Desember ~ 25

Jam 3 pagi aku terbangun karena lapar. Segera kulepas tangan mas Langit dari pinggangku. Tadi malam dia memelukku dari belakang dan mengucapkan kata maaf berkali-kali untuk menenangkan aku yang menangis karena ulahnya.

Aku benci padanya. Dia memperlakukan aku seolah aku ini adalah mainannya. Tiba-tiba datang dan marah padaku tanpa sebab yang tidak aku ketahui. Lalu seenaknya meniduriku tanpa melihat apakah diriku sudah siap atau tidak menerima dirinya.

Apa yang dia lakukan tadi malam itu sangat sakit. Bahkan rasanya tiga kali lebih sakit saat dia meniduriku pertama kali. Aku tidak sanggup untuk tinggal bersamanya lebih lama lagi. Aku mau pulang ke rumahku saja. Aku rindu dengan Bapak dan Bastian. Dua pria yang sangat sayang padaku dan tidak akan pernah menyakitiku. Hanya mereka berdualah alasanku untuk bertahan hidup.

Aku turun dari ranjang dan memungut pakaianku di lantai yang dia buka semalam secara paksa. Selesai berpakaian aku pun keluar dari dalam kamar. Kulkas di dapur adalah tujuan utamaku untuk melihat apa yang bisa aku makan.

Aku tersenyum saat melihat ada beberapa kentang di sana. Segera aku mencuci dan memotongnya secara tipis. Kemudian kuberi sedikit bumbu penyedap rasa. Begitu kentang gorengnya matang, aku langsung menyajikannya ke piring dan memakannya di meja makan dengan segelas susu coklat khusus untuk ibu hamil. Bang Pram yang membelikannya padaku. Katanya dia mau calon ponakannya tumbuh sehat. Sementara mas Langit sama sekali tidak peduli dengan keadaan bayinya. Benar-benar tidak punya hati.

"Kenapa belum tidur, Des?" Terdengar suara bang Pram dari arah belakang.

"Udah tidur, tapi terbangun karena lapar," Jawabku tersenyum.

"Terus makan apa?" Tanyanya lagi sambil duduk di sebelahku.

"Aku habis goreng kentang tadi, bang Pram mau?"

Dia tersenyum. "Enggak usah, kamu saja yang makan."

Walaupun sedikit agak canggung duduk berduaan dengan bang Pram, namun aku tetap mengunyah kentang goreng itu.

"Tadi malam, kalian berdua ribut ya?" Tanya bang Pram. Tapi aku lebih memilih untuk diam saja. "Langit itu orangnya sangat sensitif dan mudah terpancing emosinya. Aku harap kamu bisa lebih sabar dengan sikapnya itu."

Aku hanya menganggukkan kepalaku sebagai jawaban.

"Walaupun dia kelihatan jahat, sombong dan brengsek. Tapi percayalah, Langit itu tipe pria yang setia. Jika dia sudah berkomitmen dengan satu perempuan, dia tidak akan melirik perempuan lain. Senafsu apapun Langit, dia tidak pernah berhubungan badan dan merusak kekasihnya. Ya, paling hanya sebatas ciuman dan pegang-pegang dikitlah. Namanya juga cowok kan? Beda halnya yang terjadi dengan dirimu. Dia menidurimu karena sedang mabuk. Jadi Langit tidak bisa mengontrol dirinya lagi."

"Tapi mas Langit orangnya sangat kasar dan pemaksa. Berbeda dengan bang Pram," Ucapku pelan.

"Memangnya aku seperti apa?" Tanyanya.

Aku memandang ke arahnya. "Bang Pram orangnya baik dan lembut."

Dia tertawa kecil mendengar perkataanku tadi. "Dengar Des, jika dibandingkan dengan Langit. Mungkin aku jauh lebih brengsek dan banyak dosanya. Langit brengseknya terang-terangan tapi tidak merusak perempuan. Sementara aku adalah kebalikan dari itu semua."

"Maksudnya apa? Aku tidak mengerti," Tanyaku bingung.

"Dulu aku suka bermain perempuan Des. Aku meniduri setiap perempuan yang menyukaiku," Ujarnya santai.

Aku menutup mulut karena terkejut mendengar peryataann dari bang Pram barusan. Bagaimana mungkin dia melakukan seks dengan banyak perempuan? Padahal dia tampak seperti pria baik yang sopan santun.

"Gara-gara kelakuanku yang seperti binatang itu, aku jadi kehilangan perempuan yang sangat aku cintai. Aku menyakiti hatinya. Hampir setiap hari aku kepergok selingkuh dengan perempuan lain. Tapi dia selalu memaafkanku. Aku tidak tahu, kenapa dia bisa begitu sangat mencintaiku. Padahal dia cantik dan anak orang terpandang juga." Bang Pram memberi jeda diucapannya.

"Sampai akhirnya dia memberikan perawannya padaku, dengan harapan supaya aku tidak bermain dengan perempuan lain lagi. Hampir setiap minggu kami melakukannya. Hingga akhirnya aku mulai bosan, setelah hampir 3 tahun berpacaran dengan dirinya. Lalu aku berselingkuh dengan salah satu sahabatnya yang ternyata juga diam-diam menyukaiku. Untuk pertama kalinya dia menangis di depanku dan saat itu juga aku memutuskannya secara sepihak. Dia terus menangis dan memanggil namaku. Tapi aku tidak peduli dan pergi meninggalkan," Jelas bang Pram. Dan aku dapat melihat, bahwa dia menteskan air mata.

"Satu bulan setelah kejadian itu, Langit memberitahukanku bahwa dia sudah tidak masuk kuliah lagi. Dia satu fakultas dan satu angkatan dengan Langit. Lalu aku mendengar kabar bahwa Papanya yang seorang anggota DPRD masuk penjara karena melakukan korupsi. Dan aku juga baru tahu kalau Papanya sudah menikah dengan perempuan muda yang hampir seumuran dengan dirinya. Aku mencoba mencari tahu keberadaan dia dengan ibunya. Tapi aku tidak menemukan mereka. Dan yang membuatku makin merasa bersalah adalah, bahwa dia pernah hamil dan mengalami keguguran. Aku merasa pria paling brengsek di dunia ini. Aku benar-benar merasa bersalah dan ingin menebus semua kesalahanku padanya."

Baru kali ini aku melihat bang Pram menangis. Aku rasa dia sangat menyesali perbuatannya yang dulu itu. Penyesalan memang selalu datang belakangan. "Kalau boleh tahu bang Pram, siapa nama perempuan itu?" Tanyaku.

"Namanya Flopia Kaifiy Mendraw."

"Nama yang cantik, dan aku yakin orangnya juga pasti cantik."

Dia tersenyum sambil mengangguk. "Ya... dia sangat cantik. Bahkan dulu Naomi sempat cemburu karena Langit satu kelas dengan Flopia."

"Oh," Aku hanya bergumam saja.

"Maaf Des, aku tidak bermaksud untuk...."

"Tidak masalah," Potongku cepat sambil tersenyum. "Sungguh aku tidak cemburu, walaupun aku dan mas Langit menikah. Tapi kami tidak saling mencintai, jadi tidak masalah." Lalu aku mengambil gelas susu coklat dan meminumnya.

"Ya kalian memang tidak saling mencintai. Tapi saling mendesah setiap malam."

Seketika aku langsung tersedak dan terbatuk kala mendengar penuturan dari bang Pram tadi. "Pelan-pelan Des minum susunya," Ujarnya dengan tertawa sambil menepuk punggung belakangku.

Hidungku terasa perih karena tersedak air susu tadi. Segera aku berdiri dan menyimpan piring dan gelasku ke tempat cuci piring. "Aku balik ke dalam kamar dulu ya bang Pram," Ucapku pamit.

Aku tidak tahu bagaimana ekspresi wajahku saat ini. Dengan perasaan sangat malu, aku segera pergi meninggalkan bang Pram di meja makan.

*****

"Kaos kaki hitamku kamu simpan di mana?" Tanya mas Langit saat hendak pergi kerja.

Aku tidak menjawabnya tapi aku berdiri untuk mengambilkan kaos kakinya dari dalam lemari. Setelah dapat, aku letakkan di atas tempat tidur. Dia menahan tanganku saat aku hendak pergi.

"Kamu masih marah?" Tanyanya pelan. Aku diam saja dan memandang ke arah lain. "Sudah tiga hari kamu diamkan aku kayak gini dan aku juga sudah meminta maaf padamu. Apa sangat susah untuk memaafkan aku? Tuhan saja mau mengampuni kesalahan umatnya, masa kamu tidak bisa?"

Aku lepaskan tanganku darinya. Apa dia pikir dengan kata maaf, semua masalah langsung selesai begitu saja? Kalau seperti itu, apa gunanya ada hukum, polisi dan penjara?

"Waktu itu aku lagi emosi ditambah lagi kau membuatku kesal. Des, aku sungguh menyesal sudah memaksamu. Aku janji tidak akan melakukannya lagi. Jadi, tolong maafkan tindakanku yang bodoh itu," Lanjut mas Langit.

Aku beranikan diri untuk menatap matanya. "Coba mas Langit ambil gelas kaca yang ada di dapur, lalu lemparkan ke lantai. Otomatis gelas kaca itu pecahkan? Dan coba mas Langit minta maaf pada gelas kaca itu, apa gelasnya juga akan kembali utuh? Tidak kan? Seperti itulah perasaanku yang sudah Mas sakiti. Dan jangan samakan perasaan manusia dengan Tuhan. Itu jauh berbeda dan tidak akan pernah sama."

Dia berdiri dihadapanku. Kedua matanya masih tetap menatapku. "Lalu aku harus bagaimana, supaya kamu mau memaafkanku? Aku tidak tahu cara untuk membujukmu Des. Tolong beritahu aku."

"Aku bukan anak kecil yang harus dibujuk. Aku hanya perlu waktu untuk memaafkan mas Langit. Jadi berikan aku waktu, itu saja." Setelah mengucapkan kata itu, aku pun berbalik untuk keluar dari kamar.

Namun aku terkejut begitu kedua tangan mas Langit melingkar di perutku. Dia memelukku dari belakang. "Aku tidak mau memberimu waktu lagi. Tiga hari yang kemarin itu sudah cukup untuk menebus kesalahanku. Mungkin ini terdengar tidak masuk akal, dan aku yakin kamu pasti akan tertawa. Tapi sepertinya... aku sudah mulai menyukaimu."

8-Januari-2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top