22. Terluka.

Ternyata kalian pintar ya. Banyak yg jawab benar teka-tekinya. Jadi nih gue update. Hihihi :)

Bacanya pelan-pelan saja. Ini udah konflik. Kalo nggak tahan baca, silahkan melambaikan tangan di kamera cctv pojok kiri ya.

Happy reading!

.....

.....

.....

Pramuda duduk di pinggir ranjang dengan kedua tangan menopang dagu sambil menunggu kedatangan Flopia. Sampai akhirnya terdengar suara mobil yang berhenti di depan kontrakan, yang menandakan kepulangan wanita itu. 

Tak butuh waktu yang lama Flopia tiba di depan pintu kamar dan membukanya. Sebuah senyuman kebahagiaan ia berikan pada kekasihnya itu.

"Hai sayang," Ujarnya seraya mengecup pipi Pram dan meletakkan tasnya di atas ranjang. "Aku punya kabar yang mengejutkan untukmu. Tapi sebelumnya, biarkan aku mandi terlebih dahulu. Badanku udah lengket banget karena keringatan," Lanjut Flopia dengan membuka kancing kemejanya.

"Bagaimana keadaan mamanya Yessy?" Tanya Pram sambil menatap serius ke arah Flopia.

"Udah agak mendingan," Jawab Flopia canggung karena harus berbohong.

"Apa Yessy juga ada di sana?"

"Iya, itukan Mamanya. Udah pasti Yessy ada di sana."

Sebenarnya Flopia belum selesai membuka celana jeansnya, tapi dia memutuskan untuk mengambil handuk dan segera masuk ke kamar mandi sebelum Pram bertanya panjang lebar. Karena ia tidak mau mengarang bebas lagi.

"Tadi aku menghubungi Yessy dan bertanya mengenai keadaan Mamanya. Dan jawaban Yessy cukup mengejutkanku. Dia bilang Mamanya SEHAT-SEHAT SAJA di rumah. Jadi sebenarnya ada berapa orang mamanya Yessy? Dan mama Yessy mana yang kamu jenguk di rumah sakit Flo?" Pertanyaan skakmat dari Pram sukses membuat Flopia berhenti tepat di depan pintu.

Tubuh Flopia menegang di tempatnya berdiri. Digigitnya bibir bawah karena merasa bersalah telah membohongi Pram.

"Sejak kapan kamu jadi pembohong?" Tanya Pram lagi.

Flopia berbalik dan meringis melihat tatapan tajam Pram kepadanya. Dia tahu, pria itu sedang marah saat ini. "Jangan memandangku seperti itu, Pram. Aku kan cuma bohong dikit. Lagian aku bohong demi kebaikan kita kok, aku cuma nggak mau kamu cemburu dan salah paham. Itu saja. Aku nggak maksud apa-apa. Aku minta maaf ya, jangan marah please?"

"Dalam waktu kurang dari dua hari, udah tiga kebohongan yang kamu lakukan Flo. Biar aku ingatkan, sore hari saat aku menghubungimu. Waktu itu kamu menolak untuk aku jemput dengan alasan ingin mencari buku bersama teman yang kamu sebut perempuan tapi faktanya kamu pergi dengan teman laki-laki. Sebenarnya aku nggak akan marah kalau kamu jujur, aku bukan tipe pria posesif yang melarang kamu pergi ke mana dan dengan siapa. Aku bukan pria seperti itu."

"Dari mana kamu tahu aku pergi dengan laki-laki? Kamu ada di sana?" Tanya Flopia kaget.

"Iya aku ada di sana. Itu adalah kebohongan pertamamu. Jadi aku pergi mengikuti kemana kalian berdua pergi. Hatiku berharap kamu memang pergi untuk mencari buku seperti alasanmu, tapi ternyata aku harus kecewa lagi. Bukannya ke toko buku kamu malah pergi ke rumah mewah yang aku yakini adalah rumah teman priamu itu. Satu jam aku menunggu, tapi kamu nggak kunjung keluar. Aku nggak tahu apa yang kalian berdua lakukan di sana. Tapi aku berusaha untuk tetap berpikir positif."

"Pram aku minta maaf...." Ujarnya parau dengan kedua mata mulai memerah.

"Tunggu Flo, biarkan aku menyelesaikan kalimatku dulu. Setelah itu aku pulang ke kontrakan dan aku anggap itu adalah kebohongan pertama dan terakhirmu. Aku yakin kamu punya alasan kenapa harus berbohong. Seperti yang kamu bilang tadi, karena tidak ingin aku cemburu atau apalah itu terserah kamu. Aku anggap selesai. Karena aku pikir, aku juga pernah bohong padamu. Jadi kita impas. Semenjak itu, aku baru tahu rasanya dibohongi oleh orang yang kita sayang seperti apa. Marah, kecewa dan nyesek pastinya. Mungkin itu yang kamu rasakan dulu saat aku berbohong padamu.

"Jadi aku berjanji pada diriku sendiri untuk nggak melakukan kebohongan sekecil apapun padamu, karena aku udah tahu rasanya. Ingat pertanyaanku malam itu saat kita ada di meja makan? Apa kamu suka jika aku berbohong? Dan kamu jawab tidak. Sebenarnya itu adalah sindiranku atas kebohonganmu sore itu!" Pram menaikkan nada suaranya lebih kuat dengan dada naik turun. "Karena aku berharap kamu nggak mengulanginya lagi. Tapi sayang, kamu nggak ngerti kode yang aku kasih. Hari ini kamu bohong lagi sama aku! Mengatakan ingin menjenguk mama Yessy di rumah sakit tapi nyatanya kamu jalan sama lelaki lain!"

Flopia bergeleng dengan air mata yang sudah tumpah. "Aku nggak sepenuhnya bohong. Aku benar-benar jenguk orang sakit. Aku juga nggak jalan sama laki-laki lain."

Dalam keadaan menangis Flopia berjalan ke arah tasnya untuk mengambil ponsel dan memberikannya pada Pram. "Kalau kamu nggak percaya, aku bisa telepon Dito. Dia bisa jelasin sama kamu. Kami berdua itu cuma teman. Sumpah demi Tuhan! Aku hanya menjenguk mamanya yang lagi sakit."

Pram menepis tangan Flopia sehingga ponselnya terjatuh ke lantai. Flopia cukup kaget reaksi dari Pram. "Bukan itu yang aku permasalahkan. Tapi kebohongan kamu!" Bentaknya. "Kamu nuntut aku untuk setia! Nuntut aku nggak bohong! Nuntut aku ini dan itu. Semua aku turuti. Tapi apa balasan kamu?"

Dalam keadaan menangis Flopia menjawab. "Iya aku tahu aku salah. Tapi aku kan udah bilang, aku bohong karena nggak mau kamu cemburu dan salah paham. Aku hanya ingin jaga perasaan kamu. Maaf kalau caraku salah."

Pram mendengus jengkel. Dia pun berdiri dan berjalan ke arah lemari dan mengambil tas hitam untuk memasukkan beberapa pakaiannya. "Berlindung di balik kata 'takut salah paham dan cemburu' masuk akal sih alasannya. Tapi sayang, itu malah bikin aku tambah kesal. Kamu ingin hubungan kita langgeng, tapi kamu nggak mau terbuka dan malah tutupin siapa laki-laki itu. Dan yang lebih menyebalkan, aku tahu informasi itu dari orang lain.

"Nggak akan ada salah paham, kalau kita saling terbuka. Dan apa susahnya jujur? Bukannya lebih baik cemburu dari pada tertutupnya kamu malah jadi bumerang buat hubungan kita? Jujur emang nyakitin, tapi itu lebih baik dan bikin lega. Dari pada kamu bohong, malah akan memperpanjang masalah. Seperti tadi, kamu melakukan satu kebohongan dan berlanjut dengan kebohongan yang lain."

Saat ini Flopia sungguh merasa menyesal, dia tidak tahu kalau kebohongan kecil yang ia lakukan akan menimbulkan kesalahpahaman sebesar ini. Dalam keadaan sesenggukan ia mendekati pria itu dan menyentuh lengan Pram.

Harusnya ini adalah hari bahagia untuk mereka berdua. Karena Flopia berencanakan mengatakan kalau ia sedang hamil dan mengandung anak Pram. Tapi dia tidak mungkin mengatakan hal itu dalam keadaan Pram yang sedang emosi. Dia takut Pram akan berpikir macam-macam dan menuduhnya bahwa itu adalah anak dari pria lain seperti kebanyakan novel yang sering ia baca.

"Ka-kamu mau kemana Pram?" Tanyanya sesenggukan melihat pria itu menyusun beberapa pakaian ke dalam tas.

"Aku pikir kita butuh waktu untuk sendiri dulu. Malam ini sampai beberapa hari ke depan aku bakalan numpang di kontrakan Langit dulu. Kamu di sini saja."

"Maksudnya?"

"Kita break dulu selama seminggu atau dua minggu ini. Setidaknya dengan jarak kita terpisah, kita jadi tahu bagaimana perasaan masing-masing."

"Alasan!" Teriak Flopia. "Bilang saja kamu bosan sama aku dan menjadikan kebohongan kecilku ini alasanmu untuk berpisah! Iya kan? Jawab Pram!"

"Terserah apa yang kamu pikirkan. Yang jelas kita memang butuh waktu untuk sendiri dulu."

Flopia memegang keningnya yang terasa berdenyut. "Lalu kalau kita break, lantas bagaimana dengan lamaran yang kamu janjikan minggu depan Pram?"

"Entahlah. Mungkin dibatalkan saja."

"Tega kamu Pram! Kenapa kamu nggak benturin kepala aku ke dinding aja biar kamu puas! Kamu memang paling jago dalam hal menyakiti perasaan aku!"

Pram tidak memperdulikan perkataan Flopia dan terus berjalan keluar rumah.

"Pram!" Teriaknya sambil menangis tapi tidak berani keluar pintu rumah karena dia hanya memakai atasan tank top tipis yang belum sempat ia buka saat hendak mandi tadi.

"Jangan berlebihan! Aku hanya pindah ke tempat kontrakan Langit! Setidaknya dengan cara seperti ini, kamu nggak akan bohong lagi sama aku ke depannya." Setelah itu Pram pergi tanpa menghiraukan tangisan Flopia yang menyerukan namanya.

*****

Seminggu sudah Flopia melewati hari-hari tanpa Pram. Dia selalu mencoba mengirim pesan dan menghubungi nomor pria itu, tapi tidak satupun ada pesan yang dibalas atau panggilan darinya yang dijawab oleh Pram.
"Nggak diangkat juga sampai sekarang?" Tanya Yessy pada Flopia.


"Iya," Jawab Flopia lemas.

"Maaf ya, duh ini gara-gara aku keceplosan ngomong. Jadi kalian batal lamaran dong?"

"Iya."

Yessy merangkul bahu Flopia. "Udahlah Flo, mungkin ini pertanda dari Tuhan kalau kalian berdua itu nggak jodoh. Lihat deh, belum jadi aja cobaannya udah banyak banget. Lepasin aja, cowok kayak gitu nggak usah dipertahankan. Kamu itu cantik. Banyak yang mau sama kamu. Cowok kayak Pram buang aja ke laut."

"Nggak bisa Yessy. Kamu nggak akan ngerti perasaan aku. Sampai mulut kamu berbuih pun jelekin keburukan dia sama aku, itu nggak akan ngurangi cinta aku ke dia."

"Kamu jadi cewek kok bego banget sih! Udah disakitin tetap aja dibela! Terserah kamu deh, aku capek nasehatin kamu." Yessy pergi meninggalkan Flopia sendiri di kafetaria.

Malam harinya, Flopia memutuskan untuk mendatangi kontrakan Langit, namun ternyata Pram tidak tidur di sana. Dia hanya menitipkan tasnya di sana dan hanya datang saat sore untuk berganti pakaian, setelah itu Pram akan pergi lagi.

Flopia menjelaskan alasan pada Langit alasan mereka ribut dan meminta Langit agar membujuk abangnya itu untuk pulang atau setidaknya memberi kabar padanya.

"Bang Pram itu bukan tipe orang suka marah atau pencemburu. Kalaupun dia sampai seperti, menghindari kamu. Itu artinya hatinya benar-benar terluka sama kesalahan yang kamu buat."

Flopia mengangguk mendengar perkataan Langit. "Iya aku paham."

"Tapi sebenarnya ini hanya salah paham saja menurut aku. Cuma yaitu, bang Pram belum pernah jatuh cinta beneran sama wanita. Jadi sekalinya cinta sama kamu, dia merasa sakit hati mendapati orang yang dia cintai berbohong padanya."

"Waktu Pram bohong dan ketahuan selingkuh, aku maafin dia kok. Tapi kenapa giliran aku bohong sekali, dia nggak bisa maafkan?" Tanya Flopia tak terima.

"Yakin kamu langsung maafin bang Pram saat itu juga? Enggak kan? Kamu butuh waktu juga pasti." Langit mencoba memihak abangnya. Karena menurutnya Flopia juga turut ambil bagian dari permasalahan itu.

"Iya sih."

"Nah itu, bang Pram juga butuh waktu sama kayak kamu dulu."

Flopia menghela napas panjang. "Iya aku ngerti. Kalau gitu aku balik dulu deh."

"Kamu nggak bawa mobil kan? Aku antar aja, udah malam soalnya."

"Nggak usah. Aku pesan taksi aja."

"Serius?"

"Iya."

Langit mengantar Flopia ke depan kontrakan. "Taksinya udah dipesan?"

"Belum. Aku mau ke minimarket dulu ya, nanti aku pesan taksinya dari sana aja." Flopia pergi dan menyebrangi jalan untuk mencapai minimarket yang ada di depan kontrakan Pram.

Flopia sedikit terkejut saat melihat sosok pria yang ia kenal baru saja keluar dari minimarket tersebut. "Dito?"

Pria itu menoleh. "Hei," Sapanya tersenyum. "Kamu kok bisa ada di sini?"

"Aku habis dari kontrakan teman dan singgah ke sini karena mau beli sesuatu. Kamu sendiri?"

"Aku lagi perjalanan pulang dan singgah sebentar di sini karena haus. Jadi aku beli minuman." Dito menunjukkan belanjaannya.

"Oh."

"Kamu naik apa ke sini?"

"Tadi naik taksi. Pulang juga rencana naik taksi."

"Bareng sama aku aja. Lagian kita searah."

Flopia mengangguk. "Oke. Tapi aku masuk ke dalam bentar ya. Ada yang mau aku beli.

"Oke." Dito mengacungkan jempolnya.

Di lain sisi, Pram menyandarkan kepalanya di kursi mobil sambil memandang kontrakannya dari seberang jalan. Walaupun seminggu ini dia menghindari dari Flopia, tapi Pram selalu memantau keadaan wanita itu dari kejauhan. Pramuda kembali melihat jam di tangannya. Dia khawatir kenapa Flopia belum pulang juga sampai sekarang. Dia tahu karena lampu kontrakan tersebut belum menyala.

Seketika Pram menegakkan tubuhnya ke depan dengan mengernyit kala melihat mobil fortuner hitam memasuki halaman kontrakan rumahnya. Rahang Pram mengeras begitu Flopia dan pria yang bernama Dito keluar dari dalam mobil.

"Jadi selama kami berjauhan, dia masih berhubungan sama pria itu. Pria yang sama aku lihat. Harusnya dia jaga perasaan aku saat kami pisah seperti ini. Sial! Aku pikir, Flopia bakal merasa kehilangan kalau aku pergi."

Kedua tangan Pram mencengkram erat stir mobilnya Kini perasaannya sedang dipenuhi rasa emosi. Cinta yang baru saja tumbuh dihatinya pun mulai memudar menjadi benci. Dan kata yang seharusnya peduli seketika berubah menjadi tega.

"Haruskah aku menunjukkan bahwa aku lebih mampu untuk menghancurkanmu dan tidak peduli rasa sakit yang mungkin takkan pernah bisa kamu obati Flo?" Seru Pram dengan rasa kecewa dalam hatinya. "Baiklah. Akan aku tunjukkan padamu, bagaimana rasa sakit hati yang sebenarnya."

Pram meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.

*****

Hujan rintik menghibur kesendirian Flopia di kontrakan malam ini. Hubungannya dengan Pram semakin tidak jelas arah, seperti diterpa ombak, dibawa kesana kemari, tanpa tujuan yang jelas.

Ini hari kesepuluh mereka break dan benar-benar tak ada kabar darinya sama sekali, batin Flopia tersiksa. Benar-benar tersiksa. Flopia berusaha menyibukkan pikirannya dengan mengerjakan tugas kuliah yang super duper berat. Kini harinya tidak seceria dulu, tidak sesemangat dulu.

Suara deringan ponsel, menyadarkan lamunan Flopia. Dia segera membuka pesan gambar yang dikirim oleh Yessy. Flopia terdiam saat melihat gambar sahabatnya itu merangkul lengan seorang pria yang tidak lain adalah kekasihnya. Pramuda Prasaja.

Flopia langsung menekan nomor Yessy dan menghubunginya. Dia menggigit jari telunjuknya menunggu jawaban dari Yessy.

"Hallo?"

"Yessy kenapa Pram ada bersama kamu?"

"Memangnya kenapa?" Tanya Yessy santai.

"Pramuda itu pacar aku Yessy!"

"Terus? Belum jadi istrinya kan? Lagipula dia udah bosan sama kamu. Buktinya dia sendiri yang datang dan menghubungiku. Hem... sekarang aku tahu, kenapa kamu tergila-gila sama dia. Pram memang laki banget ya. Aku tadi kewalahan ngimbangi dia."

Flopia terduduk lemas di ranjang dengan kedua mata berkaca. "Nggak mungkin. Kamu pasti bohong. Kamu pasti lagi ngerjain aku kan?"

"Untuk apa aku bohong? Ini Pram lagi di kamar mandi. Duh, sayang aja tadi dia pakai pengaman. Padahal aku pingin dia ngeluarin di dalam aja. Biar aku hamil dan punya alasannya meminta dia untuk nikahi aku."

"Kalian di mana? Cepat beri tahu aku!"

Yessy tertawa mendengar bentakan Flopia. Lalu dia memberitahukan nama hotel itu.
Tanpa membuang waktu, Flopia langsung pergi. Beruntung gerimis malam itu mulai berhenti.

Di perjalan, Flopia berdoa di dalam taksi. Berharap Yessy dan Pram hanya bercanda untuk mengerjainya. Tapi yang jelas ini bukanlah hari ulang tahunnya. Flopia tidak percaya kalau sahabat dan kekasihnya tega berkhianat sekejam itu padanya.

Tepat jam sebelas malam, Flopia tiba di parkiran hotel yang disebut Yessy tadi. Dan benar saja, Flopia langsung melihat Pramuda dan Yessy keluar dari hotel dan berjalan ke parkiran. Dia segera menghampiri dua orang itu setelah membayar uang taksinya.

"Pram...." Panggil Flopia dengan suara lemah namun cukup di dengar telinga pria itu.

Dia menoleh ke samping dan melihat Flopia dengan ekspresi biasa.

"Pram... kamu... Yessy? Apa maksud dari semua ini? Katakan kalau semua ini cuma lelucon. Katakan kalau ini bukan seperti yang aku pikirkan." Tanya Flopia sambil menarik jaket Pram.

Pram memegang kedua tangan Flopia dan melepaskannya dari jaket miliknya. "Ini bukan lelucon. Ini seperti apa yang kamu pikirkan."

Flopia menahan tangisnya yang hampir pecah dan kembali membuka suara. "Tapi kenapa? Kenapa kamu melakukan ini? Bukankah kita hanya break sebentar? Dan kenapa harus sahabat aku Pram?"

"Jawabannya sederhana. Aku bosan sama kamu. Break itu hanya alasan aku aja. Dan kenapa Yessy? Karena dia cantik dan dia juga bisa memberi kehangatan sama aku."

PLAK!

Flopia melayang tamparan keras ke pipi Pram. Flopia terdiam, dadanya terasa sesak seperti ada ribuan ton batu yang menimpanya saat ini. Seperti sesuatu melilit jantungnya, dan menekan kuat dadanya hingga Flopia merasa kehabisan nafas. Kedua matanya memanas, seiring kuat tekanan didadanya. Tubuh Flopia lemas dan bergetar. Hingga akhirnya tangisnya pun pecah. Dia menangis histeris di depan dua orang itu. Hatinya benar-benar hancur.

Flopia berusaha mengumpulkan semua energi yang ia punya untuk berkata-kata. "2,5 tahun kita pacaran. 2,5 tahun aku menyerahkan kepercayaan. Dan 2,5 tahun kita saling menyayangi. Tapi kenapa kamu tega melakukan ini padaku? Kenapa?!" Teriaknya seraya memukul kuat dada Pram. Berharap pria itu kesakitan dengan pukulannya.

"Mungkin sikapku seperti anak kecil. Banyak maunya dan ingin selalu dimengerti. Tapi aku memang 'anak kecil' yang selalu bermimpi dan ingin mewujudkan mimpi. Mimpiku adalah bersama KAMU. Aku ingin hubungan kita berakhir dengan bahagia. Berpisah bukan karena adanya orang ke tiga. Tapi karena waktu dimana aku nggak lagi bisa bernafas dan berdiri untuk kamu. Bukan seperti ini Pram."

Flopia terus berbicara dengan berlinang air mata. Dia menyampaikan semua suara hatinya saat ini. "Hal tersulit yang aku rasa adalah dimana aku sakit terus bertahan denganmu. Namun aku juga nggak mampu hidup tanpa kamu. Kamu tahu kenapa? Katena aku selalu mempunyai alasan untuk mencintaimu tapi kamu selalu mempunyai alasan untuk meninggalkanku," Ujar Flopia sesenggukan.

Lalu dia memalingkan wajah ke arah Yessy. "Dan kamu Yessy. Aku pikir kamu adalah sahabat aku. Tempat aku bercerita suka duka selama ini. Tapi ternyata kamu seorang pengkhianat. Mungkin dikhianati orang lain tidak akan sesakit ini. Rasanya sakit sekali."

Sesaat keadaan hening. Dan tanpa aba-aba, Flopia melayangkan dua kali tamparan ke pipi Yessy.

PLAK! PLAK!

"Kalau orang lain mungkin cuma mata, telinga, tangan dan kaki yang dua. Tapi kenapa mukamu harus ada dua Yessy?! Kenapa!
Ternyata benar yang pepatah bijak katakan. Lebih baik banyak musuh daripada punya satu teman yang selama ini kita percaya tapi ternyata musuh dalam selimut. Terima kasih Yessy, mungkin ini hikmah berteman dengan orang sepertimu. Dan terimakasih Pramuda Prasaja. Darimu aku belajar bahwa orang yang menyakiti kita justru bukanlah musuh kita, melainkan orang yang sangat kita cintai. Terima kasih banyak."

Setelah itu Flopia pergi dalam keadaan hati yang hancur dan terluka. Bahkan Flopia mengurungkan niatnya untuk memberitahu pria itu, bahwa ia sedang hamil.

Flopia lebih memilih untuk diam. Sebab diam adalah cara untuk menunjukkan rasa kekecewaannya. Karena berteriak sekalipun kadar kekecewaan itu akan tetap sama.

Keesokan harinya, Flopia tidak masuk kuliah. Hari ini dia memutuskan untuk menghilangkan semua kenangan pria itu dari dirinya dengan cara menggugurkan janin yang ada di dalam rahimnya. Flopia sudah memikirkan itu sejak semalaman. Dia benci pada pria itu. Pram sudah menghancurkan hidupnya. Bagaimana mungkin dia mau mengandung benih dari pria itu? Terlalu banyak resiko yang dia ambil jika harus mempertahan janin tersebut.

"Apa anda sudah yakin dengan keputusan anda?" Tanya wanita paruh baya itu. Dia pemilik sebuah klinik bersalin yang menerima pasien aborsi.

Flopia memejamkan mata dan mengelus perutnya sambil meminta maaf pada calon anaknya itu. "Aku yakin dan siap," Jawabnya dengan tegas.

23-Juli-2017

Siapa yg harus disalahkan dalam cerita ini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top