Hello, Ex - 3
Rutin kan updatenya? hehe jadi jangan lupa vote dan komen kalian ya ^^
Playlist Chapter ini: Lady Antebellum - As You Turn Away
•
•
Nerakasara baru saja kembali dari kamar mandi. Lebih dari lima belas menit dia meninggalkan meja kerjanya karena sakit perut yang tidak tahu waktu. Ini efek makan yoghurt dan buah stroberi. Sekarang perutnya sudah merasa lega, dan dia dapat duduk kembali. Baru saja bokongnya menyentuh kursi, ada telepon masuk. Bosnya menyuruh masuk ke dalam membawakan beberapa berkas. Tanpa mau membuang waktu lebih lama, dia mengambilkan beberapa berkas dan masuk ke dalam ruangan bosnya. Sebagai sekretaris yang rajin, dia harus menurut. Satu-satunya di keluarga yang bekerja untuk orang lain hanya dirinya. Sisanya memiliki usaha sendiri. Mungkin Nerakasara terlalu betah menjadi sekretaris selama enam tahun. Bekerja di perusahaan ini dia baru dua tahun.
Seiring suara yang mempersilakan masuk setelah dia mengetuk pintu, Nerakasara masuk ke dalam. Tubuhnya bereaksi alami mundur selangkah saat melihat sosok yang tak lagi asing. Handuka! Ya, Tuhan... sejak kapan ada manusia itu di sini? Apa jangan-jangan Handuka mencari tahu tentangnya dan ingin melaporkan kepada bos? Aduh, memikirkan bagaimana dia memanfaatkan Handuka kemarin rasanya malu. Juga, senyuman laki-laki itu seperti mengandung banyak arti. Bisa baik, dan buruk. Tuhan... tolong buat Handuka amnesia mendadak.
"Duduk dulu, Sara. Berkasnya letakkan di meja. Ada yang ingin saya bicarakan," kata Onde Asmorojati—bosnya Nerakasara.
"Baik, Pak."
Nerakasara duduk di sofa yang ditunjuk Onde. Begitu bokongnya sudah nyaman, Onde menarik senyum mencurigakan. "Sebelum saya umumkan ke semua orang, saya ingin memberitahu kamu lebih dulu. Kamu udah bekerja untuk saya selama enam tahun ini. Saya berterima kasih sama kamu, Nera."
"Pak... perusahaan kita nggak bangkrut, kan?" potong Nerakasara panik.
Onde tertawa cukup geli. "Nggak kok. Perusahaan kita masih baik-baik aja. Saya bicara begini karena ingin memperkenalkan bos baru sama kamu. Keponakan saya Jermaine Handuka Asmorojati ini akan menggantikan posisi saya. Jadinya kamu akan bekerja untuk dia." Dengan menepuk pundak Handuka santai, dia menatap Nerakasara yang duduk manis.
"HAH?!" pekik Nerakasara spontan. Sadar akan pekikan sialan tadi, dia buru-buru menunduk. "Ma-ma-maaf, Pak. Saya kaget karena nggak nyangka Bapak nggak bekerja lagi."
Ya amplop! Kalau tahu dia akan menjadi sekretaris Handuka seperti ini, dia takkan berani mencium, memeluk, bahkan memperalat laki-laki itu. Aduh, mau ditaruh mana wajahnya kalau sudah begini? Kalau bersembunyi di balik panci pun tidak muat. Rasa malunya sudah kelewat besar. Kenapa bosnya tidak pernah cerita punya keponakan seganteng ini sih? Kenapa cuma menceritakan anak-anaknya saja? Arrghhh! Dia bisa gila sekarang!
"Saya pikir kamu kaget karena keponakan saya terlalu ganteng beda sama saya," canda Onde dengan tawanya.
"Bu-bu-bukan, Pak."
"Kok kamu gelagapan gitu? Keponakan saya kelewat ganteng ya?"
Handuka terkekeh. "Saya udah kenalan sama Neraka, Om."
"Oh, ya? Kok nggak bilang? Kenal di mana?" tanya Onde penasaran. Pandangannya beralih pada Nerakasara yang menunduk saja. "Aduh, Nera. Jangan nunduk mulu takut dikira saya galak. Kamu kenal Handuka di mana? Kenapa nggak bilang dari awal?"
"Neraka ini pacar saya, Om," jawab Handuka iseng.
"Eh?! Serius? Sejak kapan? Kenapa Om baru tau sekarang? Kalo tau kamu pacaran sama Nera, Om langsung nikahin kalian. Cocok nih. Nikah aja deh jangan pacaran doang," cerocos Onde lebih cerewet dari biasanya.
Nerakasara bergumam pelan. "Pacar palsu."
Handuka menggeleng. "Saya bercanda, Om. Saya sama Neraka kenal lewat acara amal kemarin. Om menyuruh saya datang dan nggak sengaja ketemu sama Neraka di sana."
"Oh, gitu. Om pikir beneran pacaran. Kalaupun pacaran Om setuju kok." Onde menarik senyum setuju ketika melihat Nerakasara yang masih menunduk. "Oh, ya, jangan panggil Neraka dong. Om berasa lagi diceramahin soal dosa dan disuruh ingat ada neraka."
"Kalo begitu saya panggil Sara aja." Handuka melempar senyum manis pada Nerakasara.
Nerakasara tidak bisa mengatakan apa-apa. Menjadi pendiam sangat diperlukan dalam situasi canggung seperti ini. Kenapa dunia harus sempit kayak gini sih? Bikin emosi saja!
"Ayo, keluar. Kita umumkan dulu kepada pegawai yang lain." Onde sudah bangun dari duduknya, yang kemudian disusul oleh Handuka. "Ayo, Nera. Kamu ikut juga. Berkasnya bisa kita urus nanti."
Nerakasara ikut bangun. Setelah Onde melangkah keluar ruangan, Handuka memberi ruang padanya supaya keluar lebih dulu. Pada saat Nerakasara hendak melewati tubuh Handuka, ada kalimat yang keluar. "Kita akan bekerja sama, Sekretaris Sara."
Mati sudah. Nerakasara ingin kabur ke planet Pluto saja. Malu. Ini lebih malu dari apa pun! Dan setidaknya dia tahu kalau ternyata urat malunya belum putus.
💍 💍 💍
Seminggu sekali Bara akan meluangkan waktunya untuk berlibur ke luar kota atau luar negeri. Pekerjaannya sebagai penerus ayahnya di perusahaan High Mount—rumah produksi film—tentu sangat melelahkan. Terkadang Bara tidak ada waktu istirahat demi memikirkan film menarik seperti apalagi yang akan dikeluarkan rumah produksinya. Liburan kali ini diurungkan. Bara ingin beristirahat di rumah saja.
Bara duduk menunggu di mobil. Dia sudah berada di pelataran parkiran kantor Nerakasara sejak satu jam yang lalu. Dia ingin menemui mantannya. Walau bukan membahas permintaan sang ibu, setidaknya ada yang perlu dia bahas mengenai perasaan. Tepat saat melihat Nerakasara keluar, dia langsung keluar dari mobil.
"Nera! Nera, tunggu!" panggil Bara sembari berlari mengejar mantannya.
Nerakasara melengos dan pura-pura tidak dengar. Namun, Bara berhasil menarik tangannya hingga dia terpaksa berhenti.
"Apa sih? Gue udah bilang kemarin jangan ganggu gue lagi," tegas Nerakasara.
"Aku mau jelasin beberapa hal sama kamu."
"Soal apa? Nikah?"
Bara menarik senyum lebar. "Kalo kamu mau aku bahas soal itu, aku dengan senang hati bahas sekarang juga."
Nerakasara salah tebak. Rupanya bukan itu yang akan dibahas Bara. Lalu, apa? Berpura-pura tidak paham, dia berkata, "Bahas soal pernikahan lagi, kita musuhan selamanya."
"Jadi selama ini kita nggak musuhan?"
Argh! Sial! Bara kenapa sih? Batin Nerakasara gemas.
"Buruan mau bilang apa."
Bara tak berhenti menarik senyum selama memperhatikan Nerakasara yang terlihat lucu. Perempuan berumur 28 tahun itu adalah sosok yang tak pernah pergi dari hatinya. Meskipun mereka sudah berpisah enam tahun lalu, tapi Bara tidak sanggup melepas Nerakasara. Permintaan ibunya menjadi peluang besar baginya untuk mengajak Nerakasara kembali.
"Aku nggak akan bahas soal pernikahan sekarang. Seperti yang kamu udah tebak tadi, aku mau kamu tau soal perasaan aku. Selama ini kamu taunya aku cinta sama Davina, tapi kenyataannya aku cinta sama kamu. Aku masih sangat amat mencintai kamu, Nera," ungkap Bara akhirnya.
Nerakasara diam memandangi iris hitam pekat Bara. Apa dia merasakan ketulusan dan kesungguhan laki-laki itu? Iya, dia merasakannya. Namun, ada hal yang membuat hatinya meragu.
"Apa lo yakin?"
"Yakin. Kenapa sih kamu menganggap aku mencintai Davina?"
Nerakasara mencoba tenang dan menahan emosi yang muncul. "Jelasin kenapa ada rumor yang bilang lo sama Davina pacaran? Kenapa lo sering datang ke basecamp tempat Davina tinggal? Kenapa lo baru mengutarakan perasaan lo sekarang?"
"Aku akan jelasin tapi jangan dipotong. Oke?" Bara memegang kedua sisi pundak Neraksara, mengusapnya lembut dengan menunjukkan tatapan meyakinkan mantannya. Nerakasara mengangguk. Bara bernapas lega. Inilah saatnya.
"Gosip itu muncul setelah antar Davina pulang. Aku nggak cuma antar Davina soalnya di mobil ada Candy dan Flamora juga. Tapi nggak tau gimana beritanya cuma ditulis aku antar Davina. Aku sama Davina nggak pernah pacaran. Kenapa aku sering datang ke basecamp? Itu karena disuruh Papa untuk nanya ke semua personel Pulchra apa yang mereka butuhkan. Ini bukan soal keperluan sehari-hari, tapi seperti mobil atau sopir. Papa ingin memperlakukan mereka semua dengan baik. Jadi bukan cuma ketemu Davina karena ada personel lain yang tinggal di sana. Kenapa baru sekarang? Soalnya kamu selalu menghindari aku," jelas Bara panjang lebar.
Nerakasara diam sebentar. Ada hal lain yang masih mengganjal di hatinya namun sulit diutarakan. "Oke, gue paham."
"Apa kamu masih nggak percaya?" tanya Bara.
"Sedikit."
"Apa yang harus aku lakukan supaya kamu percaya?"
Nerakasara menggeleng. "Nggak ada. Lo udah selesai, kan? Gue mau pulang."
"Belum. Aku mau tanya soal laki-laki kemarin. Dia siapa?" tanya Bara penasaran.
"Pacar gue. Gue udah move on, Bara. Masa lalu ya udah biar jadi kenangan aja. Gue nggak mau bahas soal yang udah lewat. Makasih untuk semua hal yang udah lo utarakan tadi. Kita cukup jalani apa yang ada sekarang. Gue benar-benar minta maaf sama Tante Arisya nggak bisa memenuhi keinginannya," ucap Nerakasara penuh alasan dan kebohongan.
"Bohong. Aku selalu cari tau tentang kamu. Semua orang bilang kamu nggak punya pacar. Apa ini cuma alasan kamu supaya aku menjauh?"
"Memangnya semua orang harus tau gue punya pacar?"
"Itu..." Bara kebingungan harus menjawab apa. "Ya, intinya aku tau kamu nggak punya pacar."
"Mulai sekarang berhenti ganggu gue. Kalo mau berteman boleh aja asal nggak bahas soal masa lalu. Dan asal lo tau, pacar gue lebih baik dan perhatian dibandingkan lo. Jadi tolong jangan merusak apa pun. Gue mohon," ucap Nerakasara dengan tatapan serius.
"Aku kurang perhatian?"
"Iya. Memangnya kenapa kita pisah? Itu karena lo terlalu sibuk sama urusan lo. Gue tuh kesepian, dan banyak hal yang ingin gue lakukan bersama lo tapi apa? Lo terlalu sibuk mengurus pekerjaan. Siapa juga yang tahan sama orang sok sibuk. Kesempatan lo bersama gue udah lewat. Gue udah kasih semua kesempatan itu untuk orang baru. Gue capek menunggu, capek sabar, dan capek akan semua hal selama sama lo. Pokoknya jangan ganggu gue lagi," ungkap Nerakasara.
Setelah bertahun-tahun hanya memendam apa yang dirasakan, akhirnya semua itu keluar begitu saja. Kemudian, Nerakasara berbalik badan dan meninggalkan Bara tanpa pamit. Dia memang capek meski belum pada tahap menyerah. Kalau boleh jujur, dia masih ingin memberi Bara kesempatan. Hanya saja ada hal yang memberinya batas untuk melakukan itu.
Bara diam mematung memandangi kepergian Nerakasara. Semua ucapan yang dilontarkan padanya menusuk sampai dadanya sesak. Kenapa Nerakasara baru mengutarakan hal ini sekarang? Kenapa perempuan itu mengatakan ingin berpisah karena mereka tak lagi cocok? Mata Bara berkaca-kaca. Masih meratapi kebodohannya, ponsel bergetar. Bara langsung mengangkat panggilan yang tak lain dari Jonathan.
"Halo? Kenapa, Jo?"
"Keliatannya kita harus ketemu sekarang. Ini penting," jawab Jonathan di seberang sana.
"Ada apa?"
"Ini soal Nera. Gue baru tau dari Flamora."
"Kenapa sama Nera? Gue nggak paham. Coba jelasin lebih detail sedikit sebelum ketemu."
"Gue dengar Davina ngancem Nera." Jonathan memberitahu. "Lo susul gue di Virgorian Café ya. Gue tunggu di sini. Ada Flamora juga."
Bara memekik tidak percaya. "Apa lo bilang?!"
💍 💍 💍
Jangan lupa kasih vote dan komen semuanya ^^
Well, Nerakasara sedikit lebih mending dibanding yang lain. Kalau kalian sadar, pasti akan merasa begitu wkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top