14. Komitmen?

Dentuman suara musik kian malam kian menggelegar. Para pengunjung pun seperti terhipnotis dengan dentuman musik DJ yang mengalun keras. Suasana terasa kian meriah dengan lagu-lagu remix yang berlangsung di XXX club.

Untuk sesaat Flopia berhasil melupakan segala permasalahan yang ia alami hanya dengan meminum dua gelas minuman yang beralkohol itu.

"Ayo Flo, minum segelas lagi." Yessy menawarkan gelas itu ke tangan Flopia.

Namun Flopia bergeleng menolak sambil memegang kepalanya yang terasa berat. Malam ini Flopia memakai pakaian yang begitu seksi sehingga mampu membuat para kaum adam meneguk air liurnya kembali saat melihatnya. Dengan rok mini yang super ketat dan baju tanpa lengan membalut tubuh Flopia yang begitu sempurna.

"Hai cantik," Sapa seorang pria yang menghampiri mereka berdua. Mata pria itu langsung tertuju ke arah wajah Flopia yang indah untuk dipandang. "Boleh bergabung?"

"Tentu," Balas Yessy tersenyum. "Kebetulan sahabat saya ini lagi banyak masalah dan butuh hiburan. Jadi tolong kamu hibur dia."

"Sumpah kepalaku terasa berat banget sekarang." Flopia menyandarkan kepalanya ke sofa.

"Rileks Flo... itu karena kamu belum pernah mencicipi minuman yang beralkohol. Gimana kalau kita berjoget di lantai dansa? Tubuhmu harus bergerak Flo, jangan duduk dan diam saja di sini." Yessy menarik tangan Flopia untuk berdiri bersamanya.

Flopia tersenyum dengan mata tertutup. "Nggak Yessy... aku di sini aja. Aku nggak sanggup berdiri, kayaknya bumi lagi berputar kalau aku membuka mata."

"Oke deh. Kalau begitu aku ke sana sendiri. Hey bung, bisa titip Flopia selama aku pergi ke lantai dansa?" Tanya Yessy sambil mengedipkan sebelah matanya pada sang pria.

"Dengan senang hati aku akan menjaganya."

"Baiklah, semoga bersenang-senang."

Yessy yang mengatakan dirinya adalah sahabat Flopia, pergi begitu saja meninggalkan sahabatnya dengan pria asing. Tentu hal itu dimanfaatkan sang pria. Dia merasa sedang mendapatkan harta karun saat melihat wanita secantik Flopia tengah mabuk dan duduk di sebelahnya.

Dengan berani dia mulai menyentuh kulit tangan Flopia yang begitu putih. Spontan Flopia membuka mata dan mencoba memandang orang yang berada di depannnya. "Pram? Kenapa kamu bisa ada di sini?" Tanyanya setengah sadar.

"Siapa Pram?" Sang pria bingung.

"Pergi, aku nggak mau lihat kamu!" Tangannya mendorong dada sang pria untuk menjauh darinya.

Bukannya menjauh tapi sang pria justru mendekat lagi padanya. Dengan gerakan cepat, dia mencium bibir Flopia. Dia memanfaatkan kondisi Flopia yang lemah sekarang ini. Dengan penuh nafsu bibirnya mulai mencicipi setiap inci leher putih nan mulus itu, sehingga mampu membuat Flopia duduk gelisah.

"Pram stop," Pintanya saat merasakan sebuah tangan yang meremas kuat dadanya.

"Kita butuh tempat yang lebih aman," Ujar pria itu menggeram.

Dia langsung membopong Flopia untuk keluar dari klub tersebut menuju parkiran mobil. "Kamu mau bawa aku kemana Pram?"

"Kamu nggak usah khawatir. Aku akan tunjukin apa itu surga duniawi padamu."

Begitu sampai di parkiran, sang pria langsung membuka pintu belakang mobil dan merebahkan tubuh Flopia di sana. "Benar-benar cantik sekali. Malam ini aku sangat beruntung mendapatkanmu," Ujarnya sambil memandang wajah Flopia.

"Itu orangnya!" Teriak Zee menunjuk pria yang berdiri di depan pintu mobil.

Baru akan memulai aksinya kembali, tiba-tiba ada yang menarik kerah bajunya sehingga dia menjauh dari mobil. "Dasar brengsek!" Pria itu langsung melayangkan kepalan tinjunya tepat ke wajah lawannya.

"Hajar terus Bryan! Pria kayak dia memang perlu dimusnahkan dari muka bumi. Bisa-bisanya dia memanfaatkan wanita yang sedang mabuk untuk dia tiduri!"

Setelah puas melayangkan pukulannya. Bryan pun berhenti dan membuka mulut. "Hey bung! Kamu nggak tahu cewek yang ada di mobil itu udah ada yang punya hah?!" Bentak Bryan sambil menginjak dada pria itu dengan telapak sepatunya. "Tunggu cowoknya datang. HABIS KAMU MALAM INI!"

Pria itu meringis kesakitan saat mendapatkan tiga pukulan di tubuhnya. "Ma--af... aku nggak tahu kalau dia sudah ada yang punya."

"Terlambat bung! Itu kekasihnya udah datang. Semoga nggak patah tulang ya." Bryan tersenyum dan menampar pelan pipi pria itu.

Pramuda setengah berlari menghampiri Zee dan Bryan di parkiran mobil. "Di mana Flopia?"

"Itu di dalam mobil. Dia mabuk banget. Dan ini adalah pria yang berusaha untuk melecehkan Flopia tadi." Zee mencoba menjelaskan.

Pram langsung menunduk ke bawah menatap pria yang tergeletak di tanah itu. "Bangun!" Dia menendang kaki sang pria. Namun tidak ada respon sama sekali.

"Sepertinya dia pingsan karena habis dipukuli oleh Byran," Ucap Zee menyimpulkan.

Pram jongkok di tanah dan membuka mata pria itu untuk memastikan kebenarannya. Pram mendengus kesal. Lalu dia menampar kuat pipi sang pria. "Bangun nggak?! Jangan pikir aku bodoh. Aku tahu kamu pura-pura pingsan. Cepat bangun atau
Aku akan menghabisimu detik ini juga!"

Pria itu tetap diam. Dia bingung bagaimana Pramuda tahu kalau dia pura-pura tidak sadarkan diri. Dia takut menghadapi kekasih dari Flopia itu.

"Ck! Keras kepala. Oke. Aku ikuti trik mu itu." Pram menoleh ke arah Bryan. "Kamu punya alat pemantik?"

Bryan mengangguk dan langsung mengambil alat itu dari kantong celananya. "Ini."

Pram menerima pemberian dari Bryan dan langsung menyalakannya pemantik itu tepat di mata pria yang tergeletak di tanah.

Pria itu langsung membuka matanya karena tidak tahan untuk berakting lagi. Dia beringsut mundur karena takut melihat Pram. "Maaf... sungguh aku tidak tahu kalau wanita itu sudah memiliki kekasih."

"Apa kamu menciumnya?"

"I--ya," Jawabnya ragu.

Beugh!

Satu pukulan mendarat di bibir pria tersebut.

"Berapa kali?" Tanya Pram santai.

"Ampun... tolong ampuni aku." Pria itu menangis dan memegang bibirnya yang sobek dan mengeluarkan darah.

Beugh!

Pukulan kedua kembali dilayangkan Pramuda. "Aku bertanya berapa kali? Tolong fokus ke pertanyaanku oke?"

Pria itu mengangguk kesakitan. "A--ku tidak ta--hu berapa kali. Aku minta ma--af. Sungguh pukulanmu sakit sekali. Tolong kasihani aku."

"Apa itu mobilmu?" Tunjuk Pram ke arah kanan.

"I--ya."

"Berikan kunci dan suratnya padaku."

"Apa?" Tanya pria itu kaget.

Pram yang kesal pun langsung mengangkat tangannya dan bersiap melayangkan tinjunya kembali.

Pria itu menutup wajahnya dan berteriak ketakutan. "Oke-oke... aku akan memberikannya tapi tolong jangan pukul aku lagi."

"Mulai detik ini, mobilmu menjadi milik kekasihku. Awas kalau kamu melaporkan ini ke polisi. Aku pastikan bibirmu itu tidak akan berbentuk lagi. Mengerti?"

"I--ya aku mengerti." Dia mengangguk lemah.

*****

Pram membaringkan tubuh Flopia di atas ranjang begitu sampai di kontrakan. Wanita itu meracau menggumamkan nama 'Pram' dengan kata kata benci dan penuh umpatan. Pram tidak suka melihat Flopia mabuk seperti ini. Dia juga tidak suka dengan pakaian terbuka itu. Membuat semua mata bebas menikmati tubuh kekasihnya.

Sebrengsek-brengseknya pria, dia tetap tidak akan mau wanita yang dia sayang disentuh pria lain. Cukup dia dan hanya dia yang boleh melakukan itu.

Dengan sabar dia mulai membuka high heels di kaki Flopia sambil mendengarkan panggilan wanita itu. "Pram... Pram? Jawab aku dong...."

"Iya aku dengar."

Flopia yang masih setengah sadar pun tertawa. "Kita lagi di mana? Kenapa lampunya berotasi Pram? Apa sedang terjadi gempa bumi? Atau dunia udah kiamat?"

"Kamu mabuk."

"Oh iya... aku mabuk ya?" Dia kembali tertawa dan mencoba bangkit bangun untuk duduk.

"Berbaring Flo, kepalamu pusingkan?" Tanya Pram berjongkok di depan Flopia yang duduk di pinggir ranjang.

Flopia memejamkan mata saat menikmati sentuhan tangan Pram di wajahnya. "Kepalaku memang pusing sekali. Tapi ada hal yang ingin aku katakan padamu."

"Apa?"

Flopia membuka matanya dan mencoba melihat jelas wajah Pram. Ditangkupnya wajah Pram dengan kedua tangannya dan tersenyum. "Nah kalau dipegang seperti ini, muka kamu nggak berotasi lagi." Lalu detik berikutnya Flopia menampilkan ekspresi wajah yang sedih. "Aku cinta sama kamu. Bisa tidak kamu jangan melirik wanita lain lagi? Mau ya Pram? Tolong jangan seperti Papaku."

Setetes demi setetes air mata itu mulai membasahi pipinya. "Dan mengenai kejadian waktu itu,  sejujurnya aku sudah tidak marah lagi. Aku ikhlas merelakan kesucianku padamu. Kamu tahu kenapa? Itu karena aku mencintaimu. Aku menangis bukan karena sudah tidak perawan lagi, tapi aku menunggu kata tanggung jawab terucap dari mulutmu. Aku begitu berharap kamu akan mengajakku menikah tapi yang kamu tawarkan berbeda. Tanggung jawab versi dirimu adalah dengan membiayai operasi perawan untukku." Flopia menundukkan kepala dan menangis terisak.

"Aku ingin kamu yang menjadi suamiku kelak tapi kamu tidak mengingkanku kan? Aku malu Pram... aku malu karena aku mencintaimu seorang diri. Aku malu karena tidak bisa membencimu. Dan aku malu karena mencoba menghindarimu agar kamu mencari tahu di mana keberadaanku. Aku terlihat seperti wanita murahan kan? Iya kan?" Tanyanya dengan suara bergemetar.

Pram langsung menarik tubuh Flopia ke dalam dekapannya. Dia tidak tahu jika Flopia bisa berpikir sejauh itu. Dalam hati Pram membenarkan perkataan Flopia tadi. Bahwa dia tidak bisa memberikan komitmen apapun yang lebih jauh lagi pada wanita itu. Dia sayang pada Flopia tapi Pramuda belum siap untuk sebuah pernikahan. Pram masih ingin berkarir dan menikmati masa mudanya sebelum mengikat janji seumur hidup dengan satu wanita.

"Maaf." Hanya satu kata itu yang dapat Pram ucapkan saat ini.

18-Juni-2017

Gimana part ini? Apa yang kalian rasakan?

Yang mau memaki dan mengumpat Pram silahkan. Dia memang tipe pria yang masih ingin bersenang-senang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top