Langit ~ 14
Aku kembali ke dalam kamar setelah menemani si cengeng Desember sarapan pagi. Awalnya aku kesal setengah mati melihat dia yang suka menangis. Tapi lama-kelamaan itu jadi hiburan tersendiri bagiku.
Yah, aku suka lihat dia nangis. Mata bulatnya akan sembab, hidungnya memerah, dan bibirnya yang merah penuh akan dia gigit jika sedang dalam ketakutan saat aku bentak. Pokoknya lucu, aku ngerasa kayak punya mainan baru di rumah.
Tangan kanan ku segera meraih ponsel saat berdering di atas nakas. Dan itu telepon dari Naomi. Aku sudah meminta maaf padanya karena sudah mengacaukan semua rencana pernikahan kami. Tapi dia belum bisa menerimanya. Naomi bilang dia sangat mencintaiku dan tidak mau kehilangan diriku.
Demi Tuhan, aku juga cinta sama dia. Tapi takdir berkata lain, jadi mau bagaimana lagi coba? Desember hamil dan sedang mengandung benih dariku. Sekarang aku dan dia sudah terikat dalam pernikahan. Itu sangat sakral, tidak boleh bermain-main. Karena di sana aku sudah berjanji, bukan dengan manusia melainkan Tuhan. Untuk menjaga dan menjadikan Desember satu-satunya wanita untukku.
Sungguh itu beban yang sangat berat. Sulit bagiku untuk menyukai Desember, karena dia bukan tipe wanita idamanku. Jauh banget levelnya jika dibandingkan dengan mantan-mantan kekasihku.
Point pertama, aku suka wanita yang cantik. Biar nggak malu-maluin kalau dibawa ke pesta saat kenalan sama teman atau rekan kerjaku. Kedua, dia harus pintar. Itu wajib banget! Karena dia akan melahirkan calon anak-anak aku di masa depan. Dan yang terakhir, dia harus bisa pintar bikin aku turn on. Kan percuma cantik tapi gak bisa bikin aku nafsu. Aku butuh istri yang bisa memuaskan kebutuhan biologisku. Suami nggak akan ngelirik perempuan lain dan nggak akan jajan di luar, asal sang istri pintar service di atas ranjang. Kalau suaminya masih selingkuh juga, itu artinya dia adalah pria gila!
Walaupun aku pria yang jahat dan juga sombong tapi aku sangat anti yang namanya perselingkuhan dan perceraian. Bagiku hidup itu hanya sekali, menikah sekali dan mati pun sekali.
Sebenarnya aku tidak berniat mengucapkan kata 'Cerai' untuk Desember. Itu hanya ucapan emosi sesaatku saja. Alasan utama aku membencinya itu karena dia memiliki keluarga yang cacat mental, yaitu Bapak kandungnya sendiri. Aku tidak pernah membayangkan memiliki mertua seperti dia. Aku malu dan jijik.
Sungguh, jika Desember bukan anak dari pria itu. Aku mungkin akan menerima Desember menjadi istriku. Dan belajar untuk membuka hati untuknya. Kalau masalah fisik, itu masih bisa didandani biar cantik nantinya. Banci aja bisa cantik, masa cewek tulen kayak dia nggak bisa? Pasti bisa kan?
Huffttt....
Aku menghela nafas. Aku pusing memikirkan ini semua. Bagaimana nasib pernikahan kami nantinya? Ditambah lagi dengan Naomi yang merengek manja karena tidak mau putus.
Tadi dia menghubungiku sambil menangis pilu. Dia bilang sudah 3 hari tidak masuk kerja karena demam dan sekarang sedang di opname di rumah sakit. Naomi memintaku untuk menjenguknya pagi ini. Aku mau bertemu dan melihat keadaannya. Tapi aku baru menikah semalam, masa iya pagi ini aku datang menjenguk mantanku sendiri? Apa kata orang nantinya. Jadi aku bilang padanya, kalau aku tidak bisa datang. Itulah sebabnya Naomi terus mengirim pesan dan menelponku hingga detik ini.
Begitu suara panggilan telepon itu mati, aku segera mengirim pesan padanya.
Me
Aku nggak bisa datang pagi ini Omie, besok aja ya.
Satu menit kemudian dia membalas pesanku.
Naomi
Janji ya? Aku tunggu.
Love you Langit♥♥
Aku meletakkan ponsel di atas nakas kembali.
****
Sudah ke tiga kalinya aku menguap karena mengantuk, padahal ini baru jam 8 malam. Aku, Papa, Mama dan abang Pramuda sedang menonton sebuah acara televisi yang ada di ruang tengah.
Aku langsung menekan tombol remote untuk mencari siaran lain yang lebih menarik.
"Langit," Panggil Papa dan aku pun menoleh ke arah beliau.
"Ya?"
"Kamu dikasih cuti nikah seminggu kan? Apa kamu tidak ada rencana untuk mengajak liburan istrimu?"
Liburan? Apa maksud Papa bulan madu?
Kalau tadi nikahnya sama Naomi, iya aku pasti ngajak dia pergi bulan madu. Lah ini, sama Desember. Malas banget!
"Enggak Pa, usia kandungannya kan masih muda. Masih rawanlah kalau diajak liburan," Kataku mencoba mengeles.
"Ya liburannya nggak usah jauh-jauh Lang. Ajak ke pantai yang ada di sini aja. Abang yakin, Desember pasti senang," Sahut bang Pramuda.
"Hem, iya nanti Langit coba bilang ke dia," Ucapku pasrah.
Aku meletakkan remote TV di depan meja. Lebih baik aku masuk ke kamar daripada mendengar mereka yang membahas tentang liburan aku dan Desember.
Begitu baru membuka pintu kamar, aku langsung disuguhkan dengan pemandangan erotis oleh istriku.
Yah, maksudku Desember. Dia baru selesai mandi dengan rambut panjang hitamnya yang masih basah. Dia sedang memakai hand body lotion untuk kaki dan tangannya dengan handuk putih yang melilit tubuhnya.
Oh sial!
Aku bahkan sulit untuk menelan ludahku sendiri. Aku sengaja berdehem keras, supaya dia menyadari keberadaanku.
Ekspresinya langsung terkejut begitu melihatku ada di dalam kamar.
"Pintunya kenapa tidak dikunci? Saya tidak tahu kalau kamu baru selesai mandi." Aku merutuki diriku sendiri karena suaraku terdengar parau saat ini.
"I-iya, saya lupa," Jawabnya gugup. Lalu dia pun masuk ke dalam kamar mandi sambil membawa pakaian gantinya.
Aku menutup serta mengunci pintu kamar dan berbaring di atas ranjang.
Oh sial!
Kenapa aku merasa kepanasan gini sih? Masa iya aku horny hanya karena melihat Desember cuma memakai handuk?
Ini pasti karena suhu AC di kamar kurang dingin. Aku segera menurunkan suhunya yang dari 22 menjadi 16.
Setelah itu aku mencoba memejamkan mata untuk tidur. Tak berapa lama mataku terbuka kembali saat melihat Desember keluar dari kamar mandi.
Kali ini dia sudah memakai baju tapi bukan baju tidur. Melainkan kaos pink berlengan panjang dan juga celana training hitam panjang. Mungkin semalam dia kedinginan, maka nya sekarang memakai pakaian seperti itu.
Dia pun berjalan mengambil selimut untuk alas tidurnya.
"Jangan tidur di bawah lagi. Tidur di ranjang saja," Kataku tulus. Aku tidak tega juga kalau anakku tidur kedinginan karena Ibunya tidur di bawah.
"Mas Langit serius?" Tanyanya lagi. "Nanti, Mas kebauan lagi sama aroma badan saya."
"Udah, nggak usah banyak bicara. Sebelum saya berubah pikiran!"
Lalu dia segera merangkak naik ke atas ranjang. Aku tidak tahu, apa mataku yang terlalu jeli memperhatikan kaos miliknya atau memang dia tidak memakai bra sehingga ada bagian dadanya yang tercetak jelas di kaos pink nya itu.
Desember menarik selimut dan menutupi tubuhnya hingga ke dada. Lalu tidur membelakangiku.
Sial! Sial! Sial!
Dia bisa tidur nyenyak sementara aku gelisah seperti cacing kepanasan karena membayangkan bagian dari tubuhnya tadi.
Langsung ku tepuk bahunya pelan. Dan dia pun menoleh. "Ada apa?" Tanyanya polos.
"Kamu berniat tidur dengan membelakangi suami?"
Dia menatapku bingung, lalu beberapa detik kemudian dia tidur menghadap diriku. Dia pun memejamkan matanya kembali.
Aku mengamati bentuk wajahnya. Mulai dari mata, hidung dan terakhir bibir penuhnya yang bewarna merah alami tanpa pewarna lipstik.
Mungkin malam itu, aku sudah pernah mencicipi rasa bibirnya. Tapi kenapa sekarang aku jadi sangat penasaran ingin mencobanya lagi?
Aku dan dia suami istri kan? Jadi tidak masalah menurutku jika aku meminta hak ku sebagai suaminya.
"Hey, bangun." Aku menggoyang bahunya.
Dia membuka mata. "Kenapa Mas?"
"Saya mau minta hak sebagai suami kamu malam ini."
"Hak apa maksudnya?"
Dia sedikit terkejut saat aku membuka selimut dan menindih tubuhnya. "Saya mau bercinta dengan kamu, istri saya," Bisikku di telinganya. Lalu aku menggigit kecil bagian cuping telinganya.
"Mas Langit lagi mabuk atau bermimpi? Ini saya, Desember. Perempuan yang kamu benci," Ucapnya gelisah.
Aku berhenti mengecup lehernya dan menatap matanya. "Saya tahu kamu Desember."
"Lalu kenapa Mas tetap melanjutkannya?"
"Karena kamu yang memancing nafsu saya. Kamu tidak mengunci pintu kamar, sehingga saya harus melihat kamu yang hanya memakai handuk. Gerakan menuangkan hand body dan mengoleskannya di tubuhmu, itu tampak seperti erotis di mata saya. Sebenarnya saya bisa melakukan pelepasan sendiri di kamar mandi bersama dengan sabun. Tapi sekarang saya punya istri. Tugasmu adalah memenuhi kebutuhan saya, Des." Ucapku menyeringai.
Lalu secara perlahan tanganku masuk ke dalam kaos miliknya dan menemukan benda kenyal yang sedari tadi mengusik mata serta rasa ingin tahuku. Dan dugaanku ternyata benar, dia tidak memakai bra di balik kaosnya.
Matanya terpejam dan mulai mendesah saat tanganku beraksi di dalam kaos pink nya. Nafsuku semakin meningkat kala mendengar desahannya. Langsung saja aku melumat dan menghisap bibirnya yang merah.
Aku sudah sering berciuman bibir dengan mantan kekasihku dulu. Dan tentu saja rasa bibir mereka berbeda, tidak ada yang sama. Dari semua wanita yang pernah aku kencani, hanya bibir Naomi yang aku suka. Tapi mengapa saat mencium bibir Desember rasanya sangat berbeda dari semuanya? Aku tidak bisa menjelaskannya rasanya. Yang jelas aku sangat suka menghisap dan menggigit bibir penuhnya ini. Membuat aku ketagihan dan ingin terus-menerus menciumnya.
Tapi aku harus melepas ciuman itu supaya dia bisa menghirup oksigen sejenak. Lalu secara perlahan bibirku turun ke bagian lehernya, memberi hisapan kecil di sana membuat kulitnya tampak memerah.
Kemudian bibirku turun lagi ke bawah, tepat di bagian dadanya. Aku tersenyum saat tahu Desember sudah mulai terangsang. Dengan lembut aku mencium dan menghisap salah satu dadanya yang masih ditutupi kaos. Sekarang kaos pink nya itu sudah basah karena ulahku.
Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi! Aku harus menuntaskannya. Aku mau ada di dalam tubuh Desember detik ini juga! Kedua tanganku langsung menggapai kaos pink itu untuk membukanya ke atas.
Namun aku sedikit terkejut saat Desember menahan tanganku. "Jangan! Saya tidak mau melakukannya," Seru Desember padaku.
"Apa?!" Pekikku.
Dia menolak berhubungan badan denganku? Sial! Bukannya tadi tadi dia menikmati dan mendesah saat ku sentuh? Apa maksudnya coba tiba-tiba menolak di saat aku sudah bergairah seperti ini?!
"Saya belum siap, tolong jangan paksa saya."
Aku mengernyit mendengar alasannya itu. "Belum siap bagaimana? Seingat saya kamu tadi mendesah dan menikmati perlakuan bibir saya di tubuhmu. Kamu pasti sengaja kan ingin menyiksa saya seperti ini?!"
"Maksud mas Langit, apa?" Tanyanya polos. Dan aku benci mendengarnya.
"Kamu sengaja tidak mengunci pintu! Sengaja hanya memakai handuk di kamar! Dan sengaja tidak memakai bra di hadapanku! Iya kan?! Dasar wanita sialan!" Umpatku padanya kesal.
Aku turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi. Shit! Celanaku benar-benar membengkak karena ulah wanita kampungan itu. Terpaksa harus mandi air dingin dan bermain dengan sabun mandi lagi malam ini.
Damn you, Desember!!
12-Desember-2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top