Hello, Ex - 4

Double update! Sungguh aku sedang senang menulis cerita ini >_<

Jadi jangan lupa kasih vote dan komen kalian ya ^^

Author's Note: Girlband Pulchra ini udah aku jelasin member-membernya di It Starts With A Boxer. Dan beberapa tokoh di sini juga udah melipir ke beberapa cerita. Jadi kalau kalian baca semua ceritaku pasti kenal dan paham ^^

Playlist: Tamia - Officially Missing You

-- BATAS MANTAN --

Bara kesal bukan main begitu mendengar semua penjelasan Flamora di kafe. Sungguh, dia tidak menyangka Davina akan berbuat kotor seperti itu hanya untuk menjauhkan Nerakasara darinya. Mendengar bagaimana Nerakasara diancam dan dibuat menderita selama ini, dia tidak bisa tinggal diam. Inilah kenapa dia langsung datang ke rumah yang ditempati semua personel girlband Pulchra terkecuali Chanel dan Heelsara. Kedua perempuan itu mulai menempati apartemen sendiri dan hanya sesekali datang jika ada rapat penting. Bara akan membuat perhitungan dengan Davina.

Andai saja Flamora tidak takut dengan Davina mungkin kehidupannya dengan Nerakasara akan berbeda. Dia tidak bisa menyalahkan Flamora yang tidak mengatakan apa-apa selama bertahun-tahun, tapi dia tidak menduga Davina seburuk ini. Kalau saja dia tahu lebih awal, mungkin Nerakasara tidak akan pernah berprasangka buruk dengannya sampai sekarang.

Tepat pada saat Bara masuk setelah dibukakan pintu oleh pembantu rumah dia menyaksikan Chanel menampar keras pipi Davina. Dia yakin Chanel semarah itu karena Nerakasara adalah sahabatnya. Juga, Jonathan pasti sudah membeberkan tentang ancaman Davina.

"Dasar rubah licik!" umpat Chanel. "Gue pikir lo beneran baik ternyata lo lebih busuk dari sampah!"

"Chanel cukup," bujuk Candy tidak tega.

"Cukup? Bertahun-tahun Nera pendam semua ancaman Davina. Dia nggak pernah cerita. Gue bahkan nggak tau apa-apa kalo Davina sejahat ini. Ternyata grup kita ini penuh dengan kepalsuan. Gue sampai nggak tau sifat aslinya," maki Chanel semakin marah.

Bara berjalan mendekat. Dia tidak ingin Chanel mengamuk lebih parah lagi. "Chanel, saya mau bicara berdua sama Davina. Boleh, kan?"

Chanel membuang muka. "Bawa sana setan terkutuk kayak dia."

Bara melihat pada Davina yang memegangi pipinya. "Saya mau bicara berdua sama kamu di luar." Melihat Davina mengangguk, Bara memandu jalan lebih dulu agar segera diikuti.

Beberapa menit mencari tempat yang tepat Bara memutuskan berbincang di depan pintu rumah-tidak sampai melewati gerbang rumah yang tinggi. Sebelum mulai bicara Bara memandangi mata Davina yang berkaca-kaca.

"Saya akan bicara pada intinya. Kenapa kamu mengatakan kita punya anak berdua? Saya aja nggak pernah melakukan apa-apa dengan kamu," mulai Bara.

"Itu..." Davina menggantung kalimatnya. Air matanya lebih dulu jatuh menghentikan kalimat selanjutnya yang akan keluar.

"Saya nggak nyangka kamu setega itu mengatakan pada Nera kalo kita berdua punya anak. Parahnya lagi kamu mengatakan itu setelah satu tahun pertunangan saya putus. Kamu juga menyuruh Nera menjauhi saya dengan mengancam akan menjatuhkan nama baik saya kalo dia nggak nurutin keinginan kamu. Kenapa sih kamu melakukan itu?" lanjutnya.

"Kamu tanya kenapa?" Davina manatap Bara dengan tatapan nanar. "Aku mencintai kamu, Bara! Kenapa sih sampai sekarang kamu nggak pernah lihat ketulusan aku? Apa sih hebatnya Nera? Kelakuannya aja kayak perempuan murahan!"

"Jangan pernah ngatain Nera. Jaga bicara kamu." Bara menatap tajam, dingin, dan tak bersahabat. Rasa kesalnya sudah mencapai batas paling tinggi. "Kamu mau tau kenapa saya mencintai Nera sampai sekarang? Itu karena dia spesial. Kamu nggak bisa menempati posisi Nera di hati saya. Sedikit pun nggak. Apalagi setelah kejadian seperti ini. Saya malah berharap nggak pernah kenal sama kamu."

Davina spontan menampar Bara. "Kamu jahat. Aku udah suka sejak bekerja sebagai sekretaris kamu. Setiap kamu sibuk, kesusahan, aku selalu ada. Apa Nera selalu ada?"

Bara menarik senyum santai. "Ada. Dia selalu ada untuk saya tapi kamu nggak pernah tau. Saya harap setelah ini kamu sadar diri akan sesuatu."

"Sadar diri?"

"Minta maaf sama Nera."

Davina tertawa seperti orang gila. "Ha-ha! Minta maaf? Aku nggak akan minta maaf. Bagus juga bisa memisahkan kalian. Nera nggak pernah pantas bersanding sama kamu."

"Terserah kalo kamu nggak mau minta maaf. Saya akan menjelaskan semuanya sama dia." Bara menatap Davina muak. "Keluar dari grup Pulchra."

"Kamu nggak berhak atas itu."

"Saya udah bilang sama kakak saya untuk memutus kontrak dengan kamu. Jangan kamu pikir saya nggak bisa melakukan hal itu. Kamu belum lupa siapa saya, kan?"

Davina melotot tajam. "Hanya karena seorang Nera kamu berani mendepak aku dari grup? Laki-laki macam apa kamu. Apa kamu nggak takut persepsi orang kalo aku kasih tau semua ini? Agensi memutus kontrak cuma karena perselisihan soal cinta. Basi, kan?"

"Persepsi orang? Saya nggak peduli. Saya akan melakukan apa pun untuk Nera supaya dia tau perasan saya. Kalo kamu masih ingin bertahan di grup ini, minta maaf sama Nera atas kepalsuan berita yang kamu bicarakan. Kalo nggak, silahkan keluar. Kamu aja bisa mengancam Nera, kenapa saya nggak bisa mengancam kamu? Impas, kan?" Bara tersenyum licik. Dia melihat Davina mengepal tangan kesal dengan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Marah dan kesal. Dua hal itu yang setidaknya sangat jelas ditunjukkan Davina padanya. "Kamu punya waktu seminggu untuk memikirkan itu. Saya permisi."

"Dasar brengsek! Kamu brengsek, Bara!"

Bara tidak peduli. Yang dia pedulikan adalah bagaimana caranya menjelaskan kepada Nerakasara. Mantannya telah menyimpan rahasia ini sendirian selama bertahun-tahun. Semoga saja semua ini belum terlambat.

💍 💍 💍

Nerakasara duduk menyeruput jus jeruk yang baru datang. Ada dua laki-laki yang duduk berhadapan dengannya yaitu, Pangeran Dan Tanujaya dan Afanji Tanujaya. Kedua laki-laki itu mengajaknya bertemu entah untuk membahas apa.

Tiba-tiba Fanji menyodorkan paper bag berukurang sedang kepada Nerakasara. "Ini hadiah dari gue, Dan, dan Sultan buat lo sebagai rasa terima kasih karena udah bantuin dua minggu lalu."

"Apa nih? Bom ya?" canda Nerakasara. "Gue buka ya. Btw, kenapa Sultan nggak ikut? Baru mau gue godain."

"Jangan digodain deh, nanti dia bisa naksir beneran," saran Fanji agak ngeri.

"Kenapa? Takut kena tipu muslihat kayak lo yang kehipnotis sama pesona kakak gue?" goda Nerakasara meledek. Wajah Fanji mendadak merah. "Dasar gagal move on! Balikan sana kalo masih cinta. Dipendam mulu bikin hati jamuran, lho!"

"Berisik! Buka hadiahnya aja sana," kata Fanji malu.

Nerakasara membuka hadiah yang diberikan. Tak disangka ketiga laki-laki itu memberikan tas Hermes keluaran terbaru. "Keluarga Tanujaya patungan nih beliin gue tas ini?"

"Buka tasnya dong, Ner. Lo bisa lihat dua hadiah lain di dalamnya. Tas itu hadiah dari Pangeran," jelas Fanji.

Nerakasara membuka tas yang diberikan. Matanya semakin cerah mendapati ponsel keluaran apel digigit yang paling baru, dan kalung keluaran Tiffany & Co. "Kalo begini caranya sih gue rela deh bantuin kalian lagi. Ya, lumayan kan kalo gue nggak punya uang bisa jual tiga barang ini."

"Wah... ini anak bener-bener."

Pangeran tertawa kecil. "Pokoknya gue sama yang lain berterima kasih banget. Oh, ya, gue masih punya satu hadiah." Dia mengambil paper bag berukuran kecil dari bawah meja, lalu meletakkan di atas meja dan menyodorkan pada Nerakasara. "Ini tolong kasih buat Bara."

Nerakasara mengangkat satu alisnya. "Buat Bara?"

"Bara bantuin kita juga," beber Pangeran.

"Hah? Gimana? Maksudnya? Coba ulangin," tanya Nerakasara terheran-heran.

"Sebenarnya sih Bara bantuin secara nggak langsung. Setelah Aji minta maaf sama istri gue sambil nangis-nangis dan bersimpuh, seminggu kemudian Aji dipecat dari kantor. Berhubung Fanji kenal sama yang punya perusahaan, dia tanya kenapa Aji dipecat. Ternyata Bara datang ke kantor itu, dan nunjukkin video si Aji lagi remas bokong lo. Ya, berhubung yang punya perusahaan takut sama Bara jadinya dia pecat Aji. Begitulah ceritanya sampai akhirnya Aji minggat ke luar negeri. Mungkin karena takut sama Bara," cerita Pangeran.

Nerakasara menganga sambil mencoba mencerna setiap kalimat yang lolos dari mulut Pangeran. Dia masih tidak percaya. Bagaimana bisa Bara tahu persoalan remas bokong itu?

"Tunggu, tunggu. Ada yang aneh nih. Kok bisa dia punya rekaman video bokong gue diremas sama Aji? Bukannya kita melakukan itu cuma untuk jebak si Aji?" tanya Nerakasara ingin tahu.

"Itu juga yang gue mau tau. Entah dari mana Bara punya video itu. Fanji, Sultan, ataupun Sekar nggak ada yang kirimin video ke Bara. Ini masih jadi misteri," jawab Pangeran.

Nerakasara ikut penasaran. "Aneh juga. Tapi kenapa semua orang takut sama Bara sih? Dia kan soft banget kayak pembalut. Mana mungkin berani mukulin orang."

Fanji geleng-geleng kepala. "Ampun deh mulut nih anak nggak ada filternya. Bahasanya yang keren dikit kenapa sih. Kayak kue bolu kek. Masa disamain sama pembalut. Aduh, nyebutnya aja udah malu gue."

"Salah lo juga diucapin. Bodoh deh."

"Tapi nggak gini juga, Marmut."

Pangeran menyela, "Bara mungkin melakukan ini karena masih cinta sama lo, Ner. Kalo nggak ya buat apa bertindak kayak gitu. Buang-buang waktu aja."

"Sok tau lo kayak detektif," sembur Nerakasara.

"Iya deh, gue memang sok tau. Maka dari itu gue ngundang Bara ke sini buat gabung sama kita," kata Pangeran tersenyum penuh arti.

Nerakasara terbelalak. "WHAT THE F?!" Dia mendadak panik. Celingak-celinguk seperti orang takut ketahuan sedang mencuri. "Aduh, kenapa nggak bilang? Gue kan belum pakai lipstick. Ini pasti bibir merah gue udah-eh, tunggu. Kenapa gue harus pakai lipstick segala?" Nerakasara bermonolog sendiri tanpa sadar, membuat Fanji dan Pangeran menahan tawa.

"Biar dicium Bara gitu?" ledek Fanji, yang kemudian ditimpali Pangeran. "Atau, mau goda Bara dengan warna lipstick merah darah khas lo?"

"Berisik! Sejak kapan gue bahas soal lipstick? Mungkin lo salah dengar," elak Nerakasara.

Pangeran dan Fanji tidak menanggapi. Mereka berdua menyadari kedatangan Bara yang baru saja memasuki restoran. Mereka kompakan tidak mengatakan apa-apa. Beruntungnya Nerakasara duduk memunggungi pintu jadi tidak sadar Bara sudah berjalan mendekat.

"Hai, Sayang," sapa Bara iseng ketika sudah berdiri di samping Nerakasara.

Nerakasara menoleh cepat dan spontan membalas, "Hai, Beb-shit!" Dia buru-buru mengatup mulutnya.

"Kangen ya manggil aku 'Beb'?" goda Bara semakin menjadi.

"Pede lo!"

Bara duduk di samping Nerakasara yang kebetulan kosong dan memang sengaja disiapkan Pangeran dan Fanji. Kedua laki-laki itu menahan tawa melihat Nerakasara salah tingkah. Tidak perlu orang yang pintar membaca perasaan orang lain, mereka sudah tahu Nerakasara masih cinta juga sama Bara.

"Tadi Neraka mau pakai lipstick waktu tau lo mau datang," beber Pangeran dengan senyum jahilnya pada Nerakasara.

Bara menoleh pada mantannya, menarik senyum menggoda, melempar tatapan nakal yang biasa dia tunjukkan pada Nerakasara dulu. Sambil bertopang dagu, dia berkata, "Kamu kangen cium bibir aku?"

Nerakasara tercengang. Detik berikutnya memundurkan tubuhnya sedikit. Berkat tindakan barusan ujung sikunya tak sengaja menyenggol ponselnya sampai jatuh menghantam lantai yang keras. Segera dia memundurkan kursi, lalu berjongkok mengambil ponselnya. Sialnya gantungan ponsel kesayangan sampai terlepas dari tempatnya dan masuk ke dalam kolong meja. Dia meraih gantungan itu setelah mengambil ponselnya. Tiba-tiba ponselnya bergetar mendapati pesan masuk.

Mukanya merah? What? Whaaaaat?! "Dasar ekspresi sialan! Kok bisa-bisanya merah di saat begini?" Nerakasara bermonolog sendiri sambil menepuk-nepuk pelan kedua pipinya. Sedetik kemudian ada pesan lain yang masuk.

Merasa malu sendiri, Nerakasara langsung mengangkat kepala. Bodohnya kepalanya langsung terbentur bagian meja karena belum keluar dari kolong meja. "Aduh!" rintihnya sakit.

"Ner, gue sama Pangeran pamit ya!" kata Fanji.

"Eh, tunggu dulu--aduh!" Nerakasara menabrak meja lagi untuk kedua kalinya.

Pangeran dan Fanji tertawa menikmati hal-hal seperti ini. Mereka berdua belum mau pergi, hanya ingin menggoda Nerakasara.

Bara melongok ke bawah meja. "Kamu baik-baik aja? Kepala kamu habis kebentur dua kali, kan?"

"Kalo udah tau ya tolongin dong. Sakit tau!" sungut Nerakasara sebal. Sadar akan ucapan sebelumnya dia meralat, "Eh, nggak usah. Gue bisa nolong diri sendiri." Tak ada semenit dia langsung keluar dari kolong meja dan duduk di tempatnya semula.

Nerakasara melempar tatapan tajam yang siap menghunus siapa saja. Di depannya dia lihat Pangeran dan Fanji menahan tawa. Dia mengucapkan kalimat dengan isyarat bibirnya sambil terus memelototi kedua laki-laki itu. "Setelah ini, tamat riwayat lo berdua!"

💍 💍 💍

Jangan lupa kasih vote dan komentar kalian ^^

Sejauh ini, gimana menurut kalian cerita Hello, Ex-Fiance? Seru nggak? hehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top