19. Penolakan.

Dua tahun lebih menjalin hubungan bersama Pramuda, tak lantas membuat Flopia sepenuhnya percaya dengan lelaki itu. Ia selalu was-was setiap Pram tak membalas chat atau tak menjawab telepon darinya. Dan terkadang hal seperti itulah yang memicu pertengkaran diantara mereka berdua.

Seperti malam ini, Flopia sibuk menghubungi Pram yang belum pulang ke kontrakan. Setahun yang lalu Pram berhasil menyelesaikan masa pendidikan koas-nya, dan kini ia bekerja sebagai dokter umum di salah satu rumah sakit swasta yang ada di medan. Walaupun masih tenaga honor, tapi Pram senang bisa terjun langsung memberi pelayanan terbaik untuk pasien.

"Ingat Flo, yang namanya playboy susah dipegang janjinya. Kamu tahunya dia setia, tapi dia tahunya kamu bodoh. Bodoh karena percaya sama janji-janjinya. Lihat aja sekarang, udah hampir tiga tahun kamu dan Pram pacaran. Apa pernah ia ngomong serius mau dibawa ke mana hubungan kalian berdua? Think smart Flo!"

Ucapan dari Yessy siang tadi kembali terngiang di pikiran Flopia. Dia membenarkan perkataan sahabatnya itu. Pram tidak pernah mengungkit atau membicarakan tentang keseriusannya. Dengan kesal ia melempar ponsel miliknya ke dinding kamar.

Semakin hari ia bertambah cintanya.

Semakin hari ia bertambah posesif terhadap Pram.

Semakin hari ia bertambah takut jika kehilangan Pram.

Apapun yang Pram minta, ia selalu memberikannya. Baik itu cinta ataupun tubuhnya. Bahkan saat tertidur karena lelah dengan tugas kuliah, ia rela terbangun jika Pram ingin melakukan aktivitas ranjang. Tapi kenapa pria itu tidak bisa mengabulkan satu permintaan dari Flopia? Ia hanya meminta Pram untuk menjawab telepon ataupun membalas chat-nya.

Mendengar suara mobil Pram yang berhenti di depan kontrakan, ia langsung menghapus air matanya dan segera naik ke atas ranjang untuk berpura-pura tidur.

Tak berapa lama Pram membuka pintu kamar dan pandangannya terjatuh pada ponsel Flopia yang berserakan di lantai. Terdengar suara hembusan napas panjang dari bibirnya. Ia tahu, kalau kekasihnya itu sedang marah. Ini bukan pertama kalinya Flopia melempar ponselnya itu. Ya, Flopia memang hobi membuang barang apapun yang ada di tangan atau di depan matanya saat emosi.

"Kenapa lagi kamu? Bisa nggak sih, nggak lempar ponsel kalau lagi marah? Ini ponsel ke tujuh yang udah kamu rusak. Jangan karena kamu kaya, kamu jadi gampang buang-buang uang gitu aja. Setidaknya hargai jerih payah kedua orang tuamu!"

Flopia membuka selimut ditubuhnya dan menatap lelaki itu yang kini menatapnya juga. "Kamu nggak pernah tepati janji! Kenapa dari tadi pagi sampai malam ini nggak kasih kabar apapun ke aku?"

"Satu harian ini aku sibuk Flo," Jawab Pram sembari mengumpulkan kepingan ponsel Flopia di lantai.

"Sesibuk apa sih sampai nggak bisa pegang hp? Bahkan Presiden aja yang punya tanggung jawab untuk negara masih bisa pegang hp! Terus kenapa kamu nggak jawab telepon dari aku? Kenapa nggak balas chat dari aku?" Tanya Flopia secara beruntun.

Pram menghusap wajahnya dengan kasar. Diletakkannya kembali sisa ponsel yang rusak tadi. "Jadi kamu marah cuma karena itu?" Tanyanya tak percaya. "Aku tadi lagi nyetir Flo. Makanya nggak jawab telepon dari kamu. Nggak usah curiga terlalu berlebihan bisa?"

"Gimana aku nggak curiga kalau jawab telepon aja kamu nggak bisa! Dan tadi kamu bilang apa? Sibuk? Sibuk jalan sama cewek lain kan di mall? Ngaku aja Pram! Tadi siang Yessy bilang lihat kamu lagi berduaan sama cewek cantik di sana! Aku kurang apalagi sih? Kenapa kamu masih cari cewek lain?" Flopia tidak dapat lagi menahan kesedihannya. Hingga akhirnya dia menangis.

"Kamu mau ke mana?" Tanya Pram dengan menahan tangan wanita itu.

"Kemana aja asal nggak lihat muka kamu!"

"Terserah kamu mau percaya atau nggak, tapi yang jelas aku nggak selingkuh!"

"Terus cewek yang dilihat Yessy itu siapa Hah? Kuntilanak?!"

"Sial! Harusnya ini jadi kejutan buat kamu, eh malah jadi ribut gini sih." Pram bergerutu kesal sambil mengambil sesuatu dari dalam kantong celananya.

"Ini apa?" Tanya Flopia dengan suara parau karena habis menangis. Dia masih menatap kotak kecil bewarna merah yang ada di tangannya.

"Ya kotaknya dibuka kalau mau tahu apa isinya."

Flopia mengerucutkan bibir dan mengikuti perintah Pram. Begitu kotak tersebut terbuka, kedua mata miliknya langsung berbinar kala melihat benda bulat melingkar itu.

"Apa cincin ini untukku?"

Pram mengangguk tersenyum. "Iya untuk kamu. Nggak semahal dengan cincin yang dibeli Papamu sih, tapi aku membelinya dari hasil kerja kerasku selama ini. Niatnya tadi, mau kasih kejutan untuk kencan malam minggu nanti. Tapi kamunya keburu salah paham. Dan masalah cewek yang dilihat Yessy di mall, itu si Zee sahabat aku. Aku minta tolong sama dia untuk pilihkan cincin buat kamu."

"Sori." Flopia menunduk karena rasa bersalah menuduh Pram selingkuh.

"Ingat nggak? Gaji pertama kali waktu kerja aku kasih ke siapa? Ke kamu kan? Aku lebih milih kasih gaji itu ke kamu dibanding ke Mama aku. Kamu tahu artinya apa? Karena aku merasa kamu salah satu bagian penting dari hidup aku. Ini bukan gombal. Tidak sama sekali. Aku juga maklum kalau kamu jadi curigaan gini karena masa laluku yang playboy. Tapi sekarang aku berusaha menjadi pribadi yang lebih baik untuk kamu. Tolong kasih kepercayaan buat aku Flo, rasanya sakit setiap kali lihat muka kamu yang selalu curigaan terus ke aku."

"Iya maaf. Aku Cuma takut kamu tinggalin."

"Lagian ya, kenapa sih kamu suka banget menerima mentah-mentah informasi dari Yessy? Aku nggak suka kamu berteman sama dia. Kamu sadar nggak sih, setiap kita ribut itu pasti pemicunya selalu karena informasi yang salah dari dia. Dan yang bikin aku heran, dia kok bisa tahu segala aktivitas aku? Pergi kemana dan dengan siapa? Kamu nggak takut berteman sama orang kayak dia?"

Flopia menggeleng dan menghapus sisa air matanya. "Dia sahabat aku Pram. Yessy tuh emang enggak setuju dari dulu kalau aku pacaran sama kamu. Dia khawatir banget kalau kamu nyakitin aku, makanya Yessy jadi negatif terus ke kamu."

"Jadi Yessy suka jelekin aku gitu di depan kamu?"

"Iya. Dia bilang aku bego karena mau sama cowok brengsek kayak kamu. Dia juga bilang kalau kamu cuma pingin nidurin aku aja."

Kedua alis Pram yang tersusun rapi seketika menyatu. Dia tidak habis pikir, kenapa ada manusia seperti Yessy di dunia ini. "Sialan si Yessy! Di depan Flo, dia jelekin aku habis-habisan. Tapi di belakang Flo, dia ngejar aku kayak cewek cabe-cabean. Dasar serigala berbulu domba!" Ucapnya dalam hati.

"Yank... kamu maafin aku kan?" Tanya Flopia sambil memeluk tubuh Pram.

"Kok cincinnya belum dipakai?"

"Pasangin," Pintanya manja. Lalu dia tersenyum begitu cincin itu melingkar di jari manisnya. "Oh iya aku punya hadiah juga buat kamu," Ujarnya menggoda.

"Apa?"

"Aku beli bra baru. Warna hitam kesukaan kamu."

Flopia mengerlingkan sebelah matanya dan secara perlahan membuka baju. Pram bersiul sambil duduk di atas ranjang menatap kemolekan tubuh kekasihnya.

"Suka?" Tanya Flopia dengan sensual.

"Banget." Kedua tatapan Pram terfokus ke bra hitam yang menutupi dada wanita itu.

Pram hendak ingin membukanya, namun Flopia langsung bergeleng dan menahan tangannya. "Biasanya kamu yang dominan di atas ranjang, tapi biarkan malam ini aku yang menjadi ratunya."

"Okay." Pram membiarkan Flopia beraksi. Dia ingin tahu, seliar apa pemikiran wanita itu di atas ranjang.

"Hanya aku yang boleh menyentuh. Kamu harus diam dan pasrah. Mengerti?"

Pria itu memberi satu anggukan di kepala. Lalu Flopia mulai membuka kemeja putih milik Pram dan membuangnya ke lantai. Sekarang Pram sudah bertelanjang dada. Setelah itu Flopia menyuruhnya telentang dan menduduki perut Pram.

Pram begitu tersiksa karena tidak bisa menyentuh Flopia yang saat ini hanya memakai bra dan celana dalam senada. "Hisap," Perintah Flopia memberikan ibu jari tangan kanannya ke dalam mulut Pram.

Sementara tangan kirinya membuka kaitan bra di belakang punggung. "Pastikan tanganmu tetap di atas kepala baby," Seru Flopia lagi.

Pram berhenti menghisap jempol itu ketika melihat bra Flopia sudah tergeletak di lantai. "Mengapa berhenti? Tetap hisap jempolnya."

"Ini bukan hadiah Flo, ini namanya penyiksaan! Aku nggak mau hisap jempol, aku mau yang itu." Tunjuk Pram ke arah dada Flopia dengan isyarat matanya.

Flopia bergeleng tersenyum dan menunduk berbisik ke telinga Pram. "Dilarang protes Yank," Ucapnya sambil menekan kedua dadanya di dada pria itu juga.

Spontan Pram mengerang. "Shit! Shit! Shit!" Kedua tangannya menggenggam bantal di atas kepala. Apalagi saat bibir Flopia menggigit cuping telinga pria itu.

"Kamu belajar begini darimana?" Tanya Pram dengan mata terpejam.

"Dari video xxx yang ada di dalam laptop kamu. Nama foldernya keren, BIOLOGI REPRODUKSI. "

Pram tergelak. "Kamu nonton semua video yang ada di folder itu?"

"Sebagian." Lalu dia memiringkan kepala untuk menyatukan bibirnya dengan Pram.

Setelah puas mengeksplor bibir, kemudian ciumannya turun ke bawah tepat di puting dada Pram. Dia kulum dan hisap, persis seperti apa yang sering Pram lakukan padanya.

Pram menggeram dan tidak tahan lagi. Dengan cepat dia balikkan keadaan, kini tubuh Flopia sudah berada di bawah kukungannya. "Hey! Kamu curang Pram, aku belum selesai."

"Aku bisa impoten karena kelamaan nunggu foreplay dari kamu."

Flopia mendengus. "Dasar nggak sabaran!"

Pram turun sebentar dari ranjang dan mencari pengaman di dalam laci. "Sial! Kondomnya habis Yank."

Flopia menoleh. "Lah? Terus gimana?"

"Yaudah, tunggu aku beli keluar bentar."

"Kelamaan Yank, keburu nggak mood. Udah keluarin di luar aja nanti."

Walaupun sebenarnya Pram agak ragu, tapi karena napsu sudah lebih di depan. Pram pun menyerah. Ia kembali ke atas ranjang untuk bergabung dengan Flopia.


*****

Biasanya setiap malam minggu Pram dan Flopia akan berkencan seperti pasangan kekasih lainnya. Tapi tidak untuk malam minggu ini. Siang tadi Tama Mendraw menghubungi Flopia untuk pulang ke rumah mereka.

Dan di sinilah Flopia berada, duduk di meja makan bersama kedua orang tuanya tanpa ada Vina yang jadi wanita simpanan Papanya itu. Awalnya ia bingung, kenapa wanita itu tidak ikut bergabung makan bersama dengan mereka. Tapi Flopia langsung mendapatkan jawabannya saat itu juga.

Tama sedang berusaha menjodohkannya dengan seorang pria dewasa yang duduk tepat di sebelah kursinya.

Dito Hardiano, pengusaha muda tampan baru berusia 30 tahun inilah yang menjadi pilihan seorang Tama Mendraw untuk menjadi tunangan putrinya, yaitu Flopia.

Soal fisik tidak perlu dipertanyakan. Yang jelas Dito Hardiano jauh lebih tinggi, lebih mapan dan lebih tampan dari seorang Pramuda Prasaja. Namun sayang, semua pesona yang dimiliki pria itu tak lantas membuat Flopia meliriknya sedikitpun.

"Bagaimana kuliahmu?" Tanya Tama.

"Lancar, dua bulan lagi udah mulai nyusun skripsi."

"Bagus. Kalau begitu sebelum skripsi, kamu harus bertunangan dengan Dito. Dia lelaki terbaik dari semua kandidat yang sudah Papa pilih untuk kamu."

Spontan Flopia menjatuhkan sendok dan garpu ke piring dengan kuat. "Flo bisa pilih lelaki sendiri."

"Papa tidak menerima bantahan. Selama kamu masih makan dari kerja keras Papa, belanja dengan duit Papa, memakai fasilitas Papa. Itu artinya Papa berhak mengatur hidup kamu. Jangan bertingkah seolah Papa sedang menyodorkan racun dihadapan kamu. Dito adalah pria baik yang pernah Papa kenal. Dia pria dewasa yang bisa membimbing kamu nantinya. Papa sudah putuskan begitu habis wisuda, kamu dan Dito akan menikah."

Flopia membatalkan niatnya untuk membantah saat Mamanya memberi kode sebuah gelengan kepala untuknya. Lusi tidak mau ada pertengkaran di atas meja makan itu, apalagi di saat ada Dito Hardiano di sana.

Begitu selesai makan, Tama menyuruh putrinya itu untuk mengajak Dito mengobrol di ruang tengah rumah.

Flopia duduk sambil mengetukkan jarinya di sofa dan berfikir keras bagaimana cara untuk membuat pria yang ada di depannya ini tidak mau bertunangan dengannya.

Sementara Dito hanya tersenyum melihat kerutan di kening Flopia. Dia yakin sekali, bahwa saat ini Flopia sedang berusaha mencari alasan untuk menolaknya.

"Aku tidak menyukaimu, jadi tolong batalkan pertunangan ini."

Dito membasahi kedua bibirnya. Dengan tenang dia berkata. "Kamu belum mengenalku, jadi wajar jika belum suka. Kita bisa saling mengenal nantinya seiring berjalannya waktu."

"Aku tidak bisa memasak."

"Tidak masalah. Aku mencari calon istri, bukan calon pembantu rumah tangga."

Flopia mendengus. Dia berpikir alasan apalagi yang harus ia buat. "Tapi aku sudah memiliki seseorang. Aku sangat mencintainya lebih dari diriku sendiri."

Dito mengangguk paham. "Tidak masalah. Aku bisa bersaing sehat dengannya. Lagipula, apa kamu yakin kalau kekasihmu itu memiliki niat yang serius? Jaman sekarang banyak pria yang menawarkan hubungan pacaran tapi tidak berani menawarkan sebuah pernikahan. Apa tipe pria seperti itu yang kamu mau?"

"Dengar Dito, hubunganku dengan kekasihku begitu rumit. Tapi aku ingin mengakui suatu hal padamu. Karena ini menyangkut masa depan kita berdua."

"Apa itu?"

Flopia melihat sekitar ruang tamu, dia tidak ingin kedua orang tuanya mendengar pengakuannya itu. "Aku udah nggak perawan lagi. Aku dan kekasihku sering tidur bersama layaknya suami istri. Jadi tolong pikirkan lagi, apa kamu mau menerima wanita seperti aku? Kalau iya, maka aku tidak akan menolak pertunangan ini."

Jika tadi Dito Hardiano tenang menghadapi alasan Flopia sebelumnya, maka saat ini pria itu sudah terdiam di tempat dengan ekspresi yang tak terbaca.

27-Juni-2017

Jreng... Jreng... Akhirnya Dito muncul. Satu per satu tokoh lainnya juga akan muncul.

Gimana dengan part ini? Gila, gue ngetik ampe 2000 kata woy!!!! Gempor jari gue.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top