BAB II

Cuaca hari ini terlihat mendung. Kabut hitam, menutupi cahaya dari mentari yang ingin menyinari bumi, seakan mengerti perasaan banyak orang yang tengah berkabung atas kepergiaan sosok wanita yang sangat dikenal baik oleh banyak orang.

Hwang Mi Sun, wanita yang memiliki hati selembut kapas dan pikiran yang bijaksana. Karena sikap sederhananya itu pun, membuat pria bernama Chanyeol terpikat pada gadis yang memang terkenal saat dibangku Sekolah menengah atas dengan prestasinya sebagai ketua jurnalis. Bahkan, kerabat dan teman sekolah dulu, ikut hadir dan memberikan ketabahan pada Chanyeol juga keluarga yang ditinggalkan.

Tangis tentu terus mengalir tiada henti. Sekalipun, peti berisikan sesosok yang mulia karena merelakan nyawa demi keselamatan buah hatinya, telah berada di dalam tanah. Gempurnya tanah yang telah diberi kelopak bunga pun, menjadi akhir dari kisah yang dulunya pernah terbuat.

Chanyeol tidak bisa menahan kesedihannya. Misun adalah sumber kehidupannya. Tanpanya, bagaimana bisa ia melalui semua cobaan hidup? Serasa apa yang ada pada diri seorang Chanyeol, lenyap begitu saja.

"Misun … aku sangat mencintaimu," ucapnya lirih. Bahkan, berhasil meloloskan bulir air untuk membasahi lembah pipinya.

"Kak, kau harus kuat. Kau punya Chanhyuk dan Yeola sekarang ini." Itu Baekhyun, yang tadinya berdiri, memilih untuk berjongkok---mensejajarkan diri dengan sang kakak. 

Alhasil, Chanyeol menoleh pada Baekhyun dengan semua kesedihannya. Baekhyun pun hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Membuat Chanyeol mengangguk dengan lirih, lantas menatap batu nisan bertuliskan nama pujaan hatinya.

Ia mengusap nisan itu dengan lembut. "Misun-ie, aku akan berusaha untuk menjadi ayah dan ibu yang baik untuk kedua anak kita. Aku berjanji kepadamu."

***

Hari ini, hari yang sibuk bagi pria yang saat ini berusia 20 tahun. Setelah mengurus kematian sang istri, ia harus menyibukkan diri dengan kedua bayi gembul dan bekerja sebagai koki di kedai makanan sederhana khas Korea. Awalnya, Chanyeol merasa hidupnya akan berakhir didetik itu juga, saat ia benar-benar tidak bisa melakukannya---terasa sangat mustahil saat ia harus bisa menenangkan kedua bayinya yang menangis---entah lapar atau bagaimana, dan itu secara bersamaan. 

Belum lagi, ia harus mencari pundi uang untuk menghidupi kehidupannya bersama keluarga kecilnya itu, setelah mengeluarkan banyak uang dari dalam tabungan untuk proses persalinan dan peristirahatan terakhir dari istrinya.

Untungnya, ada Baekhyun yang benar-benar menepati janji untuk membantunya. Bahkan, adiknya yang memang hanya berbeda setahun dengan dirinya dan akan melakukan tes untuk kuliah di Departemen Arsitektur, memutuskan untuk tinggal ditempatnya. Itu membuatnya cukup tenang. Apalagi, saat ia harus meninggalkan kedua bayinya itu bersama dengan Baekhyun yang masih menganggur, untuk pergi bekerja. Walaupun, ia merasa tidak enak hati dan pikirannya masih terganggu.

"Baekhyun, apa aku membebanimu dengan---"

"Kau ini bicara apa sih? Sejauh ini, keponakanku itu baik-baik saja kepadaku. Keduanya seakan mengerti keadaan dan tidak ingin mempersulit Paman dan juga Ayahnya," katanya. Chanyeol yang mendengar penuturan dari sang adik, sontak menoleh pada dua buntalan yang kini tertidur di atas kasur kecilnya.

"Untuk itu, Kakak tidak perlu mempermasalahkan apapun. Selama ada Baekhyun, semua masalah akan beres," ucapnya menambahi.

"Dan untuk itu, terima kasih. Kau memang yang terbaik selama ini. Setelah, aku memutuskan untuk meninggalkan rumah juga impianku, kau selalu ada untuk mendukungku," kata Chanyeol.

Alhasil, kejadian di masa lalu langsung menyerbu benaknya. Ia teringat, saat berdebat dengan sang ayah.

"Apa kau sudah gila, Nak? Kenapa kau bisa melakukan hal itu pada seorang gadis? Kenapa kau merusak dirimu sendiri? Kenapa kau melakukannya, Nak?" Seorang pria mengcekal pergelangan tangan seorang lelaki berperawakan tinggi yang sebelah tangannya, menyeimbangkan ransel yang dibawa sebelah pundaknya. Itu Chanyeol, dan pria tua itu adalah Shin Chang Min.

"Chanyeol!" pekikan dari Changmin pun, membuat langkah Chanyeol yang tadinya terhenti, kini memilih untuk membalikkan tubuhnya. 

Terlihat Chanyeol yang mengalihkan tatapannya---memang tidak ingin menatap kedua bola mata dari sosok pria yang terus memberinya dukungan dan kehidupan selama ini---setelah sang ibu, meninggal dunia karena diabetes.

"Ada apa denganmu, Nak? Coba katakan, di mana Shin Chanyeol yang teguh pada impiannya selama ini? Kenapa keteguhan hatinya yang membuatku bangga, mendadak hilang?" katanya dengan pelupuk mata yang berair dan memerah karena menahan amarah.

"Ayah, aku--aku … maafkan aku. Aku sudah merusak semua kepercayaanmu terhadap diriku. Akan tetapi, aku tidak bisa menghindar dari apa yang telah aku perbuat," kata Chanyeol yang kemudian menatap wajah ayahnya, dan mencoba untuk tetap tersenyum, walau hatinya tengah tersiksa.

"Aku harus bertanggung jawab. Walaupun itu hanyalah ketidaksengajaan, sama saja! Aku telah menghancurkannya dan dengan meninggalkan semua impinku, adalah jalan yang memang harus kutuju. Maafkan anakmu ini karena membuat kepercayaanmu hancur, Ayah." Chanyeol mengatakannya sembari melepaskan cekalan tangan Changmin kepada pergelangan tangannya. Lantas, menatap Baekhyun yang memilih diam---tidak jauh dari keberadaan mereka.

Chanyeol tersenyum simpul. "Baekhyun, jaga Ayah. Aku harus pergi, dan aku minta maaf karena mengecewakan kalian semua." Yang kemudian, membungkukkan tubuhnya dan meninggalkan tempat ini begitu saja.

Changmin tidak mencegah putra sulungnya itu. Hanya Baekhyun yang mencoba. Namun, Changmin langsung bersuara dengan amarahnya.

"Biarkan anak itu merasakan kesulitan hidup yang sebenarnya!" Mendengar tutur kata sang ayah, membuat Baekhyun langsung menghentikan langkah. Bahkan, ini juga berlaku dengan Chanyeol yang kini berada di luar rumah.

Dengan memejamkan mata dan menghembuskan napas secara dalam-dalam, Chanyeol langsung meninggalkan tempat yang menyimpan sejuta kenangan dan juga harapan.

"Shin Chanyeol!" Pun, sang empu yang dipanggil langsung membuyarkan lamunan soal masa lalu. Dengan ekspresi tidak mengerti, ia menaikkan kedua alisnya, membuat Baekhyun kesal saja.

"Sepertinya, seseorang sedang berkunjung. Aku akan keluar untuk melihat dan kau! Jangan terus melamun. Ini sudah malam," celotehnya, yang kemudian pergi begitu saja. Belum juga Chanyeol memberikan balasan atas tutur kata itu. Akan tetapi, adiknya itu langsung pergi begitu saja.

Chanyeol hanya menggelengkan kepalanya. Lantas, memasuki ruangan di mana kedua buah hatinya tengah terlelap dengan damai. Kedua sudut bibirnya langsung merekah---melihat pemandangan yang menenangkan hati.

"Misun, lihat! Kedua anak kita begitu lucu," gumamnya dengan memberikan usapan sederhana di kepala mungil itu.

"Nak, bagaimana dengan kabarmu?"

Suara itu, mengingatkan Chanyeol pada apa yang baru saja dipikirkannya. Dengan kilat, ia pun langsung berbalik---mengamati pemilik suara yang membuatnya cukup terkejut.

"A--ayah?"

***

Di meja makan yang berisi beberapa makanan pada malam ini, terlihat tiga pria yang masih memilih membisu. Sudah cukup lama, tidak ada yang enggan untuk berujar. Hingga, Chanyeol pun menarik napas dan menghembuskannya. Ia pun, juga langsung mengambil kimchi dan menaruhnya di atas  piring seorang pria paruh baya yang kini menatap Chanyeol tidak percaya.

"Makanlah! Aku tahu, Ayah ingin mengatakan sesuatu, tetapi setelah makanannya habis. Baekhyun, kau juga makan." Chanyeol mengatakannya dengan kikuk. Bahkan, tidak menatap dua pria itu. 

Pria yang bertamu pada malam ini pun, tidak lain adalah Shin Chang Min, ayah dari kedua pria tersebut. Dan, bukannya menuruti perkataan sang putra, ia  malah menggeleng.

"Nak, Ayah ingin mengatakan satu hal kepada dirimu," katanya. Sekejap, membuat Chanyeol yang tengah memakan makanan di atas meja, terdiam. Namun, mengangguk setelahnya. Baekhyun yang berada di antaranya pun, hanya menjadi pengamat dan pendengar---sembari memakan apa yang telah disajikan oleh sang kakak.

Melihat timbal-balik itupun, membuat Chanmin langsung menghela napas. "Ayah turut berduka atas kepergian istrimu, Nak. Dan, Ayah juga sangat mengerti dirimu yang terpukul dengan hal itu. Namun, Ayah mengerti, kau adalah pria yang tangguh dan kuat. Kau bisa melalui hal ini," katanya. Chanyeol yang mendengarnya, hanya tersenyum miris menatap mangkuk kimchi.

"Ayah berusaha menerima setiap keputusanmu, termasuk saat kau meninggalkan rumah untuk bertanggung jawab. Awalnya, Ayah sangat benci saat kau keras kepala dengan keputusanmu itu. Akan tetapi, Ayah sudah memahami semuanya dan saat Ayah memahaminya, hal ini malah terjadi." Changmin menambahi dengan kedua mata yang berkaca. "Untuk itu, bisakah Ayah melakukan satu hal?"

Dengan kilat, Chanyeol mengalihkan tatapannya dan kini, menatap sang ayah dengan lekat---mencoba, memahami makna dari apa yang pria di hadapannya itu coba katakan.

"Apa yang ingin Ayah lakukan?"

Changmin hanya tersenyum tipis, dan itu, tidak dapat dipahami oleh kedua pria yang berada di meja makan. 

"Izinkan Ayah tinggal di sini. Ayah hanya memiliki kalian berdua, tidak ada yang lain. Tenang saja, Ayah tidak akan merepotkan kalian berdua dan Ayah juga akan membantu merawat cucu-cucuku itu," ujarnya dengan harap. Oleh karena itu, Chanyeol maupun Baekhyun dibuat sangat terkejut.

"Tinggal di sini?"

Changmin mengangguk. "Ya, Nak. Biarkan Ayah tinggal di sini," katanya dengan memohon. Untuk kedua kalinya. Tindakan itu pun, tidak bisa membuat Chanyeol untuk menolak.

Lantas, Chanyeol pun menghela napas. "Tinggallah sesuka Ayah, dan … Ayah tidak perlu meminta izin untuk tinggal ditempat ini. Bahkan, aku sangat senang mendengar Ayah akan tinggal ditempatku," balas Chanyeol dengan senyumannya. Alhasil, membuat Changmin sangat bahagia. Bahkan, ia tidak tahu harus mengekspresikan kebahagiaannya seperti apa.

Melihat itu pun, membuat Chanyeol maupun Baekhyun tersenyum. Sekejap, melupakan beberapa hal yang membuat hati tergores dan terluka.

Tbc.

Hello, tetap stay sama kehaluan satu ini yah☺

Maafin kalau kamu masih menemukan tipo. Tandain saja, yaps👌🤗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top