Langit ~ 18
Gara-gara insiden selang infus itu, aku jadi tidak mendapat jatah. Mana susah lagi bujukin Desember untuk berhubungan badan. Benar-benar sial!
Pagi ini aku sudah diperbolehkan pulang. Pak Maman, supir pribadi Papa yang menjemput aku dan Desember dan sekarang ini sedang menuju perjalanan ke rumah. Aku menoleh ke samping. Ada yang aneh dari Desember. Dia tampak gelisah sambil mengetikkan sebuah pesan di ponselnya yang menurutku sudah sangat jadul sekali. Sepertinya aku harus membelikannya ponsel baru.
Setibanya di rumah, aku dan Desember langsung masuk ke dalam kamar. Sudah tiga hari, aku tidak menempati kamarku. Rasanya senang sekali bisa kembali tidur di atas ranjang kesayangan.
"Mas, saya mau permisi pulang ke rumah dulu."
Aku yang tadinya berbaring telentang di atas ranjang, refleks langsung terbangun. "Pulang ke rumah kamu? Ngapain?"
"Kata adik saya Bastian, Bapak lagi sakit. Katanya kangen sama saya. Jadi saya minta izin ya mas, untuk menginap satu malam di sana."
Aku tidak pernah suka melihat Bapaknya Desember. Kenapa pria idiot itu harus menyusahkan putrinya sendiri. Baru ditinggal beberapa hari, udah sakit. Aku tidak mau mengakuinya sebagai mertuaku. Entahlah, aku tidak suka. Dan jangan sampai anakku yang dikandung oleh Desember ikut tertular dengan penyakit pria itu.
"Kenapa kamu harus pergi? Kan sudah ada adik kamu yang menjaganya," Kataku.
"Tapi saya khawatir sama keadaan Bapak. Bapak tidak pernah pisah dari saya," Ucapnya sedih.
"Harusnya kamu tahu posisi kamu sekarang. Kamu sudah menikah dan menjadi istri saya. Prioritas utama kamu, bukan lagi keluarga kamu. Tapi saya, suami kamu sendiri. Saya baru sembuh, dan kamu mau pergi ninggalin saya? Begitu? Istri macam apa kamu, Des?" Tanyaku dengan intonasi tinggi.
Dia menatapku dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Kita memang menikah tapi bukan berarti saya harus melupakan keluarga. Bagi saya, keluarga adalah nomor satu di dalam hidup saya sendiri. Apa saya salah, jika ingin melihat keadaan Bapak saya yang sedang sakit?"
"Salah! Karena saya tidak suka dengan keadaan Bapak kamu."
"Kenapa Mas? Apa karena Bapak saya tidak bisa normal seperti orang tua lainnya?"
"Ya."
Dia menatapku dengan pandangan terluka. Satu cairan bening jatuh dari pelupuk matanya. "Saya terima kalau mas Langit menghina saya, mencaci saya, bentak saya atau apapun itu. Tapi saya sakit hati, kalau Mas menghina kekurangan Bapak saya. Seperti apapun keadaannya, dia tetaplah orang tua saya."
Dia berhenti berbicara dan memandang ke arah lain. Sampai akhirnya aku mendengar suara isakan tangisnya. Dengan suara yang bergetar dia kembali berbicara. "Jika mas Langit menerima saya sebagai istri, harusnya Mas juga menerima keadaan keluarga saya. Seperti saya yang juga sayang kepada orang tua mas Langit."
"Jangan sama kan orang tua saya dengan orang tua kamu, Des! Itu beda, jauh berbeda."
Kepalanya mengangguk pelan. "Ya... terimakasih sudah mengingatkannya. Terserah mas Langit mau memberi izin atau tidak. Yang jelas, saya mau pulang dan menjaga Bapak saya."
Dia berjalan ke arah lemari untuk mengambil dompet miliknya.
"Kamu boleh pergi, tapi tidak boleh menginap Des," Ucapku memperingatkan.
Desember diam saja dan tidak membalas ucapanku, setelah itu dia langsung pergi menutup pintu. Sial! Awas saja kalau dia tidak pulang. Akan aku buat dia menangis semalaman!
*****
Aku melirik jam dinding yang ada di dalam kamarku. Sudah jam 10 malam, tapi dia belum juga pulang. Bukan karena aku khawatir padanya. Tidak. Aku hanya tidak suka jika dia tidak menurut lagi seperti apa yang aku mau.
Sepertinya dia sengaja memancing emosiku, dengan cara menginap di rumah orang tuanya. Padahal sudah jelas aku katakan padanya untuk pulang kembali.
Segera aku mengambil kunci motor Kawasaki Ninja milikku dari dalam laci lemari. Begitu keluar dari kamar, aku bertemu dengan bang Pramuda di teras rumah.
"Mau kemana malam gini?" Tanyanya saat melihatku mengeluarkan motor.
"Cari angin," Jawabku jutek.
"Cari angin atau cari bini? Galau banget ditinggal Des." Aku diam saja dan tak mau membalas sindiran bang Pram.
"Beneran galau ya Lang? Kalau galau harusnya kamu ikut temani dia jaga Bapaknya yang lagi sakit."
"Bang Pram itu selain playboy tapi nyinyir juga ya, pantes aja ditinggal sama Flo."
Aku tersenyum miring saat melihat ekspresi wajah bang Pram yang langsung berubah marah. Sebelum mendengar umpatannya, aku langsung menjalankan motorku dengan cepat.
Bang Pram memang seperti itu. Dia akan langsung sensitif jika sudah menyinggung nama Flopia. Perempuan cantik yang pernah aku lihat seumur hidupku. Tapi sayangnya dulu bang Pram adalah pria brengsek yang suka bermain perempuan. Dia meninggalkan Flopia dengan alasan sudah bosan dan berpacaran dengan sahabat Flopia sendiri.
Sampai akhirnya, bang Pram sadar kalau dia hanya cinta pada Flopia. Namun, perempuan itu sudah pergi meninggalkannya tanpa jejak. Terakhir kabar yang aku dengar, Papanya Flopia menikah dengan perempuan muda. Dan tiga bulan kemudian Papanya yang berprofesi sebagai DPRD masuk penjara karena terjerat kasus korupsi. Semua hartanya pun langsung disita. Bang Pram sudah mencari keberadaan Flopia, tapi sampai sekarang tidak kunjung menemukannya. Tidak ada yang tahu kemana Flopia dan Mamanya pergi. Semoga bang Pram segera menemukannya dan langsung menikahinya. Karena aku sangat tahu sejauh mana hubungan dan gaya berpacaran mereka berdua dulu.
Setelah 10 menit mengendarai motor, aku sampai di halaman rumah Desember. Pandangan mataku langsung disuguhkan dengan adegan sepasang kekasih yang sedang berpelukan di sana. Mereka berdua langsung memisahkan diri saat melihat cahaya dari lampu motorku.
Aku memberhentikan motor tepat dihadapan mereka berdua. "Mas, Langit...." Ucap Desember kaget.
"Iya, ini saya. Kamu kenapa kaget? Kamu takut kan, karena sudah ketahuan selingkuh?" Tanyaku sambil turun dari atas motor. Lalu aku berdiri di depan Jonathan dan Desember.
"Saya tidak selingkuh."
"Masa sih? Kalau bukan karena saya datang tadi, mungkin kalian berdua masih berpelukan dan siapa yang tahu, kalian akan berlanjut ke tempat tidur."
"Brengsek kamu Lang!" Umpat Jo padaku. Namun sebelum aku membalas ucapannya, dia sudah lebih dulu melayangkan tinjunya ke wajahku.
BEUGH!
Aku terhuyung ke belakang dan hampir terjatuh. Damn it! Siapa dia, berani pukul aku kayak gitu?! Dengan emosi aku pun maju ke depan kembali dan membalaskan satu bogeman keras di tempat yang sama, seperti dia memukulku tadi.
BEUGH!
Perkelahian pun tak terhindarkan lagi. Kami berdua saling adu kekuatan tanpa memperdulikan teriakan histeris dari Desember.
Sampai akhirnya, kini Jo sudah berada di bawah kendaliku. Tidak sia-sia dulu Papa memaksaku untuk belajar bela diri. Aku memukulnya tanpa ampun! Aku marah! Walaupun aku tidak tahu alasan apa yang membuatku marah padanya. Apa karena dia yang memukulku atau karena dia memeluk tubuh istriku. Entahlah, intinya aku marah padanya.
"Berhenti! Saya mohon berhenti mas, Langit!" Teriak Desember sambil menarik bajuku. Sial! Aku tidak suka ada yang menarik bajuku.
"Jangan tarik baju saya!" Bentakku padanya.
Dia pun berhenti dengan keadaan yang sudah berlinang air mata, lalu melepaskan tangannya dari bajuku.
Aku berdiri dengan sedikit sempoyongan. Sial! Kuat juga pukulan dari Jonathan. Bibir dan pupiku terasa bengkak. Alamat bakal kena maki sama Papa, kalau lihat wajahku seperti ini.
Desember yang berstatus menjadi istriku, malah lebih peduli untuk menolong Jonathan dibandingkan aku yang menjadi suaminya.
Jika seandainya suatu hari dia berantem dan jambak-jambakan dengan Naomi. Jelas aku pasti akan langsung menolong Desember. Walaupun aku mencintai Naomi, tapi aku pasti akan tetap membelas istriku sendiri. Tapi dia? Akh! Benar-benar wanita sialan!
Tindakannya ini membuat aku ragu dan berfikir keras. Kalau bayi yang ada di dalam perutnya itu adalah anak Jo, bukan anakku. Bisa jadi kan? Dia tidak bisa menikah dengan Jo, karena terhalang restu orang tua. Takut kehamilannya diketahui oleh masyarakat, Desember memanfaat aku karena kejadian satu malam itu.
Oh sial! Mengapa aku baru sadar akan hal ini? Aku hampir terpesona dengan tingkah kepolosannya yang hanya sebuah sandiwara belaka.
Jangan-jangan, dia juga bohong mengatakan Bapaknya sakit. Padahal dia hanya ingin bertemu Jonathan dan bisa bermesraan seperti tadi.
Hebat, kamu Desember! Aku sangat benci wanita seperti dia!
21-Desember-2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top