koki yang andal," balas Weiwei dengan kekehannya.

Pun, Chanyeol hanya tersenyum. "Aku akan menunggu dan sepertinya, kau punya pekerjaan yang harus diselesaikan. Untuk itu, sampai jumpa tetangga baru, dan jika kau butuh bantuan, datang saja ke rumahku. Untukmu, pintu rumahku selalu terbuka." Sambil membungkukkan tubuhnya.

Alhasil, Weiwei juga melakukannya sembari menguarkan kata terima kasih. Namun, tidak ada yang tahu, saat ia yang melakukannya, berakhir dengan kepalanya yang berbentur dengan kepala Chanyeol. Keduanya pun, langsung memegangi kepala sembari meringis pelan. Dan detik selanjutnya, keduanya langsung terkekeh.

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top