Chapter 2 :Bau...Formalin
Selesai aku dan bibi mengerjakan lampu labu dan beberapa dekorasi untuk Halloween. Aku menenteng kantong sampah berisi sisa-sisa potongan labu ke tong sampah belakang. Ketika aku berada di halaman belakang, aku tidak senggaja melihat seorang pria keluar dari gudang kecil di belakang rumahnya. Pria yang sama yang kutemui beberapa jam yang lalu. Tatapannya terlihat was-was, aku pun segera merunduk agar tidak terlihat olehnya. Tangannya mengelap sebuah kain lap berbecak merah.
"Merah? Apa dia terluka?"gumanku sambil memperhatikan gerak-geriknya.
Dia pun masuk ke rumahnya melalui pintu belakang. Rasa penasaran mulai mendominasi pikiran dan gerak tubuhku untuk mendekati gudang kecil tersebut. Tinggal beberapa langkah agar mencapai pintu gudang tersebut, hingga bau aneh menyerbab masuk ke indra pernafasanku. Aku sempat mengerutkan keningku karena aku berusaha mengingat bau tidak asing ini.
"Formalin?"gumanku tanpa sadar. Sontak aku membungkam mulutku agar pita suaraku untuk teriak tidak keluar yang nanti akan menciptakan masalah baru. Aku melangkah mundur hingga aku menabrak tubuh tegap tepat di belakangku.
Apa ini orangnya?! Apa aku ketahuan?! Bagaimana ini?! Pekikku dalam hati. Keringat dingin mulai mengucur di pelipisku seolah aku ketahuan melakukan sebuah kejahatan besar. Detak jantungku mendadak meninggikan performa seolah aku habis lari jarak jauh. Aku tidak bergeming sedikitpun dari posisiku, hingga kedua tangan pria itu menyentuh bahuku.
"Oi. Annabelle, kau sedang mengutip siapa hayo..." spontan aku berbalik dan menginjak kaki Zein dengan kesal. "Bodoh! Jangan buat aku mati ketakutan, dasar bodoh!"seruku
"Aduh... Aish. Aku tidak menakutimu Annabelle, kau saja tuh yang ketakutan sendiri. Dasar,"ucapnya dengan nada sebal.
"Siapa suru kau berdiri di belakangku?"ucapku sarkas
"Siapa suru kau berjalan mundur ? " ucapnya tidak mau kalah.
"Suka-suka aku mau jalan mundur, maju, miring, terserah aku. Kau mengerti."
"Oh... Kalau gitu suka-suka aku mau berdiri di belakangmu, di depanmu, di sampingmu, terserah aku. Kenapa kau sewot Annabelle," ucap Zein
"Aku bukan Annabelle! Dasar pantat wajan," ucapku sebal
" Wajah tampan begini kau bilang pantat wajan. Matamu bermasalah Annabelle."
"Otakmu yang bermasalah pantat wajan."ucapnya
"Ada apa ini? "ucap seseorang yang membuatku kembali bergidik ngeri. "Dia disini..."runtukku dalam hati.
"Kau gadis aneh tadi yang memberiku manisan bukan?"ucapnya
"Aneh? Aku ?"ucapku sambil menunjuk diriku sendiri. Zein malah tertawa dengan ucapan yang diucapkan pria datar di depanku ini.
"Ternyata bukan hanya aku yang menganggapmu aneh. Ternyata dia berpikiran sama denganku,"ucap Zein sambil cekikian sendiri. Sebal dengan tingkahnya aku pun memukul lengannya.
"Oi, sakit tau!"ucapnya sambil mengelus lengannya
"Bodo!"ucapku sambil memeletkan lidahku.
"Sedang apa kalian di sini?"ucapnya lagi.
" Aku...aku sedang mencari seekor kucing berbulu coklat. Apa kau melihatnya?" ucapku.
"Tidak,"ucapnya datar
"Oh...begitu yah. Hehehe...kalau gitu aku permisi dulu. Ayo, pantat wajan,"ucapku sambil merangkul lengan Zein dan menariknya menjauh dari sana.
"Hei, apa-apaan kau ini Annabelle?"ucap Zein
"Berisik! Nanti ku ceritain, yang penting kita kembali ke rumah,"ucapku setengah berbisik
Setelah sampai di dalam rumah tepatnya di dapur, aku menceritakan semua yang aku lihat termasuk bau formalin yang tercium oleh indra pernafasanku. Dan reaksinya...
"Pufft..."Zein hampir menyemburkan tawanya jika dia tidak menahannya. "Apa yang lucu!"seruku sambil memukul badannya.
"Ha-habis...pufft...kau itu parnoan banget. Palingan itu bercak cat merah atau perwarna. Dan aku yakin bau formalin itu hanya khayalanmu saja. Kau ini lucu sekali Annabelle," ucap Zein sambil mencubit kedua pipiku.
Aku pun mengembungkan pipiku dan mencubit pinggangnya membuatnya mengaduh kesakitan. "Aku yakin itu bau formalin karena aku pernah mencium aromanya ketika pratikum di lab Fisika,"ucapku
"Tapi aku tidak menciumnya loh,"ucap Zein dengan nada mengejek.
"Terserah! Mau percaya atau tidak, bodo amat. Minggir,"ucapku sambil berjalan melewati Zein.
Dasar Zein menyebalkan. Aku yakin sekali kalau aku mencium bau formalin tadi. Dan soal bercak merah di kain lap yang pria pegang itu, baiklah jika memang itu adalah cat atau pewarna tapi ini bau formalin loh. Untuk apa dia mengunakan formalin di gudang kecil itu dan tatapan was-was saat keluar dari gudang kecil tadi membuatku semakin penasaran. Apa yang dia sembunyikan? Apa yang sedang diawetkannya? Hewan? Atau... Manusia? Tidak tidak ini tidak benar. Jangan berpikir yang bukan-bukan Anna. Aku pun menepuk pipiku berusaha membuyarkan segala opini yang tidak-tidak.
***
Aku menatap diriku di pantulan cermin sambil memegang sebuah kostum dan topi kerucut berwarna biru dongker dengan sebuah pita berwarna ungu menjadi penghiasnya. Jadi ini yang dikirimkan kedua orangtuaku untuk aku pakaikan saat malam Halloween nanti?. Aku pun membaca pesan yang dikirimkan ayah padaku.
From: My Father
Bagaimana kostum yang ayah dan ibu kirimkan padamu? Apa Anna suka? Maaf kalau kami tidak bisa merayakan Halloween bersamamu tahun ini. Oh iya, mama meminta fotomu saat mengenakan kostum itu. Jangan lupa yah sayang. Kami mencintaimu.
"Yang benar saja,"gumanku sambil menatap layar ponselku. Aku menghela nafas dan melempar ponselku di atas kasur. Aku pun melipat kostum penyihir itu dan memasukannya kembali kedalam kantong belanja.
"Anna, ayo turun acaranya akan segera dimulai," teriak bibi.
"Baiklah," ucapku setengah teriak.
Aku pun menarik tirai jendela. Sebelum aku benar-benar menutup tirainya, aku melihat pria itu sedang menyeret sesuatu. Sebuah kantong plastik berukuran besar yang kini tengah diseretnya menuju ke halaman belakang.
"Mau apa dia? Dan apa yang ada di dalam kantong plastik sampah itu? Sampah? Apa iya,"gumanku pada diriku sendiri.
"Anna..." suara bibiku kembali terdengar" Iya bibi,"ucapku dan segera aku menutup tirai jendela kamarku dan segera berjalan keluar dari kamarku.
Ketika aku sampai di ruang tengah semua sudah siap di posisinya. Aku pun mengambil tempat duduk di sebelah bibi daripada di sebelah Zein atau paman, bisa-bisa aku dijahili oleh kedua Ayah-anak tersebut.
"Anna, kenapa tidak di sebelah Zein saja."ucap paman
"Ah, tidak paman. Aku ingin di sebelah bibi saja," ucapku
"Oh...apa kau takut Annabelle? Masa boneka seseram dirimu takut dengan sesama kerabatmu sendiri,"ucapnya dengan nada mengejek spontan aku melemparnya dengan bantal kecil yang ada di sebelahku.
Paman dan bibi tertawa melihat tingkahku atau perkataan Zein. "Zein, jangan mengubah nama seorang seenaknya, itu tidak baik. Masak Anna manis begini kamu bilang dia Annabelle."
"Manis darimananya? Orang Jelek kayak boneka Annabelle gitu."
"Kau ini!"ucapku sebal ingin melemparnya dengan vas bunga tapi di tahan oleh bibi.
"Sudahlah kalian berdua, kita mulai saja ceritanya oke?"ucap Paman yang dari tadi hanya tertawa melihat perdebatan konyol tadi.
Bibi pun mulai mematikan lampunya dan yang menarangi ruangan hanyalah sebuah lilin kecil tepat di tengah ruangan. Aku pun segera meminta bibi mengambil bantal yang tadi habis menjadi bahan lemparan ke arah pria songgong tadi. Setelah mendapatkan bantal tadi, aku segera memeluknya. Sebenarnya aku sedikit takut dengan cerita horror dengan suasana seram begini. Mendadak aku merasakan atmosfir di sekitarku menjadi sangat dingin dan begitu sepi seolah hanya aku yang ada disini. Aku melihat wajah setiap orang disini. Semuanya tampak sangat serius.
Sebenarnya ini merupakan tradisi dirumah bibiku yaitu malam sebelum malam halloween keluarga bibi akan mengadakan acara dimana setiap orang menceritakan kisah seramnya. Setelah sang pembawa kisah selesai menceritakan kisahnya maka lilin yang berada di tengah akan di padamkan dan akan dihidupkan kembali kepada orang yang akan menceritakan kisah seram berikutnya. Aku tidak tau apa maksud mengadakan acara seperti ini dan kali ini aku tidak akan bercerita seram karena aku sebenarnya tidak terlalu suka cerita seram.
Yang bercerita dimulai dari paman kemudian bibi dan terakhir Zein. Paman bercerita tentang seorang penderita skizofernia yang suka membawa gunting taman yang sudah berkarat dan berkahir dengan dirinya mengunting lehernya sendiri. Mendengar cerita itu membuat bulu kudukku berdiri. Setelah paman mengakhiri ceritanya, dia pun mematikan lilinnya dan kambali bibi menghidupkan lilinnya.
"Malam sebelum malam halloween tiba, tepatnya pada malam ini...Sosok itu akan muncul," ucap bibi mulai bercerita
Aku merasakan angin dingin menyerbak masuk ke cela-cela fentilasi udara. Kenapa ketika bibi bercerita keadaan disini semakin horor sih pikirku dalam hati.
"...sosok itu datang dalam rupa seorang pria tinggi mengenakan blezer dan celana panjang berwarna hitam."
Suara rintik-rintik hujan mulai terdengar dan perlahan menjadi semakin kencang. Oh...my kenapa malah hujan disaat bibi bercerita.
"Dan kalian tau? Sosok itu sebenarnya sedang mencari sesuatu...yang sangat penting baginya."
Nada rendah bibi membuat suasana semakin terasa mencekam. Suara air hujan yang turun secara konstan plus kilatan petir membuat jantungku mulai menggila.
"Setiap orang yang melihatnya akan mati...mereka dibunuh dengan kehilangan sesuatu yang penting pada mereka yang melihatnya. Kalian ingin tahu apa itu?"ucap bibi dengan nada rendah
Oh, ayolah bibi jangan buat aku mati ketakutan begini. Keringat dingin mengucur keluar dari pelipisku, detak jantungku semakin menggila. Kedua tanganku mencengkram kuat bantal yang kini berada dipelukanku. Nafasku terasa sesak. Kepala bibi perlahan menoleh ke arah kiri. Tangannya perlahan terangkat dan menjujuk sesuatu.
"ITU KEPALANYA!!"jerit Zein diikutin kilatan petir membuatku menjerit kencang sambil menutup wajahku dengan bantal.
Lampu ruang tengah pun di hidupkan. Aku merasakan seseorang memegang kedua pundakku "Anna, kamu baik-baik saja?" itu suara bibi.
Dan aku mendengar suara ledak tawa dari seorang yang membuatku menjadi begini. "Astaga, ekspresimu itu hahaha...seharusnya kau lihat ekspresimu itu. Konyol sekali,"ucapnya.
Jahat. Zein si pantan wajan pria songong bejat yang pernah ada. Dia jahat. Lihat saja, akan kubalas kau.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top